اجتهادك فيمن ضمن لك وتقصيرك فيما طلب منك دلليل على انطماس البصيرة منك
(KESUNGGUHAN KAMU UNTUK MEMPEROLEH APA YANG TELAH DIJAMIN الله UNTUKMU) Yaitu segala sesuatu yang telah الله tanggung seperti rizki sebagai kemurahan الله dan kebaikan-Nya, sebagaimana firman الله “Dan berapa banyak segala yang melata di atas bumi tidak membawa rizkinya. الله lah yang memberi rizki kepada mereka, demikian pula rizkimu…” SEDANGKAN KAMU LALAI TERHADAP KEWAJIPAN YANG DIAMANATKAN KEPADAMU) yaitu beberapa amalan ibadah yang menyebabkan kamu sampai kepada-Nya seperti beberapa bacaan dzikir dan shalawat dan lain-lain dari bermacam-macam keta’atan sebagai mana firman الله “Dan tidaklah Aku jadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku. ( yang demikian ini MENUNJUKKAN KEBUTAAN MATA HATIMU).
Sesuatu yang telah ditanggung الله bagi hambanya adalah rizki yang dengan rizki tersebut hamba الله dapat mempertahankan eksistensinya untuk hidup di dunia. Dan arti pertanggungan الله dalam hal rizki hamba-Nya adalah bahwa الله menjamin rizki untuk kelangsungan hidup hamba-Nya dan الله menghendaki hamba tersebut hatinya menjadi lapang serta tidak menanggung beban berat dalam mencarinya, atau hati menjadi susah karenanya. Adapun yang dituntut oleh الله atas hambanya adalah amal ibadah agar hamba tersebut dapat sampai kepada kebahagiaan di akhirat dan dekat dengan الله Ta’ala. Dan yang dimaksudkan ibadah sebagai tuntutan dari الله adalah bahwasanya serangkaian keta’atan tersebut menjadi beban yang harus dilakukan oleh hamba secara bersungguh-sungguh sebagaimana telah diatur dalam syari’at mengenai sebab dan waktunya dan lain sebagainya. Pada sebagian atsar diterangkan firman الله Ta’ala “Wahai hambaKu ta’atlah kepadaKu dan janganlah engkau mengaturKu untuk hal kebaikanmu”.
Telah berkata Ibrahim Al-Khawash, “Ilmu itu kesemuanya terdapat dalam dua kalimat yaitu ‘Jangan engkau bebani diri dengan sesuatu yang telah dijamin, dan jangan sia-siakan sesuatu yang diwajibkan. Oleh karena itu barang siapa yang telah mampu menempati keadaan ini (yaitu bersungguh-sungguh dalam menjalankan kewajiban dan melapangkan hati terhadap sesuatu yang telah ditanggung الله Ta’ala) maka sungguh telah terbukalah mata hatinya dan telah bersinarlah nuurul Haq / cahaya kebenaran di dalam hatinya dan telah berhasilah ia mencapai puncak tujuan. Akan tetapi bagi yang sebaliknya, maka sengguh telah kabur dan butalah mata hatinya.
Adapun pengarang kitab ini rahimahuLlah memberikan istilah Ijtihad (bersungguh-sungguh), hal ini memberikan isyarah bahwa mencari rizki secara wajar dan tidak memforsir diri hanya untuk tujuan duniawi semata adalah tidak terecela dan mubah hukumnya, dan bukan termasuk perkara yang dapat mengeruhkan mata hati. Telah disebutkan dalam kitab Tanwirul Qulub, perihal firman الله Ta’ala, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk melakukan shalat, dan bersungguhlah dalam mengerjakannya. Sesungguhnya Aku tidak meminta rizki darimu akan tetapi Aku lah yang memberimu rizki” Maksud ayat ini adalah “Laksanakanlah pelayanan kepadaKu maka Aku akan melaksanakan pembagian rizki dariKu –Qum bikhidzmatiNa, wa Nahnu Naquumu laka biqismatiNaa.” Di sini terdapat dua perkara, yaitu perkara yang telah dijamin/ditanggung الله maka janganlah engkau sedih karenanya, dan perkara tuntutan الله kepadamu maka jangan di sia-siakan. Oleh karena itu barang siapa yang bersungguh-sungguh atas sesuatu yang telah dijamin sementara ia melalaikan sesuatu yang diwajibkan, maka tampak jelaslah kebodohannya, dan telah meluaslah kelalaiannya.
Bukankah kita telah melihat bahwa الله telah memberi rizki kepada orang yang durhaka kepada-Nya, maka bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang ta’at. Jikalau الله telah mengalirkan rizki-Nya kepada orang yang ingkar / kufur kepada-Nya, bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang beriman. Bukankah kita sebagai orang mukmin telah mengetahui dengan jelas bahwa dunia telah dijamin bagi kita, dan amal untuk akhirat adalah tuntutan bagi kita. Sebagaimana firman الله,”Watazawwaduu fa inna khaira zaad at-taqwa dan persiapkanlah bekal dan sebaik-baik bekal adalah taqwa”. Sebagian dari mereka (orang-orang shalih) berkata, “Sesungguhnya الله telah menjamin kemaslahatan duniaku dan الله menuntut amal untuk akhiratku. Dan Tidaklah الله menuntut kemaslahatan duniaku dan menjamin akhiratku.”
Sumber : Kitab Syarah al-Hikam
0 komentar:
Posting Komentar