Sabtu, 09 Januari 2010

BELIAU SELALU MELAKSANAKAN SHALAT SUBUH DENGAN WUDHU SHALAT ISYA’




Di dalam riwayat lain dikatakan, Suatu hari sang Syaikh berkata berbicara tentang qudrat الله .perkataan tersebut menyebabkan yang hadir takut dan khusyu’. Kemudian melintaslah seekor burung yang sangat indah yang membuat beberapa orang mengalihkan perhatian dari mendengarkan ceramah sang Syaikh kepada burung tersebut. Syaikh Abdul Qadir kemudian berkata, “Demi kemaha agungan الله yang disembah, jika aku mengatakanmatilah terpotong-potongkepada burung tersebut maka hal itu pasti terjadi”. Setelah beliau selesai mengucapkannya, burung tersebut jatuh ke bumi dalam keadaan tewas terpotong-potong”.

Syaikh Baqa bin Bathu An-Nahri Al-Makki berkata,“Ketika sang Syaikh berbicara di tangga pertama kursinya tiba-tiba perkataan beliau terputus dan beliau tidak sadarkan diri beberapa saat. Setelah sadar beliau langsung turun dari kursi dan kemudian kembali menaiki kursi tersebut dan duduk di tangga kedua. Dan aku menyaksikan tangga pertama tersebut memanjang sepanjang penglihatan dan dilapisi sutera hijau. Duduk di sana رسول الله SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali RA. Saat itu الله SWT ber-tajaly sehingga membuat beliau miring dan hampir jatuh jika tidak dipegang oleh رسول الله SAW. Kemudian beliau tampak semakin mengecil hingga sebesar burung, kemudian menjadi sangat besar dan kemudian semakin menjauh dariku”.
Ketika syaikh Baqaditanya tentang penglihatannya kepada رسول الله SAW dan para sahabatnya, beliau berkata, “Semua itu adalah arwah mereka yang membentuk. Hanya mereka yang dianugerahi kekuatan saja yang dapat melihat mereka dalam bentuk jasad dan segala sifat fisik. Hal ini didasarkan kepada hadits yang berkenaan dengan mi’raj Nabi SAW”.
Sedangkan saat beliau ditanya tentang sang Syaikh yang mengecil dan membesar, Syaikh Baqaberkata, “Tajalli pertama tidak bisa ditahan oleh orang biasa kecuali dengan pertolongan Nabi. oleh karena itu Syaikh Abdul Qadir nyaris terjatuh jika tidak ditolong oleh رسول الله SAW. Sedangkan Tajalli kedua didasarkan pada sifat ke-Agungan yang berasal dari Yang Disifati, oleh karena itu beliau mengecil. Sedangkan tajalli ketiga didasari pada sifat ke-Maha Indahan, oleh karena itu beliau membesar. Semua itu adalah anugerah الله kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan sesungguhnya الله memiliki anugerah yang agung”.

Syaikh Mas’ud bin Al-Haritsi berkata, “Aku pernah menghadiri majlis yang dihadiri Syaikh jakir dan Syaikh Ali bin Idris RA. Keduanya memulai majlis tersebut dengan menyebutkan beberapa orang syaikh tempat mereka belajar. Ketika sampai pada Syaikh Abdul Qadir, Syaikh Jakir berkata, “Belum pernah di dunia ini muncul seorang syaikh yang lebih sempurna (kondisi spiritualnya), yang labih dipatuhi, lebih cakap, yang lebih sempurna sifatnya dan lebih tinggi maqamnya dibandingkan dengan Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli. Beliau mengalihkan ke-qutub-an nya kepada syaikh Ali bin Al-Hitti.”

Syaikh Abdul Qadir berkata, “Siapapun yang mencapai kondisi ke-qutub-an, maqamnya tenggelam dalam jalurnya, menguasai semua sisi dan menyatukan semua sebabnya, makasejauh pengetahuan kami- akan mendapatkan sesuatu yang tidak didapatkan oleh syaikh lainnya.”

Setelah itu aku menemui syaikh Idris dan menanyakan kepadanya tentang perkataan syaikh Jakir, dan beliau berkata, “Pernyataan beliau sesuai dengan apa yang beliau saksikan dan sesuai dengan pengetahuan yang diberikan الله kepadanya. Beliau adalah orang yang sangat obyektif dalam setiap perkataan dan perbuatannya”.

Syaikh Abu Amru Utsman Ash-Shairafani dan Syaikh Abdul Haq Al-Harimi meriwayatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir pernah menangis dan berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana aku dapat menghadiahkan rohku kepada-Mu sedangkan dalil-dalil telah menyatakan bahwa segalanya adalah milikmu”.

Syaikh Abdul Qadir pernah menyitir sebuah syair :
Ke’arab-an tak berguna tanpa ketaqwaan
Ke’ajaamn tidak mempengaruhi ketaqwaan

Abu Amru utsman bin ‘Asyur As- Sanjari menyatakan bahwa dirinya pernah beberapa kali mendengar syaikh Suwaid As-Sanjari berkata, “Syaikh Abdul Qadir adalah tuan (sayyid), syaikh, imam dan panutan kami dalam menmuju الله dan Rasul-Nya. Beliau nomor satu pada masanya dalam masalah pengetahuan tentang kondisi spiritual para sufi (Al-Haal),perbuatan, perkataan (al-qaal), dan berbagai maqam yang ada di hadapan الله SWT.”

Syaikh Abu AbduLlah bin Ahmad bin Ismail bin Syaikh Suwaidi As-Sanjari menyatakan bahwa ia sering mendengar ayahnya berkata, “Ayahku sering menyebut-nyebut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli bahkan di majlisnya, sampai banyak orang yang merasakan rindu ingin berjumpa dengannya. Suatu ketika beliau berkata, “Syaikh Abdul Qadir berasal dari Hadrat Al-Quds”.

Syaikh Harawi berkata, “aku melayani Syaikh Abdul Qadir selama 40 tahun, selama itu beliau selalu melaksanakan shalat subuh dengan wudhu shalat isya’. Jika beliau berhadats, beliau segrera memperbaharui wudhunya. Dan setelah shalat isya’ beliau masuk seorang diri ke dalam ruang khalwatnya dan tidak keluar hingga fajar. Berkali-kali khalifah datang menemuinya pada malam hari dan harus menunggu hingga subuh tiba. Pada suatu ketika seseorang berkata kepada beliau, “Betapa enaknya orang-orang gila”. Beliau berkata, “Orang waras yang memikirkan الله itu lebih baik karena orang gila telah dicerabut akalnya. Orang-orang waras akan dibangkitkan sifat-sifat Ilahiyah dalam dirinya hingga tidak ada sehelai jenggotnya pun yang memiliki tenaga yang mampu menanggung beban kenabian.”

Syaikh Abu Sulaiman Daud Al-Munbaji berkata, “Ketika aku sedang berada di hadapan Syaikh Aqil tiba-tiba seseorang berkata kepadanya, “Seorang pemuda ajam (non arab) bernama Abdul Qadir telah menjadi seorang yang masyhur di Baghdad”. Syaikh Al-Munbaji berkata, “Perihalnya di langit lebih masyhur dari pada di bumi. Dia lah pemuda yang dipanggil dengan Baaz al-asyhab di langit, akan menjadi al-Fard di masanya, dan semua perkataan akan dikembalikan kepadanya.”
Syaikh Aqil-lah yang pertama menggelari Syaikh Abdul Qadir dengan Baaz al-asyhab.’”

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008