Jumat, 08 Januari 2010

Jika aku kehendak maka mereka tiada mempedulikan kita


Syaikh Umar Al-Bazaar berkata, di suatu hari Jum’at aku dan Syaikh Abdul Qadir berangkat menuju masjid raya untuk melaksanakan shalat Jum’at. Di sepanjang perjalanan tidak ada seorangpun yang menyalami beliau. Dalam bathin aku berkata, “Biasanya kita pergi ke masjid dengan penuh perjuangan karena banyaknya yang berdesakan ingin menyalami sang Syaikh”. Selesai bathinku berkata demikian, tiba-tiba orang berduyun-duyun mengucapkan salam kepada kami, dan sang Syaikh memandangku dengan tersenyum. Akupun kembali berkata dalam hati., “Ini lebih baik daripada yang tadi”. 


Selesai aku membathin yang demikian, sang Syaikh berpaling kepadaku dan berkata, “Umar, engkau yang meminta semua ini. Apakah engkau tidak mengetahui bahwa hati seluruh manusia berada di tanganku. Jika aku kehendaki maka mereka tiada mempedulikan kita, atau sebaliknya mereka akan tertarik kepada kita”.
Asy-Syarif Abu Al-Fath Al-Hasyimi Al-Muqra meriwayatkan, pada suatu hari Syaikh Abdul Qadir mengundangku untuk membaca Al-Qur’an. Ketika aku membacanya, beliau menangis dan berkata kepadaku, “Demi Allah akan aku do’akan engkau”. Kemudian salah seorang wali bangkit dari tempat duduknya dan berkata, “Tuanku, dalam tidurku aku bermimpi bertemu dengan Allah SWT. Pintu-pintu surga telah dibuka dan singgasana telah diberikan kepadamu. Lalu ada suara yang berkata kepadaku, “Berbicaralah”. Namun aku berkata dalam hati, ‘Aku tidak akan menceritakannya kecuali Syarif Al-Muqri datang’. Lalu suara tersebut kembali berkata, ‘Sekarang dia sudah datang’. Dan akupun berkata, ‘sekarang aku berbicara’.
Syaikh Al-Arif Abul Qasim Muhammad bin Ahmad bin Jahni berkata, aku biasanya duduk di sebelah kursi tempat sang Syaikh mengajar. Di sela-sela kaki kursi tempat beliau mengajar, ada dua nuqaba’ dan hanya orang-orang yang telah mencapai kondisi spiritual yang dapat duduk di kursi yang paling depan. Di bawah kursinya duduk pula beberapa orang pria yang memiliki kegagahannya seperti singa.
Pada suatu ketika sang Syaikh sedang tenggelam dalam kondisi spiritual sampai tidak menyadari bahwa lilitan serbannya sampai terlepas dan terjatuh. Seketika itu pula orang-orang melemparkan lilitan serban dan serban mereka. Setelah selesai beliau memerintahkan kepadaku untuk mengembalikan lilitan serban dan serban yang dilemparkan tadi kepada yang punya. Akupun melakukannya sampai hanya tersisa satu ikatan yang tidak aku ketahui pemiliknya dan pada saat itu tidak ada satu orangpun yang masih tersisa di sana. Syaikh Abdul Qadir berkata kepadaku, “Berikan benda itu kepadaku”. Akupun menyerahkannya kepada sang Syaikh dan meletakkannya di bahu kanan beliau, dan tiba-tiba serban tersebut menghilang. Ketika beliau turun dari kursinya beliau memegang bahuku dan berkata, “Abul Qasim, ketika orang-orang melemparkan serban dan lilitannya kepadaku, saudara perempuanku yang berada di Asfahan juga melakukan hal yang sama. Saat kau mengembalikan semua yang dilempar kepada pemiliknya dan meletakkan serban tersebut di pundakku, dia mengulurkan tangannya dan mengambilnya dari pundakku”. 


0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008