Kamis, 31 Desember 2009

Mengumpat




Allah SWT berfirman, “Dan janganlah sebagian diantara kamu mengumpat yang lain, senagkah salah seorang diantara kamu sekalian memakan daging saudaranya yang telah mati (bangkai) ? Maka tentu kamu sekalian tidak menyukainya”. (QS. Al Hujarat 12).

Dari Abu Hurairah RA diceritakan, “Seorang laki-laki berdiri bersama RasuluLlah SAW yang sebelumnya dia duduk. Sebagian kaum mengatakan, “Alangkah lemahnya si fulan”. Setelah itu RasuluLlah SAW berkata, “Engkau telah memakan saudaramu dan engkau telah mengumpatnya”.

Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Nabi Musa AS, “Barang siapa meninggal dunia dan bertobat dari umpatan, maka dia adalah orang yang terakhir masuk surga. Barang siapa meninggal dunia dan selalu mengumpat maka dia adalah orang yang pertama masuk neraka”.

Auf mengatakan, “Saya bertemu dengan Ibnu Sirrin kemudian saya mengumpat Hajjaj. Seketika itu Ibnu Sirrin mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha Bijaksana dan Maha Adil. Apabila engkau bertemu dengan Allah Swt di hari kiyamat, maka dosa yang paling kecil akan menjadi lebih besar daripada dosa yang paling besar yang engkau timpakan kepada Hajjaj’”.

Menurut satu cerita, Ibrahim bin Adham pernah diundang dan ia menghadirinya. Mereka yang hadir menyebut yang tidak hadir. Mereka mengatakan, “Orang yang tidak hadir itu adalah Tsuqail “. Ibrahim mengtakan, “Inilah diriku yang telah membuatku demikian. Apabila saya menghadiri suatu tempat, orang-orang akan mengumpat”. Setelah itu dia keluar dan tidak mau makan selama tiga hari. Menurut satu pendapat, perumpamaan orang yang mengumpat adalah seperti orang yang meluruskan senjata manjanik (alat pelempar yang diberi peluru panah api). Kebaikannya ia lempar ke arah timur dan barat. Dia mengumpat orang khurasan, Hijas, dan turki. Kebaikannya ia pisah kemudian dia luruskan sehingga tidak ada sedikitpun yang tersisa di pangkuannya. Manurut yang lain, catatan buku perbuatan seorang hamba akan didatangkan di hari kiyamat. Dia tidak melihat kebaikannya, seraya berkata, “Di mana salatku, puasaku, dan taatku”. Dijawab, “Semua perbuatan baikmu telah hilang karena engkau mengumpat orang lain”. Sedangkan yang lain berpendapat, barang siapa diumpat orang lain maka Allah Ta’ala akan mengampuni separuh dosa-dosanya”.

Sufyan bin Husain duduk di hadapan Iyas bin Mu’awiyah lantas ia mengumpat seseorang.
Apakah engkau berperang melawan orang turki atau romawi ?”tanya Iyas.
Tidak”. Jawab Sufyan.
Orang-orang Turki dan Romawi telah selamat darimu”. Jawab Iyas kemudian.

Menurut satu pendapat, catatan buku perbuatan seseorang akan diberikan. Dia akan melihat kebaikan yang belum pernah ia kerjakan. Setelah itu ia diberitahu, ini adalah perbuatan baikmu karena engkau telah diumpat oleh orang lain sedangkan engkau tidak merasa.

Sufyan Ats-Tsauri pernah ditanya tentang sabda RasuluLlah SAW InnaLlaha Yabghadu ahlal baitillahmiyyiin Sesungguhnya Allah membenci ahli rumah yang suka makan daging”.
Dia menjawab, “Orang-orang yang mengumpat orang lain adalah orang-orang yang makan daging mereka”.

Persoalan umpatan pernah diutarakan di hadapan AbduLlah bin Mubarak, dia mengatakakn, “Seandainya saya disuruh mengumpat seseorang maka pasti saya akan mengumpat kedua orang tuaku karena mereka lebih berhak kepada kebaikanku”.
Menurut Yahya bin Mu’adz, orang mukmin mempunyai bagian darimu dalam tiga hal. Pertama jika engkau tidak memberikan pertolongan, maka jangan memberikan bahaya. Kedua, jika engkau tidak merahasiakan, maka janganlah mengumpat. Ketiga, jika engkau tidak memuji, maka jangan mencela”. Hasan Al-Bashri pernah diberi kabar bahwa fulan telah mengumpatnya. Maka setelah itu Hasan mengirimkan kue yang tertutup kepadanya. Hasan mengatakan kepadanya, “Telah sampai kabar kepadaku bahwa engkau menghadiahkan kebaikan kepadaku . oleh karena itu saya memberikan imbalan kepadamu”.

Dari Anas bin Malik diceritakan bahwa RasuluLlah SAW bersabda, Man Alqa Jilbaabal hayaa’ an wajhihi falaa ghibata lah. “Barang siapa yang tidak mempermalukan orang lain dari wajahnya maka dia tidak termasuk orang yang mengumpat”.
Al Junaid mengatakan, “Saya duduk di masjid Syuniziyah menunggu jenasah yang akan disalatkan. Demikian pula orang-orang Baghdad, tetapi mereka duduk berdasarkan kedudukan mereka. Setelah itu saya melihat orang fakir yang tampak bekas-bekas ibadahnya. Dia mengemis kepada orang lain. Saya bergumam dalam hati, seandainya orang fakir itu berhias diri, tentu ia akan lebih tampan. Setelah itu aku pulang ke rumah. Pada waktu malam di hadapanku terdengar suara wirid berupa tangisan, salat dan lain-lainnya. Wirid itu dapat menundukkan semua wiridku . ketika itu saya dalam keadaan diantara bangun dan duduk akan tetapi sangat mengantuk sehingga saya tertidur. Dalam tidurku aku melihat si orang fakir tadi dipanggul oleh beberapa orang dan diletakkan di atas singgasana yang luas. Mereka mengatakan kepadaku, “Makanlah dagingnya karena engkau telah mengumpatnya.” Saya teringat akan peristiwa itu. Saya mengatakan, ‘Engkau tidak termasuk orang yang direlakan dengan sesamanya.’ Oleh karena itu pergilah dan mintalah maaf kepadanya’. Saya sangat kebingunan. Suatu saat saya dapat melihatnya di suatu tempat yang apabila air mengalir ia dapat memperoleh daun-daun yang telah dari pohon ketika disiram. Setelah itu saya menmgucapkan salam kepadanya. Dia bertanya kepadaku, ‘Apakah engkau masih membiasakan diri mengumpat ?’ Saya menjawab, ‘Tidak’. Dia mengatakan, ‘Mudah-mudahan Allah SAW mengampuni kita’.

Abu Ja’far mengatakan, “Di hadapan kami terdapat seorang pemuda dari penduduk Balkh. Dia selalu berijtihad dan beribadah. Hanya saja dia selalu mengumpat orang lain. Dia mengatakan, ‘Si Fulan seperti ini dan itu’. Suatu hari aku melihatnya. Dia keluar dari samping para waria yang berjumlah seratus. Pekerjaannya sebagai tukang cuci. Saya bertanya, ‘Apa kabarmu ?’. dia menjawab, ‘Ada kejadian yang menimpaku’. Setelah itu saya mengatakan, ‘Saya pernah mendapatkan cobaan karena meremehkan waria. Oleh karena itu saya melayani mereka . sekarang semua peristiwa itu telah berlalu. Untuk itu berdoalah kepada Allah SWT agar memberikan rahmat kepadaku’”.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008