Kamis, 24 Desember 2009

Kimiya Kebahagiaam-6 MEMERIKSA DIRI SENDIRI & MENGINGAT ALLOH



MEMERIKSA DIRI SENDIRI & MENGINGAT ALLOH

Ketahuilah wahai saudaraku, dalam Al-Qur’an Alloh berfirman, lebih kurang maksudnya,

” Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka, Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. ” (Al Zalzalah:6-7)

Tercantum juga dalam Al-Qur’an firman yang berbunyi sebagai berikut :
” maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya. ” (At Takwir:14).
Khalifah Umar ada berkata, ” perhitunglah dirimu sebelum engkau diperhitungkan”.

Alloh SWT berfirman :

” Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan. “.

Wali-wali Alloh sentiasa mengetahui bahwa manusia datang ke dunia ini untuk menjalankan pengembaraan keruhanian, yang akibatnya ialah untung atau rugi dan tujuannya adalah neraka atau syurga. Senantiasalah mereka itu berwaspada terhadap kehendak-kehendak jasamaniah (tubuh) yang diibaratkan sebagai rekan dalam bisnis yang bersifat jahat dan ada kalanya mendatangkan kerugian kepada bisnis itu. Sebenarnya orang yang bijak itu adalah orang yang mau merenung sebentar selepas sembahyang subuh memikirkan hal dirinya dan berkata kepada jiwanya :

“Wahai jiwaku, engkau hanya hidup sekali. Tiap-tiap saat yang berlalu tidak akan datang lagi dan tidak akan dapat diambil kembali kerena di Hadirat Alloh Subhanahuwa Taala, bilangan nafas turun naik yang dikurniakan kepada engkau itu telah ditetapkan dan tidak boleh ditambah lagi. Inilah perjalanan hidup dalam dunia hanya sekali, tidak ada kali yang kedua dan seterusnya. Oleh itu, apa yang engkau hendak perbuat, buatlah sekarang. Anggaplah seolah-olah hidupmu telah berakhir, dan hari ini adalah hari tambahan yang diberi kepada engkau karena karunia Alloh Subhanahuwa Taala juga. Alangkah ruginya membiarkan hari ini berlalu dengan sia-sia. Tidak ada yang lebih rugi dari itu lagi.”

Di hari berbangkit di akhirat kelak, seseorang itu akan melihat semua waktu hidupnya di dunia ini tersusun seperti susunan peti harta dalam satu barisan yang panjang.

Pintu sebuah daripada peti itu terbuka dan kelihatanlah penuh dengan cahaya: Ini menunjukkan waktu yang dipenuhinya dengan membuat amalan yang sholeh. Hatinya akan terasa indah dan bahagia sekali, bahkan sedikit saja rasa bahagia itu pun sudah cukup membuat penghuni neraka melupakan api neraka yang bernyala itu.
Kemudian peti yang kedua terbuka, maka terlihatlah gelap gelita di dalamnya. Dari situ keluarlah bau busuk yang amat sangat hingga orang terpaksa menutup hidungnya: Ini menunjukkan waktu yang dipenuhinya dengan amal maksiat dan dosa. Maka akan dirasainya azab yang tidak terhingga bahkan sedikit saja pun dari azab itu sudah cukup menggusarkan ahli syurga.

Selepas itu terbuka pintu peti yang ketiga, dan kelihatanlah kosong saja, tidak ada gelap dan tidak ada cahaya di dalamnya: Inilah melambangkan waktu yang dihabiskannya dengan tidak membuat amalan sholeh dan tidak juga membuat amalan maksiat dan dosa. Ia akan merasa sesal dan tidak tentu arah seperti orang yang ada mempunyai harta yang banyak membiarkan hartanya terbuang dan lepas begitu saja dengan sia-sia.

Demikianlah seluruh waktu yang dijalannya itu akan dipamerkan kepadanya satu persatu. Oleh karena itu, seseorang itu hendaklah berkata kepada jiwanya tiap-tiap pagi :

“Alloh telah mengkaruniakan engkau dua puluh empat jam peti harta. Berhati-hatilah mengawasinya supaya jangan kehilangan, karena engkau tidak akan boleh menanggung rasa sesal yang amat sangat jika engkau kehilangan harta itu”.

Aulia Alloh ada berkata,

“Walaupun sekiranya Alloh mengampuni kamu, setelah hidup disia-siakan, kamu tidak akan mencapai derajat orang-orang yang Sholeh dan pasti kamu akan meratapi dan manangisi kerugianmu itu. Oleh itu jagalah lidahmu, matamu dan tiap-tiap anggota mu yang tujuh itu kerena semua itu mungkin menjadi pintu untuk menuju ke Neraka”.

Katakanlah kepada tubuhmu; “Jika kamu memberontak, sesungguhnya kamu akan kuhukum”, karena meskipun tubuh itu kotor, ia boleh menerima arahan dan boleh dijinakkan dengan zuhud”. Demikianlah tujuan memeriksa atau memperhitung diri sendiri.

Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda :

“Berbahagialah orang yang beramal sekarang apa yang menguntungkannya di akhirat kelak”.

Maka sekarang kita masuk pula kepada bagian yang berhubungan dengan Zikirulloh (mengenang atau mengingat Alloh). Manusia itu hendaklah ingat bahwa Alloh Melihat dan Memperhatikan semua tingkah laku dan pikirannya. Manusia hanya melihat yang zhohir saja, tetapi Alloh Melihat zhohir dan batinnya manusia itu. Orang yang percaya dengan ini sebenarnya dapatlah ia menguasai dan mendisiplinkan zhohir dan bathinnya.

Jika ia tidak percaya ini, maka KAFIRLAH ia. Jika ia percaya tetapi ia bertindak berlawanan dengan kepercayaan itu, maka salah besarlah ia.

Suatu hari, seorang Negro menemui Nabi SAW. dan berkata; “Wahai Rasulullah! Saya telah melakukan banyak dosa.

Adakah taubatku diterima atau tidak?”. Nabi SAW. menjawab; “Ya”. Kemudian Negro itu berkata lagi, “Wahai Rasulullah! Setiap kali aku membuat dosa adakah Alloh Melihatnya?”. Nabi SAW. menjawab lagi; “Ya”

Negro itu pun menjerit lalu mati. Sehingga seseorang itu benar-benar percaya bahwa ia sentiasa dalam perhatian Alloh, maka tidaklah mungkin baginya membuat amalan yang baik-baik.

Seorang Sheikh ada seorang murid yang lebih disayanginya daripada murid-murid yang lain. Dengan itu murid-murid yang lain itu pun berasa dengki kepada murid yang seorang itu. Suatu hari Sheikh itu memberi kepada tiap-tiap murid itu seekor ayam dan menyuruh mereka menyembelih ayam itu di tempat yang tidak ada seseorang pun melihat ia menyembelih itu. Maka pergilah mereka tiap-tiap murid membawa seekor ayam ke tempat yang sunyi dan menyembelih ayam di situ. Kemudian membawanya kembali kepada Sheikh mereka. Semuanya membawa ayam yang telah disembelih kepada Sheikh mereka kecuali seorang yaitu murid yang lebih disayangi oleh Sheikh itu. Murid yang seorang ini tidak menyembelih ayam itu.

Ia berkata; “Saya tidak menjumpai tempat yang dimaksudkan itu kerena Alloh di mana-manapun Melihat”.

Sheikh itu pun berkata kepada murid-murid yang lain: “Sekarang sekelian telah lihat sendiri derajat pemuda ini. Dia telah mencapai ke taraf ingat sentiasa kepada Alloh”.

Apabila Zulaiha coba menggoda Nabi Yusuf , ia menutup dengan kain muka sebuah berhala yang selalu disimpannya.

Nabi Yusuf berkata kepadanya :

“Wahai Zulaiha, adakah kamu malu dengan batu? sedangkan dengan batu engkau malu, betapa aku tidak malu dengan Alloh yang menjadikan tujuh petala langit dan bumi”.

Ada seorang datang berjumpa dengan Sheikh dan berkata; “Saya tidak dapat menghindarkan mataku dari hal-hal yang membawa dosa. Bagaimanakah saya hendak mengawalnya?”.

Sheikh menjawab; “Dengan cara mengingat Alloh Melihat kamu lebih jelas dan terang lagi daripada kamu melihat orang lain”.

Dalam hadis ada diterangkan bahwa Alloh ada berfirman seperti demikian;

“Syurga itu adalah bagi mereka yang bersabar hendak membuat suatu dosa, dan kemudian mereka ingat bahwa Aku sentiasa Memandang mereka, lalu mereka pun menahan diri mereka”.

Abdullah Ibnu Dinar meriwayatkan;

“Satu ketika saya berjalan dengan Khalifah Omar menghampiri kota Mekah. Kami bertemu dengan seorang gembala yang sedang membawa gembalaannya.

Omar berkata kepada gembala itu : “Jualkan pada saya seekor kambing itu”. Gembala itu menjawab; “Kambing itu bukan saya punya, tuan saya yang mempunyainya.” Kemudian untuk mencobanya,

Omar berkata; “Baiklah, kamu katakanlah kepada tuanmu bahwa yang seekor itu telah dimakan oleh serigala” . Budak gembala itu menjawab; “Tidak, sesungguhnya tuan saya tidak tahu tetapi Alloh Mengetahuinya”.

Mendengar jawapan budak gembala itu, bertetesanlah air mata Omar. Beliau pun pergi berjumpa dengan tuan budak gembala kambing itu lalu membelinya dan membebaskannya. Beliau berkata kepada budak itu : “Karena kata-katamu itu, engkau bebas dalam dunia dan akan bebas juga di akhirat kelak”.

Ada dua derajat berkenaan Zikir Alloh (mengenang Alloh) ini. Derajat pertama ialah derajat Aulia Alloh. Mereka bertafakur dan tenggelam dalam tafakur mereka dalam mengenang Keagungan dan Kemuliaan Alloh. dan tidak ada tempat langsung dalam hati mereka untuk ‘gairuLlah” (selain dari Alloh). Ini adalah derajat zikir Alloh yang bawah, karena apabila hati seseorang itu telah tetap dan anggotanya dikontrol penuh oleh hatinya hingga mereka dapat mengawal mereka dari hal-hal yang halal pun, maka tidak perlulah lagi ia menyediakan alat atau penahan untuk menghalangi dosa.

Maka kepada zikir Alloh seperti inilah Nabi Muhammad (S.W.T) maksudkan apabila ia berkata,

“Orang yang bangun pagi-pagi dengan hanya Alloh dalam hatinya, Alloh akan memeliharanya didunia dan diakhirat.”

Setengah daripada mereka golongan ini sangat asyik dan tenggelam dalam mengenang dalam mengingati Alloh hingga kalau ada orang berbicara kepada mereka tidaklah mereka dengar, kalau orang berjalan dihadapan mereka tidaklah mereka nampak. Mereka seolah-olah diam seperti dinding. Seseorang Wali Alloh berkata : “Suatu hari saya melintasi tempat ahli-ahli pemanah sedang bertanding memanah. Tidak berapa jauh dari situ ada seorang duduk seorang diri. Saya pergi kepadanya dan coba hendak berbicara dengannya.

Tetapi ia menjawab, “Mengenang Alloh itu lebih baik dari berbicara”.
Saya bertanya, “tidakkah kamu merasa kesepian?”
“Tidak” jawabnya, “Alloh dan dua orang malaikat ada bersamaku” .

Saya bertanya kepada beliau sambil menunjukkan kepada pemanah-pemanah itu, “Antara mereka itu, yang manakah akan menang?”

Beliau menjawab, “Yang itu, Alloh telah beri kemenangan kepadanya.”
Kemudian saya bertanya, “dari manakah kamu tahu ?”

Mendengar itu, ia merenung ke langit lalu berdiri dan pergi sambil berkata, “Oh Tuhan! Banyak hamba-hambamu mengganggu seorang yang sedang mengingatimu!”

Seorang wali Alloh bernama Syubli satu hari pergi berjumpa seorang sufi bernama Thauri. Beliau lihat Thauri duduk dengan berdiam diri dalam tafakkur hingga sehelai bulu romanya pun tidak bergerak.

Syubili bertanya kepada Thauri, “Kepada siapa anda belajar latihan bertafakkur dengan diam diri seperti itu?” Thauri menjawab, “Dari seekor kucing yang saya lihat menunggu di depan lubang tikus. Kucing itu akan lebih diam dari apa yang saya lakukan ini.”

Ibn Hanif meriwayatkan:

“Saya diberitahu bahwa di Bandar Thur ada seorang Syeikh dan muridnya sentiasa duduk dan tenggelam dalam zikir Alloh. Saya pergi ke situ dan saya dapati kedua orang itu duduk dengan muka mereka menghadap ke kiblat. Saya memberi salam kepada mereka tiga kali. Tetapi mereka tidak menjawab. Saya berkata, “Dengan nama Alloh saya minta tuan-tuan menjawab salamku”. Pemuda itu mengangkat kepalanya dan menjawab,

“Wahai Ibn Hanif! dunia ini untuk sebentar waktu saja, dan yang sebentar itupun tinggal sedikit saja. Anda mengganggu kami karena meminta kami menjawab salammu itu”.

Kemudian dia menundukkan kepalanya lagi dan terus berdiam diri. Saya rasa lapar dan dahaga pada masa itu, tetapi dengan memandang mereka itu saya lupa pada diri saya. Saya terus bersama mereka dan sembahyang Dhuhur dan Ashar bersama mereka. Saya minta mereka memberi nasihat kepada saya berkenaan kerohanian ini.

Pemuda itu menjawab, ” Wahai Ibni Hanif, kami merasa susah, kami tidak ada lidah untuk memberi nasihat itu.” Saya terus berdiri di sepertiga malam. Kami tidak berbicara antara satu sama lain, dan tidak tidur. Kemudian saya berkata kepada diri saya sendiri, saya akan mohon kepada Alloh supaya mereka menasihati saya.” Pemuda itu mengangkat kepalanya dan berkata,

“Pergilah cari orang seperti itu, ia akan dapat membawa Alloh kepada ingatan anda dan melengkapkan rasa takut kepada hatimu, dan ia akan memberi anda nasihat yang disampaikan secara diam tanpa berbicara sembarangan.”

Demikianlah dzikir Alloh para Aulia yaitu melenyapkan dan menenggelamkan pikiran dan khayalan dalam Mengenang Alloh. Zikir Mengenang Alloh (dzikir Alloh) yang kedua ialah dzikirnya “golongan kanan” yaitu yang disebut dalam Quran sebagai Ashabul Yamin. Mereka ini tahu dan kenal bahwa Alloh sangat mengetahui terhadap mereka dan mereka merasa tunduk dan tawaduk di Hadirat Alloh SWT tetapi tidaklah sampai mereka melenyapkan dan menenggelamkan pikiran dan khayalan mereka dalam mengenang Alloh saja sehingga tidak peduli keadaan keliling mereka. Mereka sadar diri mereka dan sadar terhadap alam ini. Keadaan mereka adalah seperti seorang yang terkejut karena didapati dalam keadaan telanjang dan cepat-cepat menutup aurat mereka.

Golongan yang satu lagi adalah seperti orang yang tiba-tiba mendapati diri mereka di majlis raja yang besar lalu ia merasa tidak tentu arah dan merasa takjub.

Golongan yang mula-mula itu memeriksa terlebih dahulu apa yang memasuki hati mereka dengan rapi sekali, karena di hari kiamat kelak tiga persoalan akan ditanya terhadap tiap-tiap perbuatan. Dan tindakan yang telah dilakukan.

Pertama: “Kenapa kamu membuat ini?” ,

Kedua: “Dengan cara apa kamu membuat ini?”, dan

Ketiga: “Untuk tujuan apa kamu melakukan ini?”.

Yang pertama itu dipermasalahkan karena seseorang itu hendaklah bertindak dari niat dan dorongan Ketuhanan dan bukan dorongan Syaitan dan hawa nafsu.

Jika masalah itu dijawab dengan memuaskan hati, maka diadakan ujian kedua yaitu masalah bagaiman tindakan itu dilakukan dengan bijak, dengan cara baik, atau dengan cara tidak peduli atau tidak baik.

Yang ketiga, adanya perbuatan dan tindakan itu karena Alloh semataa atau bukan karena hendak disanjung oleh manusia.

Jika seseorang itu memahami makna dari masalah masalah ini, maka ia tentu berhati-hati sekali terhadap keadaan hatinya dan bagaimana ia melawan pikiran yang mungkin menimbulkan tindakannya. Sebenarnya memilih dan menapis pikiran dan khayalan itu sangatlah susah dan rumit.

Barangsiapa yang tidak sanggup membuatnya hendaklah pergi berguru dengan orang-orang keruhanian. Mengaji dan berguru dengan mereka itu dapat mendatangkan cahaya ke dalam hati. Dia hendaklah menjauhkan diri dari orang-orang alim kedunian kerena mereka ini adalah alat atau ujian syaitan.

Alloh berfirman kepada Nabi Daud a.s.;
” Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. “. (Shaad:26)
Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda;

“Alloh kasih kepada orang yang tajam matanya terhadap hal-hal yang menimbulkan syak-wasangka dan tidak membiarkan akalnya diganggui oleh serangan hawa nafsu”.

Akal dan pilihan sangat berkaitan, dan orang yang akalnya tidak menguasai hawa nafsu tidak akan dapat memilih yang baik dari yang jahat.

Disamping membuat pilihan dan berhati-hati sebelum bertindak, maka seseorang itu hendaklah menghitung dan menyadari apa yang telah dilakukannya dahulu. Tiap-tiap malam periksalah dengan hati dan lihatlah apa yang telah dilakukan dan sama adanya untung atau rugi dalam bisnis keruhaniaan ini. Ini adalah penting karena hati itu ibarat rekan dalam berbisnis yang jahat yang senantiasa hendak menipu dan menjilat. Kadang-kadang ia menunjukkan diri jahatnya itu. Sebaliknya topeng taat kepada Alloh, agar manusia menganggap ia telah beruntung tetapi sebenarnya ia telah rugi.

Seorang Wali Alloh bernama Amiya yang berumur 60 tahun telah menghitung berapa hari umurnya. Maka didapati umurnya ialah selama 21, 600 hari.

Beliau berkata kepada dirinya sendiri :

“Aduhai! jika saya telah melakukan satu dosa dalam sehari, bagaimana saya hendak lari dari beban 21, 600 dosa?”.

Beliau menjerit dan terus rebah. Apabila orang datang hendak mengangkatkannya, mereka telah mendapati beliau telah meninggal dunia. Tetapi malang , kebanyakan orang telah lupa. Mereka tidak memperhitung diri mereka sendiri. Jika tiap-tiap satu dosa itu diibaratkan sebiji batu, maka penuhlah sebuah rumah dengan batu itu. Jika malaikat Kiraman Kaatibin meminta gaji karena menulis dosa yang telah manusia lakukan, maka tentulah habis uangnya bahkan tidak cukup untuk membayar gaji mereka itu. Orang berpuas hati membilang biji tasbih sambil berzikir nama Alloh, tetapi mereka tidak ada biji tasbih untuk mengira berapa banyak percakapan sia-sia yang telah diucapkannya. Oleh karena itulah, Khalifah Omar berkata :

“Timbanglah perkataan dan perbuatanmu sekarang sebelum ia dipertimbangkan di akhirat kelak”.

Beliau sendiri sebelum pergi tidur malam hari memukul kakinya dengan cambuk sambil berkata : “Apa yang telah engkau lakukan hari ini?”.

Suatu hari Thalhah sedang sembahyang di bawah pohon-pohon kurma dan terlihat olehnya seekor burung yang jinak berterbangan di situ. Karena memandang burung itu beliau terlupa berapa kalikah beliau sujud. Untuk menghukum dirinya karena kelalaian itu, beliau pun memberi pohon-pohon khurma itu kepada orang lain.

Aulia Alloh mengetahui hawa nafsu mereka itu selalu membawa kepada kesesatan. Oleh itu mereka berhati-hati benar dan menghukum diri mereka setiap kali mereka telah melanggar batas.

Jika seseorang itu mendapati diri mereka telah terjauh dan menyeleweng dari sifat zuhud dan disiplin diri, maka sepatutnya beliau belajar dan meminta nasihat dari orang yang pakar dalam latihan keruhanian, supaya hati mereka lebih bersemangat kepada sifat zuhud, disiplin diri dan akhlak yang suci itu.

Seorang Wali Alloh pernah berkata,

“Apabila saya berasa merosot dalam disiplin diri, saya akan melihat Muhammad bin Abu Wasi, dan melihat beliau itu bersemagatlah hatiku sekurang-kurangnya seminggu”.

Jika seseorang itu tidak mendapati seseorang yang zuhud di sekitarnya, maka indahlah mengkaji riwayat Aulia Alloh. indah juga ia menasihat jiwanya seperti demikian :

“Wahai jiwaku! engkau fikir dirimu cerdik pandai dan engkau marah jika disebut bodoh. Maka apakah engkau ini? Engkau sediakan kain baju untuk melindungi dingin tetapi tidak bersedia untuk kembali ke akhirat.

Keadaanmu adalah seperti orang dalam musim sejuk berkata :

“Aku tidak pakai pakaian panas, cukuplah aku bertawakkal kepada Alloh untuk melindungi aku dari dingin”.

Dia telah lupa bahwa Alloh disamping menjadikan dingin itu ada juga memberi petunjuk kepada manusia bagaimana membuat pakaian untuk melindungi dari dari sejuk dan dingin, dan disediakan alat dan bahan-bahan untuk membuat pakaian itu. Ingatlah jiwa! hukuman kepadamu di akhirat kelak bukanlah karena Alloh murka karena tidak patuhmu, dan janganlah berkata :

“Bagaimana pula dosaku boleh menyakiti Alloh?

Adakah hawa nafsumu sendiri yang menyalakan api neraka di dalam dirimu sendiri, seperti orang yang memakan makanan yang membawa penyakit. adalah penyakit itu tejadi dalam tubuh manusia, dan bukan karena dokter marah kepadanya karena tidak mematuhi perintahnya.

“Tidak malukah kamu wahai jiwa! karena kamu sangat cenderung kepada dunia!!!. Jika kamu tidak percaya dengan Syurga dan Neraka, maka sekurang-kurangnya percayalah kepada mati yang akan merampas dari kamu semua keindahan dunia dunia dan membuat kamu merasa kepayahan berpisah dari dunia ini. Semakin kuat keterikan kamu kepada dunia, maka semakin pedihlah yang kamu rasakan.

Apakah dunia ini bagimu? Jika seluruh dunia ini dari Timur ke Barat kepunyaanmu dan menyembahmu, namun itu tidaklah lama. Akan semuanya hancur jadi abu bersama dirimu sendiri dan namamu makin lama makin dilupakan, seperti Raja-raja yang dahulu sebelum kamu. Setelah kamu melihat bagaimana kecil dan kerdilnya kamu di dunia ini, maka kenapa kamu bergila-gila benar menjual keindahan dan kebahagiaan yang abadi dan memilih kebahagian yang sementara seperti menjual intan berlian yang mahal untuk mendapatkan kaca yang tidak berharga, dan menjadikan kamu bahan ketawa orang lain?”

Terjemahan Kitab Kimyatusy- Sya’adah - KIMIA KEBAHAGIAAN - Karya : Imam Al-Ghazali

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008