Hazrat Zainab as mengisahkan: “Pertengahan malam Asyura aku mendatangi tenda adikku, Abu Fadhl Abbas. Aku menyaksikan para pemuda Bani Hasyim berkumpul mengelilinginya. Abu Fadhl berkata mereka:
“Saudara-saudaraku sekalian, jika besok perang sudah dimulai, orang-orang yang pertama kali bergegas ke medan pertempuran adalah kalian sendiri agar masyarakat tidak mengatakan bahwa Bani Hasyim telah meminta pertolongan orang lain tetapi mereka (Bani Hasyim) ternyata lebih mementingkan kehidupan mereka sendiri ketimbang kematian orang-orang lain…”
“Para pemuda Bani Hasyim itu menjawab: ‘Kami taat kepada perintahmu.’”
Hazrat Zainab juga berkisah: “Dari kemah itu kemudian aku mendatangi tenda Habib bin Madhahir.[1] Aku mendapatinya sedang berunding dengan beberapa orang non-Bani Hasyim. Habib bin Madhahir berkata kepada mereka:
‘Besok, tatkala perang sudah dimulai, kalianlah yang harus terjun terlebih dahulu ke medan laga, dan jangan sampai kalian didahului oleh satupun orang dari Bani Hasyim, karena mereka adalah para pemuka dan junjungan kita semua…’”
“Para sahabat Habib bin Madhahir berkata: ‘Kata-katamu benar, dan kami akan setia mentaatinya.’”
Malam Asyura itu seakan diharapkan segela berlalu untuk menyongsong pagi dan siang yang akan mementaskan adegan keberanian pahlawan-pahlawan Karbala yang bersenjatakan keperkasaan iman dan semangat pengorbanan yang besar, semangat altruisme yang kelak terpahat dalam prasasti keabadian sejarah.
Namun demikian, kegagah beranian para pejuang Islam tentu saja mempersembahkan adegan haru biru yang merenyuhkan simpati, empati, dan hati nurani setiap insan sejati. Karenanya, dalam kitab Maqtal Al-Husain tercatat untaian syair yang menyatakan:
“Seandainya hari Asyura itu mengerti apa yang akan terjadi di dalamnya, niscaya fajarnya tidak akan menyemburat dan bersinar, sebagaimana mentarinya juga tak akan mengguyur cahaya untuk menyajikan siang.”
Imam Husain as dan para pengikutnya kemudian menghabiskan saat-saat malam Asyura itu dengan ibadah dan munajat. Rintihan dan doa mereka terdengar bagai dengung lebah. Masing-masing melarutkan diri dalam suasana khusuk sujud, dan tengadah tangan doa di depan Allah SWT.
Malam Asyura adalah malam perpisahan keluarga suci Rasulullah saaw di alam fana. Saat itu adalah malam pembaharuan janji dan sumpah setia yang pernah dinyatakan di alam zarrah untuk kemudian dibuktikan pada hari Asyura.
Imam Husain as sendiri sangatlah mendambakan terlaksananya janji itu. Malam itu Allah mengutus malaikat Jibril as untuk membawakan catatan ikrar yang pernah dinyatakan Imam Husain as agar cucu Rasul ini memperbaharui janjinya itu. Saat tiba di depan Imam Husain as, Jibril as berkata:
“Hai Husain, Allah SWT telah berfirman: ‘Jika kamu menyesali janjimu itu, maka boleh menggagalkannya, dan Aku akan memaafkanmu.’ “
Imam Husain as menjawab: “Tidak, aku tidak menyesalinya.”
Malaikat Jibril as kemudian kembali ke langit, dan tatkala fajar menerangi cakrawala untuk menyongsong pagi, Imam Husain as dan rombongannya yang sudah kehabisan bekal air terpaksa bertayammum untuk menunaikan solat Subuh jamaah. Seusai tahiyat dan salam Imam Husain as berdoa kepada Al-Khalik:
“Wahai Engkau Sang Maha Penolong orang-orang suci, Wahai Sang Maha Pengampun di hari pembalasan, sesungguhnya ini adalah hari yang telah Engkau janjikan, dan hari dimana kakekku, ayahku, ibuku, dan kakakku ikut menyaksikan.”
Imam Husain as kemudian membaca awal surat Al-waaqi’ah: “Tatkala peristiwa besar (hari kiamat) terjadi, tidak ada seorangpun yang dapat mendustakan kejadiannya.”[2]
Malaikat Jibril as berkata: “Hai Husain, hari ini engkau harus terjun ke medan laga dengan jiwa yang penuh kerinduan sebagaimana kerinduan setiap orang kepada kekasihnya.”
Imam Husain as menjawab: “Hai Jibril, sekarang lihatlah mereka yang terdiri dari orang-orang tua dan muda, kaya dan miskin, serta para wanita yang rambutnya sudah lusuh, para hamba sahaya, dan para anggota rumah tangga ini telah aku bina sedemikian rupa sehingga untuk menjadi tawananpun mereka siap. Mereka inilah Ali Akbar, Abbas, Qasim, ‘Aun, Fadhl, Jakfar, serta para pemuda yang sudah dewasa, dan inilah mereka sekumpulan kaum wanita dan anak-anak, mereka semua telah aku bawa aku korbankan sebelum kemudian akupun akan menyerahkan nyawaku.”
Jibril as menjawab: “Hujjahmu sudah sempurna, maka sekarang bersiaplah untuk menyambut cobaan besar…”
Jibril as kemudian terbang ke langit sambil berseru: “Hai pasukan Allah, segeralah mengendarai kuda!”
Mendengar suara ini, segenap pasukan Imam Husain as bergegas mengendarai kuda kemudian membentuk barisan kecil di depan barisan raksasa pasukan musuh.
Saat pasukan Umar bin Sa’ad juga sudah mengendarai kuda dan siap membantai Imam Husain as dan rombongannya, Imam Husain as memerintahkan Barir bin Khudair untuk mencoba memberikan nasihat lagi kepada musuh. Namun, apalah artinya kata-kata Barir untuk musuh yang sudah menutup pintu hati nurani mereka itu. Apapun yang dikatakan Barir sama sekali tidak menyentuh jiwa dan perasaan mereka.
Dalam keadaan sedemikian rupa, Imam Husain as bertahan untuk tidak memulai pertempuran antara pasukan hak dan pasukan batil itu. Sebaliknya, beliau masih membiarkan dirinya tenang manakala pasukan Umar bin Sa’ad sudah mulai berulah di sekeliling perkemahan Imam Husain as dengan menggali parit dan menyulut kobaran-kobaran api.
Saat suasana bertambah panas, Syimir bin Dzil Jausyan berteriak keras memanggil Imam Husain as.
“Hai Husain!” Pekik Shimir, “Adakah kamu tergesa-gesa untuk masuk ke dalam neraka sebelum hari kiamat nanti?!”
Begitu mengetahui suara itu berasal dari mulut Syimir, Imam Husain as membalas: “Hai anak pengembala sapi, kamulah yang pantas menghuni neraka.”
Melihat kebejatan Syimir kepada cucu Rasul itu, Muslim bin Ausajah mencoba melepaskan anak panahnya ke tubuh Syimir. Namun Imam Husain as mencegahnya.
“Jangan!” Seru Imam Husain as. “Sesungguhnya aku tidak ingin memulai peperangan.”[3]
———————————
[1] Diriwayatkan bahwa Habib bib Madhahir telah memanfaatkan kegelapan malam untuk mendatangi kabilahnya, Bani Asad, dan menjelaskan duduk persoalan kemudian meminta mereka membantu Imam Husain as. Abdullah bin Bashir adalah orang pertama menyatakan permintaan itu. Dia kemudian disusul oleh beberapa orang lain hingga berjumlah sekitar 90 orang. Namun, saat mereka bergerak ternyata ada seorang pria munafik dari Bani Asad yang melaporkan kejadian ini kepada Umar bin Sa’ad dan memberitahunya tentang gerakan tersebut. Umar bin Sa’ad lantas mengirim 400 pasukan di bawah pimpinan Arzaq untuk mencegat gerakan pasukan kabilah Bani Asad. Pasukan Bani Asad itu akhirnya mundur setelah berhadapan dengan pasukan musuh dalam jumlah yang besar. Habin bin Madhahir sendiri kembali ke Imam Husain dalam keadaan luka-luka dan menjelaskan kejadian yang dialaminya. (Nasikh Attawarikh juz 2 hal.190.
Senin, 11 Januari 2010
Perundingan Pertengahan Malam Asyura
di 04.27
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kategori
Blog Archive
-
▼
2010
(128)
-
▼
Januari
(111)
- suhuf 12
- SUHUF 13
- SUHUF 14
- SUHUF 15
- SUHUF 16
- SUHUF 17
- SUHUF 18
- Suhuf 19
- SUHUF 20
- SUHUF 21
- SUHUF 22
- SUHUF 23
- SUHUF 24
- SUHUF 25
- SUHUF 26
- SUHUF 27
- SUHUF 28
- SUHUF 29
- SUHUF 30
- SUHUF 31
- SUHUF 32
- SUHUF 33
- SUHUF 34
- SUHUF 35
- SUHUF 36
- SUHUF 37
- SUHUF 38
- SUHUF 39
- SUHUF 40
- Suhuf Musa AS
- Kelahiran Syeh Abdul Qodir Al-Jailani ra.
- Menuntut Ilmu di Baghdad
- Perjalanan Menimba Ilmu
- Bersama Syaikh Hammad Ad-Dabbas
- Meniti Jalan Ilahi
- Awal Kemasyhuran
- Keutamaan dan Karamah Sang Syaikh
- Kedua Telapak Kakiku ada di punggung setiap Wali A...
- Perihal Isteri Syaikh Abdul Qadir Al Jailani RA
- Perihal Gelar Syaikh Muhiyyudin
- Putera Terakhir Syaikh Abdul Qadir RA
- Syaikh Abdul Qadir dan Muridnya Yang miskin
- Penjudi itupun bertobat di hadapan sang Syaikh
- Kontemplasi / Khalwat ke tiga
- Dan Syaikhmu adalah Syaikh Abdul Qadir…
- HanyA 10 Dinar
- Para penghuni pegunungan Libanon
- Hai Fulan, kami menyerumu
- Bahkan perbuatan Allah mengalir dalam dirimu
- Masuknya setan melalui berulangnya kelezatan
- Betapa menakjubkan manusia
- Seorang pecinta bagaikan seekor burung
- Hijab telah disingkapkan, kekeruhan telah dihilangkan
- Makanan para wali adalah yang tidak dihasrati
- Buah apel dari alam Ghaib
- Hai Khidr, belum cukupkah perjumpaan kita yang per...
- Syaikh Abdul Qadir benar-benar merupakan kerugian ...
- Qutb para wali dan empu rahasia Ilahi
- Bukankah seluruh wali Allah selalu berkunjung ke mari
- Jika aku kehendak maka mereka tiada mempedulikan kita
- Dia adalah Rijal Al-Ghaib yang sedang berkelana
- Yang melayanimu itu adalah cahaya setan
- Mata para wali memandangimu dari tempat mereka mas...
- Para pecinta adalah para pemabuk yang tidak pernah...
- Menghindari makhluk karena cinta kepada Allah SWT ...
- Jika seorang wali meminumnya maka pikirannya akan ...
- / Kedekatan adalah memperpendek jarak dengan mempe...
- ف dalam الفقير adalah Fana
- Jika الله SWT ingin mengirimkan burung hijau untuk...
- BELIAU SELALU MELAKSANAKAN SHALAT SUBUH DENGAN WUD...
- Manakib Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany
- makalah 5
- makalah 4
- makalah 3
- makalah 2
- makalah 1
- Mengapa Asyura Diperingati Tiap Tahun?
- Ksatria Karbala
- Pertemuan Imam Husain as Dengan Hur bin Yazid Arra...
- Karbala, Persinggahan Terakhir
- Pertemuan Imam Husain as Dengan Umar Bin Sa’ad
- Hari Tasyuâ
- Imam Husain as dan Para Pengikut Setianya
- Peristiwa Malam Asyura
- Perundingan Pertengahan Malam Asyura
- Penuntasan Hujjah
- Istighotsah Imam Husain as dan Taubat Hur
- Dimulainya Perang Tak Seimbang
- Banjir Darah Hari Asyura
- Musibah Hazrat Qasim as
- Musibah Hazrat Abu Fadhl Abbas as
- Penuntasan Hujjah Terakhir
- Perpisahan Terakhir
- Perjuangan Ksatria Karbala Seorang Diri
- Kesakralan Syahadah Imam Husain as.
- Dzuljanah Menjadi Tempat Ratapan
- Tragedi Karbala
- SAHWAT YANG HALUS
- Mengandalkan amal ibadah
- BUKTI TAWASUL NABI NUH KEPADA RASULULLAH SAWW
-
▼
Januari
(111)
0 komentar:
Posting Komentar