Kamis, 07 Januari 2010

Meniti Jalan Ilahi



663754.jpg
Diriwayatkan dari Syaikh Abdullah An-Najjar bahwasanya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani pernah berkata saat dilanda berbagai cobaan yang berat, “Jika banyak cobaan yang menimpa diriku, aku berbaring di atas tanah dan berkata, ‘Sesungguhnya sesudah kesusahan ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesusahan ada kemenangan’. Dan ketika aku bangun berbagai beban tadi telah pergi dariku”.



Kemudian sang Syaikh melanjutkan, “Setelah belajar fiqih dari para syaikh, aku pergi dari Baghdad ke daerah padang pasir. Aku tinggal diantara pohon Kharab. Aku memakai jubah kaum sufi dengan sepotong kain di atas kepalaku dan berjalan dengan kaki telanjang. Memakan Khurnub (carob / ceratonia Siliqua) atau Syuuk (caltrop / Tribulus), sampah para pedagang dan daun kol yang tumbuh di tepian sungai. Aku jalani semua rintangan dan jalanberjalan mengikuti kehendak Allah. Ketika tiba di padang pasir aku berteriak, ‘ludahi mukaku’. Ketika itu aku hanya dikenal sebagai si bodoh atau si gila. Kakiku membawaku ke Bimaristan dan aku hamper meninggal di sana. Para penduduk dating dengan membawa kain kafan dan tukang memandikan mayat, kemudian mereka mengangkat aku ke tempat pemandian untuk memandikanku dan kemudian meninggalkanku”.

Syaikh Abu Su’ud Al-Harimi meriwayatkan bahwa beliau pernah mendengar Syaikh Abdul Qadir berkata, “Selama 25 tahun aku mendiami padang pasir Iraq, selama itu aku tidak pernah bertemu dengan orang, maupun diketemukan orang. Pada masa itu sekelompok Jin dan Rijal Gaib datang kepadaku dan aku mengajarkan jalan menujun Allah kepada mereka. Nabi Khidir AS menemaniku pada saat aku tiba di Iraquntuk pertama kali walaupun aku tidak pernah berjumpa beliau sebelumnya. Baliau mengajukan syarat kepadaku untuk tidak membantahnya dan berkata kepadaku “Duduk di siniakupun duduk di situ selama tiga tahun dan setiap tahun beliau mendatangiku dan berkata “tetap di tempatmu sampai aku datangPada masa itu , dunia serta segala kemewahan dan keindahannya menjelma dan datang kepadaku namun Allah melindungiku dari semua itu Kemudian setan mendatangiku dalambentuk yang menakutkan dan memerangiku namun Allah menguatkanku. Allah tampakkan pula nafsuku dalam bentuk yang terkadang tunduk kepada apa yang aku inginkan tapi kadang pula memerangiku dan Allah memenangkan aku atas dirinya. Semua metode mujahadah aku jalani pada masa awal perjalanan spiritualku bertahun tahun lamanya aku menempati pinggiran kota menempa diri. Ada kalanya dalam setahun aku hanya memakan makanan dan tidak minum. Kemudian pada tahun berikutnya aku hanya minum dan tidak makan. Kamudian tahun berikutnya aku tidak makan dan minum serta tidur selama setahun.

Pada suatu malam yang sangat dingin aku tertidur di Iwan Al-Kisra dan bermimpi basah. Aku bangun dan langsung mandi kemudian tidur dan kembali bermimpi . Aku kembali bangun, pergi ke sungai dan mandi besar. Pada malam itu aku berjunub dan mandi sebanyak 40 kali. Akhirnya aku memanjat menara Iwan Al-Kisra karena takut akan bermimpi lagi “.

“Betahun tahun aku hanya tinggal di sebuah gubuk reyot dan hanya makan kain bajuku. Setiap tahun seseorang memakai jubah sufi dating kepadaku dan memasukkan aku ke seribu fan hingga aku melupakan dunia……..Saat itu aku hanya dikenal sebagai si bodoh atau si gila dan berjalan dengan bertelanjang kaki. Aku selalu melewati rintangan yang ada dan tidak takluk kepada nafsu dan tiak pula tergoda dengan kemewahan dunia “.

Syaikh Umar meriwayatkan bahwa beliau pernah mendengar Syaikh Abdul Qadir berkata, “Pada permulaan perjalanan spiritualku, bernagai kondisi spiritual mendatangiku. Aku menyambutnya dan tenggelamlah “aku “ di dalamnya. Dalam keadaan tersebut aku biasanya berlari-lari tanpa sadar. Bila aku keluar dari kondisi tersebut, aku akan mendapatkan diriku telah jauh dari tempat aku masuk ke dalam kondisi spiritual tersebut “.

Pernah suatu ketika aku masuk ke dalam sebuah kondisi spiritual di Baghdad dan aku berlari kira-kira satu jam tanpa sadar. Setelah sadar aku mendapati diriku berada di negeri Systar yang berjarak 12 hari perjalanan dari Baghdad. Ketika aku sedang memikirkan perkaraku ini , tiba-tiba ada seorang wanita berkata kepadaku, ’engkau terpesona dengan kondisimu padahal engkau Syaikh Abdul Qadir Jailani ‘.

Syaikh Utsman Shairafi meriwayatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir bercerita, “Siang mauupun malam aku tinggal di padang pasir, bukan di Baghdad. Sepanjang masa itu para setan mendatangiku berbaris dengan rupa yang menakutkan, menyandang senjata dan melontariku dengan api. Namun saat itu pula aku mendapatkan keteguhan dalam hatiku yang tak dapat aku ceritakan dan aku mendengar suara dari dalam hatiku yang berkata “Bangkit hai Abdul Qodir” telah kami teguhkan engkau dan kami dukung engkau. dan ketika aku bangkit mereka pun kocar-kacir, kembali ke tempat semula
Setelah itu ada setan lagi datang dan mengancamku dengan berbagai ancaman, akupun bangun dan menamparnya hingga dia lari pontang panting. Kemudian aku baca Laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adziim, dan terbakarlah ia. Di lain waktu setan mendatangiku dengan rupa seorang yang buruk rupa dan berbau busuk seraya berkata “Aku Iblis datang melayanimu karena ku dan para pengikutku telah putus asa terhadapmu. “Pergikataku kepadanya. aku tidak percaya dengan apa yang engkau ucapkan. Saat itu muncul tangan dari langit memukul ubun-ubunnya hngga iblis tersebut terbenam ke dalam bumi.
Ke dua kalinya iblis tersebut mendatangiku dengan membawa sebuah bola api untuk menghancurkan aku. Ketika itu datanglah seorang berjubah dengan mengendarai seekor kuda memberikan sebilah pedang kepadaku. Melihat hal ini si iblis mundur, tidak jadi menyerangku.
Ketiga kalinya aku melihat iblis duduk menjauh dariku sambil menaburkan tanah di kepalanya seraya berkata ” Aku putus asa terhadap dirimu wahai Abdul Qodir” maka aku jawab “Aku tetap curiga terhadapmu”. mendengar jawabanku ini iblis berkata ” ini lebih dahsyat daripada bala”……………..

Kemudian disingkapkan kepadaku berbagai jaring. ‘Apa ini?’ tanyaku. ‘ini’ jawab sebuah suara, ‘adalah jarring-jarring dunia yang menjerat orang-orang sepertimu ‘. Akupun berpaling dan melarikan diri darinya. Aku habiskan satu tahun untuk memeraginya hingga aku dapat lepas dari semua itu. Setelah itu disingkapkan kepadaku berbagai sebab yang berhubungan dengan diriku. ’Apa ini ?’. Tanyaku. ’ini adalah sebab musabab kemakhlukan yang berhubungan dengan dirimu, ’ jawab sebuah suara kepadaku. Akupun menghadapinya selama setahun sampai hatiku lepas dari semua itu ’.

Tahap selanjutnya disingkapkan kepadaku isi dadaku dan aku melihat hatiku tergantung kepada berbagai hubungan. Aku bertanya “apa ini?” suara tersebut menjawab ,’ini adalah kemauan dan plihanmu,’ Jawaban tersebut membuatku menghabiskan waktu setahun lainnya untuk memerangi hingga aku dapat lepas dari semua itu,’.

Berikutnya disingkapkan kepadaku jiwaku dan aku melihat berbagai penyakit masih bercokol, hawa nafsunya amsih hidup dan setan yang ada di dalamnya masih bercokol, haw nafsunya masih hidup dan setan yang ada di dalamnya masih melawan. Aku memerlukan setahun lainnya untuk memerangi semua itu hingga berbagai penyakit hati hilang., hawa nafsunya mati dan setan berhasil aku tundukkan. Dengan demikian segala sesuatu hanya untuk Allah semata’.

Pada tahap ini akku benar-benar sendiri, semua yang eksis aku tinggalkan di belakang dan aku tetap belum berhasil mencapai junjunganku. Aku seret diriku ke pintu tawakal agar dapat masuk menemuinya. Namun setibanya aku di pintu tersebut, aku mendapatkan kerumunan orang yang membuatku mundur. Begitu pula di pintu syukur, kekayaan, kedekatan, penyaksian (musayhadah) semuanya penuh dengan orang-orang. Akhirnya aku menyeret diriku ke pintu kefakiran. Aku dapati pintu tersebut kosong dari orang-orang, maka aku memasukinya dan mendapatkan di dalamnya berisi semua yang aku tinggalkan dan Harta Karun paling besar dan Kemuliaan Paling Agung (Allah SWT)”.

Syaikh Abu Muhammad Abdullah Al-Jaba’I menyatakan bahwa Syaikh Abdul Qadir pernah berkata, “Suatu saat aku duduk di tengah padang pasir, sedang mengulang-ulang pelajaaran fiqih dalam keadaan kelaparan. Tiba-tiba muncul suara yang berkata kepadaku ,’ Mengapa Aku tidak melihatmu meminjam uang agar engkau dapat belajar fiqih –atau menuntut ilmu- (dengan tenang)’. ‘Bagaimana aku berhutang sedang aku tidak sanggup untuk melunasinya ‘. Jawabku. Kemudian suara tersebut berkata , ‘cari pinjaman dan kami yang akan membayarnya’.

Akupun pergi ke seorang penjual sayur dan berkata kepadanya, ‘maukah engkau bertransaksi kepadaku tapi dengan syarat jika aku aku dapat mengembaloikan apa yang aku pinjam maka aku akan mengembalikannya kepadamu . Namun jika aku mati dan tidak dpat mengembalikannya maka engkau menghalalkannya untukku. Yang aku minta adalah sepotong roti dan sedikit seledri ’. Penjual tersebut menangis mendengar permintaanku dan berkata, ’Sayyidi (tuanku), aku halalkan semuanya untukmu. Ambil saja yang engkau suka ’. Sejak saat itu aku selalu menerima sepotong roti dan seledri. Namun setelah hal tersebut berjalan beberapa lama mulai timbul perasaan tidak enak di hatiku karena ketidak mampuanku membayar si pedagang.

Sat itu sebuah suara berkata kepadaku, “Pergilah ke tempat A. dan bayarkan kepada pedagang tersebut apa yang engkau lihat di atas batu ’. Akupun ke tempat tersebut dan melihat sebongkah besar emas di atas batu yang kemuduan aku bayarkan kepada si pedagang “.

Dalam riwayat yang lain Syaikh Al-Jaba’I meriwayatkanbahwa Syaikh Abdul Qadir pernah berkata, “aku sedang bersama orang-orang belajar fiqih ketika suatu saat musim panen tiba. Oranag-orang tersebut biasanya pergi ke Rusytaq untuk meminta sedikit bagian dari panen. Pada suatu hari mereka akan pergi ke Ba’quba dan mengajakku. Akupun pergi bersama mereka.

Di Ba’quba tinggal seorang Shaleh bernama Ya’qubi. Ketika ia melihatku, dia berkata kepadaku, ’Murid Al-Haq (yang menginginkan Allah) dan orang-orang saleh tidak pernah meminta sesuatu kepada seseorang. ’beliau melarangku untuk meminta sesuatu kepada manusia. Dan sejak saat itu aku tidak pernah pergi ke tempat tersebut.”

Syaikh Abdul Qadir juga pernah berkataa, “suatu malam aku tenggelam dalam kondisi spiritual yangn membuatku berteriak. Saking kerasnya teriakanku, para penjaga sampai terkejut dan mendatangiku. Ketika mendapatiku sedang tersungkur di tanah, mereka segera mengenaliku dan berkata, ini Abdul Qadir Al-Majnuun (si gila) yang sengaja mengagetkan kita untuk iingat kepada Allah “.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008