Sabtu, 09 Januari 2010

Menghindari makhluk karena cinta kepada Allah SWT adalah sesuatu yang sulit.



Berkenaan dengan taubah Syaikh Abdul Qadir berkata, “Memandang Al-Haq melalui inayah-Nya yang bersifat mendahului dan Qadim yang diperuntukkan bagi hamba-Nya. Dan juga melalui isyarat-Nya –dengan menggunakan inayah tersebut – kepada qalbu yang ada di sisinya melalui peng-isolasian hati dengan menarik hati kepada-Nya dan menggenggamnya. Jika sudah demikian keadaannya maka hati itu menarik diri dari himmah yang merusak kepada-Nya, roh akan mengikutinya, dan hati serta akal akan tunduk kepadanya. Dan saat itu tobat dinyatakan sah dan jadilah semua urusan untuk Allah SWT.
Ketika dimintai pendapat tentang dunia beliau berkata, “Keluarkan dunia dari hatimu ke tanganmu niscaya dia tidak dapat memperdayakanmu”.
Sedangkan berkenaan dengan menangis beliau berkata, “menangislah untuk-Nya, untuk yang datang dari-Nya dan karena-Nya”.
Berbicara tentang tasawuf Syaikh Abdul Qadir berkata, “sufi adalah mereka yang menyesuaikan tujuan akhir hidupnya sesuai dengan kehendak Allah SWT dan menolak dunia. Dia mengabdi kepada Allah SWT dan menerima pembagiannya. Oleh karena itu apa yang diinginkannya akan dianugerahkan di dunia dan keselamatan atasnya dari Tuhannya”.
Ketika Syaikh Abdul Qadir ditanya tentang perbedaan mulia (ta’azuuz) dengan kesombongan beliau menjawab, “Yang dimaksud dengan mulia adalah apabilla segala sesuatu untuk Allah SWT dan sesuai dengan Allah SWT, membuahkan kehinaan diri dan mengangkat al-himmah kepada Allah SWT. Sedangkan takabur adalah segala sesuatu yang dulakukan untuk nafsu dan sesuai dengan hawa, membuahkan kekacauan karakter dan ketertundukannya kepada hasrat untuk menjauh dari Allah SWT. Dan ketakaburan yang berasal dari diri lebih mudah muncul dari pada yang berasal dari luar”.
Berkenaan dengan syukur Syaikh Abdul Qadir berkata, “Syukur adalah pengakuan akan nikmat dari Al-Mun’im (Yang Memberi Ni’mat) dengan penuh kerendahan hati dan memberikan kesaksian akan snugerah Allah SWT serta menjaga kehormatan dengan mengetahui hal yang membatalkan syukur. Syukur dibagi menjadi beberapa macam ; syukur lisan yaitu pengakuan akan nikmat zahir dan nikmat yang tersembunyi. Syukur anggota tubuh yang dicirikan dengan pelayanan dan penghormatan. Dan syukur qalbu yaitu usaha untuk mencapai musyahadah dengan terus menerus menjaga kesucian. Kemudian setelah penyaksian (musyahadah) seseorang akan terus menanjak hingga mencapai ketiadaan (ghaibah) ketika menemukan Al-Mun’im setiap ia melihat nikmat. As-Syakiir, / orang yang mensyukuri semua yang ada, dan As-Syakuur (orang yang sangat bersyukur atas) segala sesuatu yang tidak ia dapatkan, Al-Hamiid (orang yang memuji) yang memberikan kesaksian bahwa baik dan tidak dikabulkannya sesuatu permohonan maupun suatu bahaya adalah suatu manfaat sehingga kedua hal tersebut sama saja baginya. Dan puncak dari perbuatan yang patut disyukuri adalah penyaksian Sang Maha Sempurna (Al-Kamaal) yang disifati dengan Maha Indah dan Maha Agung melalui mata ma’rifat dari permadani kedekatan”.
Ketika menjelaskan sabar beliau berkata, “Tetap berbuat baik ketika mendapatkan bala’ / ujian dan dengan besar hati mengembalikan apa yang menimpanya kepada hukum kitab dan sunah. Sabar terbagi beberapa jenis diantaranya :

a. Sabar Lillah (sabar untuk Allah SWT) yaitu konsisten dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
b. Sabar ma’aLlah (Sabar bersama Allah SWT) yaitu tetap berada dalam aliran qadha dan perbuatan-Nya kepadamu dan tampak kaya dalam kefakiran tanpa ada rasa menyesal sedikitpun.
c. Sabar ‘alaLlah (Sabar atas Allah SWT) yaitu berpegang teguh kepada janji dan ancaman-Nya dalam segala sesuatu.

Perjalanan dari dunia ke akhirat adalah sesuatu yang mudah bagi orang mukmin. Menghindari makhluk karena cinta kepada Allah SWT adalah sesuatu yang sulit. Lebih sulit lagi berjalan dari sesuatu yang sudah menjadi trasdisi kepada Allah SWT. Lebih sulit lagi adalah bersabar bersama Allah SWT. Seorang fakir yang bersabar adalah lebih baik dibanding orang kaya yang bersyukur. Seorang fakir yang bersyukur adalah lebih baik daripada keduanya (fakir sabar dan kaya yang bersyukur). Dan seorang fakir yang bersabar dan bersyukur adalah lebih afdhal dibandingkan mereka semua. Dan tidak senang terhadap bala’ dan merasa lezat terhadap bala kecuali orang yang telah mengenal Dzat Yang Membuat Bala’.”

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008