Abul Ghaim Al-Husaini bercerita, “Di suatu hari di musim panas, aku berada di atap madrasah Syaikh Abdul Qadir dan beliau berada di depanku, sedang duduk menghadap kiblat. Kemudian aku melihat seorang pria berpakaian putih memakai serban dengan ekor serban di antara dua pundaknya sedang meluncur dari udara. Tepat di atas Syaikh, ia menukik turun seperti seekor burung elang yang menyambar mangsanya dan duduk di hadapan sang Syaikh. Setelah mengucapkan salam kepada sang Syaikh orang tersebut kembali terbang dan menghilang dari pandangan mata. Aku bangkit mencium tangan sang syaikh dan bertanya tentang orang tersebut. Beliau menjawab, ‘Dia adalah salah seorang rijal al Ghaib yang sedang berkelana’.
Syaikh Abu Umar dan Utsman As-Shairafi serta Syaiikh Abu Muhammad Abdul Haq Al-Harimi meriwayatkan, “Kami sedang berada di hadapan sang Syaikh pada hari minggu tanggal 3 Safar 555 H, tiba – tiba beliau bangkit dan berwudhu dengan beralaskan qabqab (alas kaki dari kayu) lalu shalat 2 reka’at. Setelah salam, tiba-tiba beliau berteriak dengan sangat kerasnya dan melemparkan qabqab tersebut ke udara yang kemudian menghilang dari pandangan kami. Lalu brliau berteriak keras dan melemparkan pasangan qabqab yang satu lagi ke udara dan juga kemudian menghilang dari pandangan kami. Tidak ada seorang pun dari kami yang berani bertanya kepada beliau mengenai hal tersebut.
Dua puluh tiga hari kemudian datanglah serombongan kafilah. Mereka berkata, kami memiliki barang yang dinadzarkan kepada sang Syaikh dan meminta izin untuk bertemu dengan beliau. Sang Syaikh memberikan izin dan memerintahkan untuk mengmabil barang tersebut. Mereka memberi kain sutera, emas dan qabqab milik sang Syaikh yang dilemparkan ke udara. ‘Bagaimana engkau mendapatkan qabqab ini ?’ Tanya kami kepada mereka. Mereka berkisah, ‘Di tengah perjalanan pada tanggal 3 Safar, kami dihadang oleh sekawanan perampok yang dipimpin oleh dua orang. Sebagian rombongan kami di bunuh, dan seluruh harta kami dirampas. Mereka kemudian berkumpul di sebuah wadi untuk membagi hasil rampokan. Kami berkata, ‘Bagaimana jika kita memberikan sebagian harta kita kepada Syaikh Abdul Qadir jika kita berhasil selamat saat ini’. Baru saja ucapan tersebut selesai, kami mendengarkan teriakan keras yang mengguncang wadi. Dan kami juga melihat semua kawanan perampok bercerai berai. Saat itu kami mengira bahwa telah datang seseorang yang menghabisi mereka.
Diantara mereka ada yang mendatangi kami dan berkata, “Kemarilah kalian dan ambil harta kalian, tetapi tolong perhatikan apa yang menimpa kami”. Kamipun mengikutinya dan mendapati kedua pemimpin mereka telah tewas dengan qabqab yang masih basah di samping masing-masing mayat. Mereka mengembalikan semua harta kami dan mereka berkata, “Ini adalah pertanda buruk”.
Syaikh Muhammad bin Al-Qaid Al-Awani berkata, “ada seekor elang yang lewat di atas majlis Syaikh Abdul Qadir al Jailani dan mengeluarkan suara yang mengganggu orang-orang yang sedang menghadiri majlis sang Syaikh, dan saat itu sedang musim angin. Maka berkatalah Syaikh Abdul Qadir, “Hai angin ambilah kepala elang itu !”. dan seketika itu pula si burung elang jatuh dalam keadaan kepala terpisah dari badannya. Kemudian Syaikh Abdul Qadir turun dari kursinya dan mengambil kepala elang itu kmeudian mengusap bagian tubuh elang tersebut seraya mengucapkan “BismiLlahiRrahmaaniRrahiim”. Maka burung elang tersebut hidup kembali dan terbang atas izin Allah Dengan disaksikan oleh orang-orang yang hadir.
0 komentar:
Posting Komentar