Jumat, 08 Januari 2010

Keutamaan dan Karamah Sang Syaikh


Keutamaan dan Karamah Sang Syaikh



makkah11.jpg Para ulama dan syaikh memuji dan mengagungkannya serta sangat menjaga sopan santun ketika berada di majlisnya.

Murid Syaikh Abdul Qadir tidak terhitung banyaknya, mereka adalah orang-orang yang berbahagia di dunia dan di akhirat. Tidak seorangpun dari mereka yang meninggal dunia kecuali dalam keadaan bertobat dan 7 generasi dari murid pertamanya masuk surga.


Syaikh Ali Ghartsani meriwayatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir berkata, “Aku bertanya kepada malaikat penjaga neraka,’ Apakah ada sahabatku (murid) di dalam neraka ?’. Tidak seorangpun, ’ jawab sang malaikat. Demi keagungan Allah, hubunganku dengan para muridku bagaikan langit dan bumi. Jiak para muridku tidak bagus, maka aku bagus. Demi keagungan Allah, aku tidak akan mengangkat kakiku dari hadapan Allah di hari kiyamat, hingga dia memasukkan aku dan para muridku ke surga”.


“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang menyebut namamu namun tidak mengambil bai’at darimu. Apakah dia termasuk muridmu ?” Tanya seseorang kepada beliau. Beliau ,menjawab, “Siapapun yang menyebut namaku atau menisbatkan sesuatu kepadaku maka Allah akan mengkatagorikannya sebagai muridku, walaupun penyebutan dan penisbatan tersebut dilakukan dengan kebencian”.

“Orang Muslim yang lewat di depan pintu madrasahku akan diringankan Allah Azab hari akhir”, demikian yang dikatakan Syaikh Abdul Qadir. Kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau dan berkata, “Tuanku, tadi malam aku bertemu dengan ayahku yang sudah meninggal dalam mimpi dan ia berkata kepadaku bahwa dia di azab di dalam kuburnya. Dia memintaku untuk menemui anda dan memintakan do’a untuknya”.

“Pernahkah ayahmu lewat di depan pintu madrasahku ?” Tanya sang Syiakh.

“pernah” jawabnya.

Beberapa hari kemudian , pria tersebut kembali menghadap sang Syaikh dan berkata,”Tuanku, tadi malam aku bermimpi bertemu dengan ayahku. Kali ini ia tertawa, memakai pakaian berwarna hijau dan berkata kepadaku, ‘Azab kuburku telah diangkat berkat berkah Syaikh Abdul Qadir. Karena itu hendaknya engkau selalu mengikutinya “. Mendengar penuturan tersebut Syaikh Abdul Qadir berkata ,” Allah telah memberikan janjinya kepadaku untuk meringankan azab setiap muuslim yang lewat di depan pintu madrasahku”.

Dalam suatu riwayat, beliau ra mendengar suara teriakan dari dalam sebuah kubur di pekuburan Bab Al-Azaj. Beliau berkata kepada si mayit , “Apakah engkau pernah berbai’at kepadaku.”tidak” jawabnya. “Apakah engkau pernah menjadi makmumku ?”Tanya beliau. “Tidak” jawabnya. Beliau berkata “orang-orang yang berlebih-lebihan memang pantas mendapatkan kerugian “. Setelah itu beliau menundukkan kepalanya sejanak lalu dengan pancaran karisma yang luar biasa beliau mengangkat kepala seraya berkata, “Malaikat as. Berkata kepadaku bahawa dia melihat wajahmu dan berbaik sangka kepadamu dan dengan berkahmu , Allah merahmatinya”. Setelah itu beliau tidak lagi mendengar pekikan dari kubur tersebut.

Syaikh Abu Najib Abdul Qahir As-Sahrawardi bercerita bahwa pada setiap malam selalu terdengar suara dengungan seperti dengungan lebah dari Syaikh Hammad Ad-Dabbas. Peristiwa tersebut diadukan oleh salah seorang muridnya kepada Syaikh Abdul Qadir dan meminta beliau untuk menanyakan hal tersebut kepada Syaikh Hammad (saat beliau masih berguru kepada Syaikh Hammad, tahun 508 H). Ketika Syaikh Abdul Qadir menanyakan hal tersebut kepada Syaikh Hammad, beliau menjawab “Aku memiliku 12.000 murid dan setiap malam aku menyebut nama mereka satu persatu. Aku memohonkan kepada Allah hajat mereka dan agar mereka tidak melaksanakan maksiyat yang direncanakannya serta karena takutnya lalu bertobat kepada Allah”.

Mendengar jawaban itu Syaikh Abdul Qadir berkata, “Andai saja Allah menganugerahkan kepadaku kedudukan di sisiNya aku akan meminta Allah bersumpah agar semua muridku hingga hari kiyamat meninggal dalam keadaan bertobat dengan aku sebagai jaminan mereka”. Syaikh Hammad berkata,”Aku bersaksi bahwa Allah memberikan apa yang dia minta dan membentangkan bayang ke-Agungan-Nya kepada mereka semua”.

Syaikh Abdullah Al-Jaba’I meriwayatkan salah seorang murid Syaikh Abdul Qadir yang bernama Umar Al Halawi pergi selama bertahun-tahun. Ketika pulang beliau menanyakan kemana kepergiannya selama ini. Umar Al-Halawi berkata kepada Syaikh Abdullah Ad-Dabbas, Aku mengelilingi Mesir hngga Maghrib dan aku berjumpa dengan 360 Wali Allah, mereka semua berkata “Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah Syaikh dan pemimpin kami”.

Abu Najjar pada Bab pertama kitab Tarikhnya menyatakan bahwa dia pernah membeca dalam tarikh karangan Abi Suja’ Adz-Dzahabi per-tahun 526 H. dinyatakan bahwa pada saat itu tembok Baghdad mulai dibangun dan tidak ada seorangpun orang alim yang tidak turut serta dalam pembangunan tersebut beserta jama’ahnya. Suatu waktu Adz-Dzahabi melihat seorang wakil Bab Al-Azj, murid Syaikh Abdul Qadir, membawa batu di kepalanya sambil menaiki sapi. Menurut saya (penulis) kisah ini menggambarkan Syaikh Abdul Qadir menduduki posisi tertinggi di Baghdad pada saat itu.

Suatu ketika Syaikh Abdul Qadir menghadap Syaikh Hammad Ad-Dabbas lalu kemudian pergi. Sepeninggalnya, Syaikh Hammad berkata,”Pada waktunya nanti, kaki orang asing ini (Syaikh Abdul Qadir) akan berada di punggung setiap Wali dan dia akan diperintah oleh Allah untuk mengatakan ‘kedua kakiku ini ada di punggung setiap wali’” dan hal tersebut benar-benar terjadi pada waktunya.

Syaikh Hammad Ad-Dabbas bercerita tentang Syaikh Abdul QAdir saat beliau masih menjadi pemuda. Beliau berkata, “Aku melihat ada 2 alam di atas kepalanya, mulai dari alam bawah sampai alam malakut. Aku juga mendengar ada derapan langkah di langit yang mengikutinya”.

Syaikh Mahmud An-Na’al meriwayatkan bahwa ayahnya bercerita,”Saat Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani muda datang kepada Syaikh Hammad Ad-Dabbas, aku sedang berada di sana. Syaikh Hammad bangkit dari duduknya dan berkata, “Selamt datang wahai gunung kokoh dan tinggi” lalu mendudukkan Syaikh Abdul Qadir di sisinya. Kemudian beliau bertanya kepada Syaikh Abdul Qadir ,’apa perbedaan antara hadis dan kalam’. ‘hadits’ jaawab beliau ‘keluar sebagi jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan kepadamu. Sedangkan kalam bersumber dari keinginan yang kuat dalam hati untuk menyampaikan sesuatu’.

Mendengar jawaban tersebut Syaikh Hammad berkata, “engkaulah Sayyid Al-Arifiin (pemimpin golongan arif) masamu. Panji-panjimu akan berkibar dari timur ke barat, punggung orang-orang masamu akan membungkuk di hadapanmu, derajatmu akan ditinggikan dan para sahabatmu’.

Abu Najib AS-Suhrawardi meriwayatkan bahwa beliau sedang bersama Syaikh Hammad Ad-Dabbas ketika Syaikh Abdul Qadir mengatakan perkataan yang luar biasa. Hal ini terjadi pada tahun 523 H. mendengar ucapan tersebut Syaikh Hammad berkata kepada beliau “Abdul Qadir, engkau telah berbicara, tidakkah engkau takut Allah akan menurunkan makarNya kepadamu.”

Syaikh Abdul Qadir menjawab pertanyaan tersebut dengan meletakkan telapak tangannya ke dada Syaikh Hammad dan berkata “lihat apa yang tertulis di telapak tanganku dengan mata hati anda”. Setelah hening sejenak Syaikh Abdul Qadir mengangkat telapak tangannya dan Syaikh Hammad berkata,”Aku baca di telapak tangannya bahwa dia telah mengambil 70 janji Allah dan salah satunya adalah dia (Syaikh Abdul Qadir) tidak (dijaga) dari melakukan makar terhadap Allah. Teruskan, hal tersebut adalah kemurahan Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah maha Pemurah”.

Syaikh Abu Su’ud Abdullah, Muhammad Al-Awwani dan Umar AL-Bazzaz bersaksi bahwa dengan menjadikan dirinya sebagai jaminan Syaikh Abdul Qadir menyatakan semua muridnya meninggal dalam keadaan bertobat dan 7 generasi murid beliaiu dijamun masuk surga. Berkenaan dengan hal ini berliau berkata, “Aku yang menanggung muridku dan muridnya muridku hingga 7 generasi. Jika ada diantara muuridku yang akan dibukakan auratnya dan kami berada di ujung jarak yang terpisah dia yang di timur dan aku yang di barat, maka aku akan menutupi auratnya. Allah telah memerintahkan kepadaku unutk tidak menampakkan kesedihan di depan para sahabat. Aku adalah keberuntungan bagi mereka yang pernah melihatku dan aku juga adalah kerugian yang tidak pernah melihatku “’

Syaikh Ali Al-Qurasyi meriiwayatkan bahawa Syaikh Abdul Qadir pernah berkata, “Diberikan kepadaku sebuah catatan berisi nama para sahabat dan nama para muridku hingga hari kiyamat emudian ada suara yang berkata kepadaku,’Aku berikan mereka kepadamu ;”.

Diriwayatkan oleh Sahal bin Abdullah At-Tastari, pada suatu ketika penduduk Baghdad kehilangan Syaikh Abdul Qadir. Sebuah suara kemudian memerintahkan mereka untuk mencarinya di sungai Dajlah. Sesampainya di sungai tersebut, mereka melihat sang Syaikh sedang berjalan di atas air menuju ke arah mereka dan seluruh makhluk di sungai tersebut maju menciumi tangan beliau. Saat itu waktu salat Dzuhur telah tiba. Sekonyong-konyong munculah sebuah sajadah hijau berhias emas dan perak bertuliskan (pada baris pertama) “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dana tidak pula mereka bersedih hati”. (Yunus : 62). Dan pada baris ke dua “ Salaamun ‘alaikum ahlal baiti innahuu hamiidum majiid” membentang antara alngit dan bumi. Kemudian datanglah serombongan orang hitam yang dipimpin oleh seorang dengan charisma dan kewibawaan luar biasa, mereka menangis namun diam tidak bergerak bak di ikat dengan rantai Qudrah . Saat tiba waktunya menunaikan salat, sang Syaikh menaiki sajadah tersebut dan orang-orang tadi dan penduduk Baghdad shalat di belakang beliau.

Saat beliau bertakbir, para pemikul ‘arsy juga ikut bertakbir. Saat beliau bertasbih, para malaikat di tujuh langit juga ikut bertasbih. Saat beliau mengucapkan hamdalah dari mulutnya keluar sinar hijau yanga memenuhi ufuk. Selesai shalaat beliaua mengangkat ke dua tangannya dan kami mendengar beliau berdo’a,

Allahumma inny as’aluKa bihaqqi Jiddy Muhammad Habiibika wakhoiroti kholqiKa, wa a-baaiy innaka laa taqbidhuu ruuha muriidy au muriidaty illaa ‘ala taubah

Yaa Allah demi kakekku Muhammad kekasih dan makhluk pilihanMu serta kedua orang tuaku, aku memohon kepadamu agar semua muridku baik pria maupun wanita meninggal dalam keadaan taubat”.


Saat itu kami mendengar kepakan para malaikat mengamini beliau. Maka kami segera mengamini beliau. Setelah itu, sebuah suara di atas berkata, “Bergembiralah Aku telah kabulkan permintaanmu”.

Para penghulu para Syaikh Al-Hafidz Abdul Ghani dan Syaikh Muwafaquddin bin Qudamah serta Syaikh Abdul Muluk bin Diyal meriwayatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir menyatakan bahwa orang yang mencintainya akan mendapatkan kebahagiaan yang tidak terukur.

Saikh Abu Hasan Al-Jusaqi meriwayatkan pada suatu ketika Syaikh Ali Al-Hitti dan Syaikh Baqa bin Bathu sedang berada bersama Syaikh Abdul Qadir, beliau berkata, “Aku memiliki kekuatan yang tidak tertandingi ; kuda tercepat di setiap tempat, sultan di setiap tentara yang tidak dapat dibantah ; khalifah yang tidak akan turun dari jabatannya”. Syaikh Ali Al-Hitti berkata,”Aku dan para pengikutku adalah pelayanmu”.

Syaih Daud Al-Baghdadi meriwayatkan; pada tahun 458 H beliau bertemu dengan Syaikh Ma’ruf Al-Kharqi dalam mimpi dan dia berkata, “Yaa Daud, ceritakan kisahmu yang kemudian akan aku ceritakan di hadapan Allah”. Syaikh Daud Al-Baghdadi berkata,”Dan aku harus mengesampingkan Syaikh-ku ?” (Syaikh Abdul Qadir). Syaikh Ma’ruf berkata, “Tidak jangan pernah engkau mengenyampingkannya dan kami juga tidak mengenyampingkannya”. Setelah itu aku bangun dan pergi ke madrasahnya (Syaikh Abdul Qadir) pada waktu sahur untuk mengabarkan hal tersebut. Baru saja aku duduk di madrasah ketika beliau berkata kepadaku dari dalam ruangannya tanpa sempat aku berbicara kepada beliau, “Daud, Syaikhmu tidak dikesampingkan dan mereka juga tidak mengenyampingkannya. Sekarang ceritakan kisahmu dan aku akan sampaikan di hadapan Allah”. Akupun meyampaikan masalahku yang kemudian solusinya diberikan oleh beliau’.

Al-Hafidz Muhammad bin Rafi’ dalam kitab Taarikhnya meriwayatkan dari Ibrahim bin Sa’ad bin Muhammad bin Ghanim bin Abdullah bin Tsa’labi Ar-Ruumi menyatakan pada tanggal 10 Dzul Qa’dah 639 H di Dar Al-Hadits, Kairo “Saat ditanya pendapatnya tentang Al-Hallaj, Syaikh Abdul Qadir berkata, “ Kesalahannya terlalu besar sehingga diputuskan dengan syari’at”.

Syaikh Umar Al Bazaar berkata, “Saat Husain Al-Hallaj tergelincir, tidak ada seorangpun yang mengulurkan tangan menolongnya pada saat itu. Seandainya aku ada pada saat itu niscaya ia akan aku tolong. Orang-orang yang menolong mereka yang tergelincir seperti dia adalah muridku, yang mencintaiku dan sahabatnya hingga hari kiyamat”.

Komentar Syaikh Abdul Qadir tentang Al-Hallaj cukup banyak dan terkumpul dalam kitab berjudul Daarul Jawaahir karangan Al-Hafidz Abu Farrj Al-Jauzi dan kitab Al-Bahjah fii manakib Syaikh Abdul Qadir Jailani wa hal thabaqatihi minal auliya karya Syaikh Nuruddin Abu Hasan Ali Al-Khammi.




Syaikh Abu Fath Al-Harawi berkata, “Tidak ada seorangpun yang mengulurkan tangannya kepada seorang Syaikh (berbai’at), yang lebih beruntung daripada murid Saikh Abdul Qadir.” Kemudian beliau menyatakan pernah mendengar Syaikh Abu Sa’id Al-Qalyawi (dalam riwayat lain Syaikh Abu Sa’ad) berkata, “Syaikh Abdul Qadir tidak akan meninggal dunia kecuali setelah memastikan yang mengikutinya selamat.”

Syaikh Baqa’ bin Bathu berkata, “Aku melihat para pengikut Syaikh Abdul Qadir bersama golongan Su’ada (golongan orang-orang yang berbahagia).”

Diriwayatkan ketika ada orang yang berkata kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, “Diantara muridnya ada yang berbuat baik dan ada pula yang berbuat keburukan.”Beliau menjawab, “Kebaikan tersebut untukku (pahalanya) sedangkan keburukan tersebut adalah tanggunganku.”

Syaikh Uday bin Abi Barakat Shakhr bin Shakhr bin Musafir menyatakan ayahnya pernah bercerita ketika beliau menemui pamannya Syaikh Uday bin Musafir tahun 454 H. di Zawiyahnya di daerah Jabar, beliau berkata, “Setiap orang yang meminta Bai’at dariku pasti aku kabulkan kecuali para pengikut Syaikh Abdul Qadir. Mereka telah tenggelam dalam rahimnya. Bagaimana mungkin ada orang yang mau meninggalkan lautan untuk pindah ke kanal kecil.”

Syaikh Idris Al-Ya’qubi berkata, “Pada suatu ketika gurunya Syaikh Ali bin Al-Hitti menggandeng tangannya dan menemui Syaikh Abdul Qadir, kejadian tersebut terjadi pada tahun 550 H. sesampainya di hadapan sang Syaikh beliau berkata, “Ini muridku”. Kemudian Syaikh Abdul Qadir membuka baju yang dipakainya ketika itu dan memakaikannya kepadaku seraya berkata, “Ali, sekarang engkau telah memakai pakaian keselamatan”. Sejak saat itu sampai 65 tahun aku memakainya tak pernah sekalipun aku menderita sakit”.

Aku jugaa pernah menjumpai beliau tahun 560 H. “Sambung Syaikh Idris, “Saat beliau menundukkan kepalanya, aku melihat cahaya memancar dari beliau dan pada saat itu aku dapat melihat kondisi para penghuni kubur, para Malaikat dan tingkatan-tingkatannya. Aku dapat mendengarkan tasbih yang mereka lantunkan dalam berbagai bahasa dan aku dapat membaca apa yang terlihat di dahi setiap orang. Kemudian tersingkaplah atasku berbagai perkara luar biasa. Sang Syaikh berkata kepadaku, “Ambil semua itu jangan takut,’ Aku berkata kepada beliau, “Tuanku, aku takut menjadi gila karenanya,’ Beliau lalu menepuk dadaku, sejak saat itu aku tidak lagi shock apabila melihat pemandangan seperti itu. Sampai saaat ini aku masih melihat dan mendengarkan tasbih mereka”.

Kemudian Syaikh Idris bercerta, “Saat aku pertama tiba di Baghdad, aku tidak memiliki tempat kecuali madrasah beliau (Syaikh Abdul Qadir). Ternyata pada saat itu tidak ada seorangpun yang ada di sana. Sekonyong-konyong aku mendengar suara dari dalam kamarnya, ‘yaa Abdurrozaq (muridnya), keluar dan lihatlah siapa yang datang’. Abdul Razaq keluar melihatku dan masuk kembali seraya berkata , ‘hanya seorang berkulit hitam.’ Syaikh Abdul Qadir berkata,’Anak ini memiliki Sesuatu yang luar biasa ‘ kemudian beliau keluar menemuiku dengan membawa roti dan lauk pauk seraya berkata, ‘kemarilah’. Sebelum ini sekalipun aku tak pernah bertemu dengannya.

Akku berdiri dan menghampiri beliau. Sambil meletakkan roti dan lauk pauk tersebut di kakiku, beliau berkata, “semoga engkau bermanfaat (3X) pada suatu saat nanti, orang akan berduyun-duyun mendatangimu dan derajadmu akan menjadi tinggi”. Dan berkat doa beliau hal tersebut menjadi kenyataan.

Syaaikh Abdul Wahab berkata, “Ayahku (Syaikh Abdul Qadir) berbicara di majlis pengajiannya 3 kali dalam seminggu. Pada pagi di ahri Jum’at, , selepaas Isya’ haari Selasa, dan di pagi minggu. Majlis , tersebut selalu dihadiri para Syaikh, ulama dan para sufi.


‘’’’’’’

Beliau berceramah selama 40 tahun, dimulai pada tahun 521 H. dan berakhir pada tahun 561 H. adapun masa pemberian pengajaran dan fatwanya berlangsung selama 33 tahun. Mulai dari tahun 528 H. dan berakhir pada tahun 561 H. para muridnya selalu membaca kitab dengan benar. Termasuk yang membaca kitab di pengajiannya adalah Mas’ud Al-Hasyimi. Selama majlisnya berlangsung tertcatat 2 orang pria dan 3 orang wanita meninggal dunia. Ceramah dan pengajaran beliau ditulis 400 orang alim dan awam. Dan dalam majlisnya, beliau seering berjalan di udara kemudian kembali ke kursinya”.

Syaikh Umaar Al-Kaimani bercerita :

Majlis Syaikh Abdul Qadir tidak pernah sepi dari orang-orang nasrani dan yahudi yang masuk Islam, dari tobatnya para perampok, pembunuh, pelaku maksiyat, dan yang tersesat.

Pada suatu ketika seorang rahib datang menemuinya dan masuk Islam. Kemudian ia bercerita, “ Aku adalah penduduk Yaman. Ketika Islam telah merasuki jiwaku, aku bertekad tidak akan masuk Islam kecuali dit tangan orang Yaman terbaik. Akupun mulai merenung, siapakah orang itu. Ditengah perenungan tersebut aku tertidur, dan bermimpi bertemu Isa bin Maryam as. Beliau berkata kepadaku,’Orang tua, pergi ke Baghdad dan temui Syaikh Abdul Qadir karena ia adalah orang terbaik di muka bumi saat ini”.

Pada saat yang lain, 13 orang Narani dating ke majlis pengaiannya dan masuk Islam. Kemudian juru bicara mereka berkata, “Kami ini adalah kaum nasrani arab, ketika kami ingin masuk Islam kami berselisih paham tentang di tangan siapa kami harus masuk Islam. Tiba-tiba datanglah suara tanpa wujud yang berkata kepada kami, ‘Wahai orang-orang yang beruntung, pergi ke Baghdad dan bersyahadatlah di hadapan Syaikh Abdul Qadir karena beliau akan memasukkan iman yang tak pernah dapat diberikan oleh selainnya saat ini di hati kalian “’.


“”””””””””

Pada tahun 558 H. di atas kursinya, Syaikh Abdul Qadir berkata, “25 tahun aku hidup mengisolasi diri dan berkelana di padang-padang Iraq. Dan selama 40 tahun aku melaksanakan shalat subuh dengan wudhu Isya’. Selama itu, setelah melaksanakan shalat Isya’ aku berdiri di atas 1 kaki dengan tangan di atas paku karena takut jatuh tertidur. Kkemudian aku buka Al-Qur’an dan menamatkannya pada waktu sahur. Pernah suatu malam, aku berbaring di kasur lalu nafsuku berkata kepadaku, ‘Andai engkau tidur satu jam saja’. Seketika aku bangun, berdiri di atas satu kaki dan membuka Al-Qur’an kemudiian membacanya hingga selesai dalam keadaan seperti itu.”.

Syaikh Abdul Qadir berkata,”Aku pernah tingggal si suatu menara yang kini dinamai menara Ajmi selama 11 tahun. Di dalamnya aku pernah bersumpah kepada Allah untuk tidak makan dan minum sampai akku disuapi dan diberi minum. Sejak sumppppah tersebut aku berada dalam kondisi tidak makan dan tidak minnnum selama 40 hari. Pada hari ke 41, seorang pria datang dan meletakkan makanan di hadapanku lalu pergi. Mellihat keinginan tersebut timbul keinginan dalamn hatiku untuk memakannya namun aku berkata dalam hati, ‘ Demi Allah aku tidak akan melanggar janjiku kepada Allah’. Lalu aku mendengar teriakan perutku yang kelaparan namun aku tidak mepedulikannya.

Saat itu, Syaikh Abu Sa’id Al-Makhzuumi lewat di tempatku dan mendengar gemuruh perutku tersebut. Belliau masuk ke tempatku dan bertanya, ‘Abdul Qadir Apa ini ?’.’Ini adalah (suara ) kegelisahan nafsu sedangkan roh sedang dalam kondisi tenang bersama Allah,’ jawabku. ‘Datanglah ke Bab Al-Aazj kataa beliau kepadaku lalu meninggalkanku.

Aku berkata dalam hati, ’Aku tidak akan keluar dari tempat ini kecuali dengan Allah’. Setelah itu Khidir as. Datang menemuiku dan berkata, ’Bangkit dan pergilah ke Abu Sa’id ’. Akupun pergi kepadanya dan aku mendapati beliau sedang berdiri di depan pintu rumahnya menungguku. Beliau berkata kepadaku, ’belum cukupkah perkataanku tadi ?’ Lalu beliau memakaikan jubah kesufian (tanda bai’at) kepadaku. Semenjak saat itu aku mengikuti beliau “.

Dalam sebuah riwayat, Al-Jaba’I meriwayatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata kepadanya, “Aku ingin tetap hidup di padang pasir sehingga aku tidak pernah melihat orang atau dilihat orang. Namun Allah menginginkan makhluk mengambil manfaat dariku. Di tanganku, lebih dari 5 ribu orang yahudi dan nasrani, telah bertobat para perampok dan pendosa lebih dari 100 ribu orang. Ini adalah suatu kebaikan yang besar”.

Syaikh Ibrahim Ad-Daari meriwayatkan, “Jika Guru kami Syaikh Abdul Qadir pergi ke masjid pada hari Jum’at, orang-orang berjejer di pasar memintakan beliau mendo’akan hajat mereka baik secara terang-terangan mauopun dalam hati.

Pada suatu hari Jum’at beliau bersin dan dan sesaat kemudian bergemuruhlah suara orang orang yang mendo’akan beliau, ‘YaarhamuKaLlah, dan Yarhamuka’ (Semoga Allah merahmati engkau). Gemuruh suara tersebut terdengar sampai ke masjid dan saat itu Al-Mustanjid BiLlah, sang khalifah sedang berada di sana. ‘Ada apa ini’ tanyanya. ‘Syaikh Abdul Qadir bersin dan oraang-orang mendo’akannya’ jawab orang kepada sang Khalifah”.

Ibnu Nuqthah As-Sairafini meriwayatkan :

Pada suatu ketika Syaikh Baqa, Syaikh Ali bin Al-Hitti, dan Syaikh AL Failawi berkunjung ke madrasah Syaikh Abdul Qadir. Mereka menggosok-gosok dan membersihkan pintunya tanpa berani masuk ke dalam tanpa ijin dari beliau. Ketika mereka masuk, Syaikh Abdul Qadir mempersilakan mereka duduk. Mereka berkata kepada sang Syaikh, “dan kami telah mendapatkan keamanan”, “Ya” jawab sang Syaikh’.

Diriwayatkan salah seorang yang hadir dalam majlisnya selalu membentangkan alas ketika sang Syaikh bangkit dan berjalan. Beliau kemudian melarangnya melakukan hal tersebuut namun mereka malah berkata, ‘ dengan cara inilah kami mendekatkan diri kepada Allah’.

Aku (As-Sairafani) juga sering melihat apabila para syaikh Iraq datang mengunjungi beliau, mereka masuk ke madrasah beliau dan mencium pintu beliau”.

Syaikh Baqiah Salaf Abu Ghanaim Al-Bathiahi meriwaytkan :

Seorang murid Syaikh Abdul Qadir datang mengunjungi syaikh Utsman bin Marwazah Al-Bathiahi. Sang Syaikh berkata kepadanya, “Anakku, saat ini Syaikh Abdul Qadir adalah sebaik baik makhluk di muka bumi”.

Dalam riwayat lainnya, Syaikh AL-Mu’ammar Al-Jaradah berkata, “Mataku ini tidak pernah melihat makhluk yang ketampan, kelapangan dada kelembutan hati dan keteguhannya dalam memegang janji melebihi Syaikh Abdul Qadir Jailani. Dengan ketinggian derajat dan posisi spiritual serta kedalaman ilmunya beliau selalu berdiri di belakang yang kecil dan menghina yang besar , beliau memulai salam dan bergaul dengan kaum lemah dan bersikap tawadhu kepada golongan sufi fakir. Tidak pernah sekalipun beliau berdiri untuk seorang pembesar, bangsawan dan tidak pernah sekalipun beliau merendahkan diri di pintu para menteri dan sulthan”.

Al Bathiahi bercerita pada suatu saat ketika aku menghadap Syaikh Abdul Qadir , aku menjumpai beliau menerima 4 orang yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Akupun diam di tempatku. Kemudian mereka berdiri dan pamit. Sang Syaikh berkata kepadaku, ‘kejar mereka dan mohon kepada mereka untuk mendoakanmu.’

Aku susul mereka di halaman madrasah dan memoohon mereka mendoakanku. Salah seorang mereka berkata kepadaku, “Bagimu kabar gembira. Engkau mengabdi kepada seorang pria yang dengan berkahnya Allah jaga bumi, baik dataran maupun pegunungannya. Darat maupun lautannya, dan dengan doanya Allah turunkan rahmatNya kepada semua makhluk, baik yang baik maupun yang buruk. Kami segenap para wali berada di dalam hembusan nafas, di bawah bayangan kaki beliau dan kekuasaan beliau. Setelah itu mereka keluar dan menghilang. Aku kembali kepada Syaikh Abdul Qadir dengan perasaan takjub.

Sebelum aku membuka mulut, beliau berkata kepadaku, “Abullah, selama aku masih hidup, jangan engkau ceritakan apa yang mereka katakan kepada orang lain’. ‘Tuanku, siapa mereka?’ tanyaku kemudian. Beliau berkata, ‘mereka adalah para pemimpin gunung Qaf, sekarang mereka sudah kembali ke tempat masing-masing’”.

Muhammad bin Khidr meriwayatkan, ayahnya berkata kepadanya , “Aku berkhidmad kepada Syaikh Abdul Qadir selama 13 tahun. Selama itu tidak pernah sekalipun aku melihat beliau mendengus, meludah dan dihinggapi lalat. Aku juga tidak pernah sekalipun melihat beliau berdiri demi menghormati para pembesar atau merendah di depan pintunya, duduk di karpet dan makan sajiannya kecuali. Beliau menganggap semua itu adalah hukuman yang didahulukan untuknya.

Suatu saat ketika raja, para menteri dan petinggi Negara mendatanginya beliau segera masuk ke ruangannya. Setelah mereka duduk baru belliau keluar demi menghindari bangkit dari duduknya sebagai tanda penghormatan bagi yang berkunjung. Beliau berbicara kepada mereka dengan keras dan menasehati mereka. Mereka menciumi tangan beliau dan duduk di hadapan beliau dengan penuh kerendahan diri dan khusyu’. Apa bila beliau menulis surat kepada khalifah, beliau berkata, “Dia memerintahkanmu untuk melakukan ini atau perintah-Nya atasmu wajib diikuti, menaati –Nya adalah kewajiban bagimu, dan Dia adalah penuntunmu’. Begitu meneriam surat itu sang khalifah berkata, ’benar apa yang diucapkan sang Syaikh’.

Mufti Iraq Syaikh Muhiyuddin Abdillah Muhammad bin Hamid Al Baghdadi berkata, ’Syaikh Abdul Qadir adalah seorang yang mudah menangis, sangat kharismatik dan makbul doanya. Karismanya memancar dari karakternya yang berbudi mulia, keturunannya yang terhormat, (beliau keturunan ke 9 dari RasuluLlah SAW, sebagian ada ulama yang mengatakan ke 11). Beliau adalah manusia yang paling ajuh dari kejahatan dan paling sekat dengan kebenaran serta sangat takut jika melanggar perintah Allah. Tidak pernah beliau marah karena dirinya, dan tidak pernah beliau meminta pertolongan kecuali kepada Allah. Beliau tidak pernah menolak para pengemis walaupun harus memberikan slah satu dari dua baju yang dipakainya. Taufik adalah penunjuknya, inayah adalah penolongnya, dan ilmu pendisiplinnya dan Al-Qarb (kedekatan) adalah gurunya. Pengajian harta karunnya. Pengetahuan bentengnya, ceramah penasihatnya dan waktu adalah dutanya. Manusia sahabatnya, kemudahan pengiringnya, kejujuran panjinya, keterbukaan alatnya, kebijaksanaan bawahannya, zikir menterinya, dan pikiran teman berrcakapnya. Mukasyafah (ketersingkapan) makanannya, dan Musyahadah (penyaksian) obatnya. Adab syari’ah tampak luarnya, sedangkan sifat-sifat hakikah rahasianya”.

Syaikh Musa bin Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata, “Aku pernah mendengar ayahku bercerita, ‘suatu saat aku berkelana di padang pasir dan berhari-hari tidak mendapatkan air. Saat itu aku sedang sangat kehausan tiba tiba datanglah sebentuk awan menaungiku dan menrunkan sejenis embun sehingga aku dapat minum darinya. Kemudian aku melihat cahaya memenuhi ufuk dan mulai mewujud. Kemudian sebuah suara berkata kepadaku, ‘Ya Abdul Qadir aku adalah tuhanmu, dan sekarang aku halalkan bagimu segala yang aky haramkan (atau dalam riwayat lain redaksinya) segala yang aku haramkan bagi selainmu’. Aku berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah dari syaitan terlaknat’. Seketika itu ternyata cahaya tersebut adalah suatu kegelapan dan wujud yang ada hanyalah asap. Kemudian sebuah suara berkata kepadaku, ‘Abdul Qadir enkau telah selamat darii godaanku dengan ilmumu, hukum Tuhanmu dan kedalaman pengetahuanmu akan kondisi kedudukanmu. Dengan tipuan yang sama aku telah mengecoh lebih dari 70 orang wali thariqah ‘.’Milik Tuhan segala keutamaan dan kekuatan’ jawabku.

‘Bagaimana engkau dapat mengetahui sesuatu itu adalah setan ?’ tanya seseorang yang mendengar cerita tersebut kepadanya. Beliau menjawab ‘dari perkataannya “aku halalkan bagimu segala yang haram”. Padahal aku telah mengetahui bahwa Allah tidak pernah memerintahkan kejelekan”.

Syaikh Ali bin Idris Al-Ya’qubi meriwayatkan suatu ketika Syaikh Ali bin Al Hitti ditanya tentang thariqah (jalan) Syaikh Abdul Qadir. Beliau berkata, “thariqahnya diawali daengan penerimaan total akan ketidak kuasaan diri. Thariqahnya adalah tauhid semata sebagai hamba Allah”.

Syaikh Uday bin Barakat Shakr bin Shakr bin musafir bercerita bahwa ia pernah mendengar ayahnya bertanya kepada pamannya Syaikh Uday bin Musafir, “bagaimana thariqah Syaikh Abdul Qadir ?” beliau menjawab, ‘menghilang mengikuti aliran taqdir dengan menyatukan antara hati dengan roh serta memadukan antara yang zahir dengan yang bathin dan menyucikannya dari sifat-sifat nafsu yang disertai dengan tidak lagi melihat kepada manfaat atau bahaya kedekatan atau kejauhan”.

Khalil bin Ahmad Sharshar meriwayatkan bahwa beliau pernah mendengar Syaikh Baqa’ bin Bathu berkata, thariqah Syaikh Abdul Qadir adalah persatuan antara perkataan dan perbuatan, perpaduan antara nafs, waktu, mencintai keikhlasan dan kepasrahan dan selalu menyesuaikan setiap langkah, pandangan, yang akan datang maupun yang saat ini dengan kitab dan sunah serta teguh bersama Allah”.

Syaikh AL-Mudzafar Mansur bin mubarak Al-Wasithi – yang dikenal dengan julukan Al-Jadadah- bercerita, “Pada suatu ketika aku dan beberapa sahabat menghadap Syaikh Abdul Qadir. Ketika itu aku membawa sebuah buku yang mengandung filsafat dan ilmu rohani. Saat kami menghadapnya, bellliau langsung berkata kepadaku, ‘bukumu ini adalah seburuk-buruk teman. Sekarang keluar dan cuci buku tersebut. ‘pada saat itu aku berniat melontarkan pertanyaan kepada beliau tentang sesuatu hal tetapi karena ketakutanku kpada sabf Syaikh aku batal melakukannya. Aku juga tidak ingin mencuci kitab tersebut karena sayangku kepada kitab tersebut dan adanya suatu persoalan dalam kitab tersebut yang mengganjal hatiku.

Saat aku ingin berdiri, sang Syaikh memandangiku bagai orang takjub dan aku tidak dapat bangkit dari tempat dudukku-terpatri disana. “kemarikan kitab tersebut” pinta beliau kepadaku. Akupun membuka kitab tersebut dan mendapatinya hanya berupa halaman kosong tanpa satu huruf pun, kemudian aku serahkan kitab tersebut kepada beliau. Beliau terima kitab tersebut dan membolak baliknya kemudian berkata, “ini kitab tentang fadhilah (keutamaan) Al-Qur’an karya Ibni Dharis Muhammad yang dittulis dengan indah”. Dan saat beliau mengembalikannya buku tersebut kepadaku, buku tersebut telah menjadi karya Ibnu Dharis yang ditulis dengan indah. Kemudian beliau berkata kepadaku, ‘apakah engkau akan bertobat karana mengatakan perkataan yang berlawanan dengan apa yang ada dalam hatimu ?’. ‘Benar Tuanku’ jawabku. ‘Kalau demikian halnya’ ujar beliau, ‘berdirilah’. Ketika aku berdiri, aku beru menyadari bahwa aku telah melupakan pengetahuan tentang filsafat hukum roh sampai seakan-akan ilmu tersebut belum pernah aku ketahui sebelumnya’.

Dalam riwayat lain beliau berkata “ketika Syaikh Abdul Qadir duduk di atas bantal pada suatu waktu seseorang berkata kepadanya, ‘si fulan –sambil menyebut sebuah nama yang masyhur pada saat itu dengan karamah, ibadah, khalwat dan zuhud, serta ketaatan telah berkata, ‘Aku telah melewati maqam Nabi Yunus bin Mata as‘. “Mendengar hal tersebut beliau menegakkan duduknya dan kemarahannya terbayang jelas di wajah beliau. Sambil melemparkan bantal tempat duduk, beliau berkata, ‘ hatinya telah tergelincir’. Mendengar hal tersebut kamipun menemui orang tersebut dan mendapatinya telah meninggal dunia mendadak, tanpa ada sakit sebelumnya.

Setelah itu aku berjumpa dengannya dalam mimpi dengan rupa yang menawan. ‘apa yang Allah lakukan terhadapmu ?’ tanyaku kepadanya ketika itu. ‘Allah telah mengampuniku dan merelakan perkataanku terhadap Nabi Yunus bin Matta. Syaikh Abdul Qadir lah penyelamatku dari Allah dan Yunus bin Matta. Karena berkahnya aku mendapatkan kebajikan yang sangat banyak’.

Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Ali Al Bathiahi Ar-Rafi’I bercerita, “ketika aku mengunjungi Baghdad, aku menghadiri pengajian Syaikh Abdul Qadir. Saat itu aku melihat kondisi kekosongan jiwa (dari keinginan nafsu duniawi-pnrjm) dan kemudian sirr/rahasianya yang membuatku takjub. Setibanya di Umm Ubadah aku menyampaikan apa yang aku lihat kepada pamanku Syaikh Ahmad. Beliau berkata,’siapa yang mampu menandingi kekuatan, kondisi spiritual dan apa yang dicapai oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani ?”.
Abu Muhammad Al-Hasan menyatakan dirinya pernah mendengar Syaikh Ali Al-Quraisyi berkata kepada seseorang, “jika engkau berjumpa dengan Syaikh Abdul Qadir maka engkau akan mendapati seseorang yang kekuatannya meniti jalan menuju Allah telah mencapai puncak, beliau termasuk sesepuh mereka yang menempuh jalan kesusahan dan kesungguhan. Thariqahnya adalah ketauhidan mutlak baik sifat dan aturannya. Dikuatkan dengan syariah baik yang lahir maupun yang bathin. Karakteristiknya adalah kekosongan jiwa,leburnya segala sesuatu dan munculnya musyahadah rabb dengan jiwa tanpa keraguan. Sirr/rahasiaqalbu tanpa tanding dan hati yang selalu berkembang membuat beliau mampu mengacuhkan kerajaan paling besar dan menjadikan raja terbesar berada di bawah telapak kakinya.

Syaikh Muhammad Sanbaqi berkata, “aku pernah mendengar guruku Syaikh Abu Bakar bin Hawwar berkata, ‘Wali autad iraq ada 8 orang ; Syaikh Ma’ruf Al-Kurkhi, Imam Ahmad bin Hambal, Basyar Al-Hafi, Mansur bin Amar, Al-Junaid, as-Sirra (As-Saqti), Sahal bin Abdullah At-Tustari, dan Abdul Qadir Al-Jailani’. ‘Siapa Abdul Qadir’ tanyaku kepada beliau. ‘Dia’ jawab beliau, ‘adalah seorang ‘ajam (sebutan bagi orang yang bukan arab asli-pnrjmh) keturunan RasuluLlah (syarif) tinggal di Baghdad dan muncul pada abad ke lima H beliau adalah salah seorang golongan Shiddiq, autad, afrad, ‘ayan, ad-dunya dan qutb az-zaman.”
Syaikh Abdul Qadir berkata, “suatu ketika saat aku duduk di atas kursi (mengajar) aku melihat RasuluLlah SAW bersama Musa as di udara. “Musa, adakah diantara umatmu ada seseorang seperti ini ?” tanya RasuluLlah. ‘tidak’ jawab Musa. Kemudian RasuluLlah bersabda kepadaku, “Abdul Qadir kemarilah’ . beliau peluk aku dan memakaikan jubah kebesaran yang beliau kenakan seraya berkata, ‘ini adalah jubah kebesaran bagi para rijal (al-ghaib) dan abdal. Lalu beliau meniup 3 kali ke dalam mulutku dan kemudian mengembalikanku ke atas mimbar.’
Al-Khidir al-Husaini Al-Moushuli berkata, “aku pernah melihat Syaikh Qadib Albaan Al-Moushuli merendahkan diri. Beliau berkata, ‘Syaikh Abdul Qadir adalah ketua golongan pecinta (Nuhibbin) , kepala para salik, imam golongan Shiddiq, hujjah (referensi) kaum arif, pemimpin barisan muqarrabin, (golongan orang-orang yang dekat kepada Allah), saat ini maupun generasi sesudah beliau.”

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008