Kamis, 31 Desember 2009

Ikhlas




الله SWT berfirman :
ألالله الدين الخالص
Iungatlah bagi Allah agama yang murni (Az-Zumar 3)

Dari sahabat Anas bin Malik bahwa RasuluLlah bersabda :
ثلاث لا يغل عليهم قلب مسلم : اخلاص العمل لله تعالى, ومناصحة ولاة الامور, ولزوم جماعة المسلمين

Tiga perkara yang tidak bisa dikhianati hati seorang muslim, yaitu keikhlasan amal karena Allah SWT, saling menasihati dalam penguasaan masalah, dan tetapnya jama’ah umat Islam.

Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “Ikhlash adalah penunggalan Al-Haqq dalam mengarahkan semua orientasi ketaatan. Dia dengan ketaatannya dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah semata, tanpa yang lain, tanpa dibuat-buat, tanpa ditujukan untuk makhluk, tidak untuk mencari pujian manusia atau makna-makna lain selain pendekatan diri kepada Allah SWT”. Bisa juga dikatakan bahwa ikhlas merupakan penjernihan perbuatan dari campuran semua makhluk atau pemeliharaan sikap dari pengaruh-pengaruh pribadi.
RasuluLlah SAW pernah ditanya tentang makna ikhlas lalu dijawab :

سألت جبريل عليه السلام عن الاخلاص ماهو ؟ قال : سألت رب العزة عن الاخلاص ماهو ؟ قال سر من سرى استودعته قلب من احببته من عبادى

Saya bertanya kepada Jibril AS tentang ihklas, apakah itu ? kemudian dia berkata, ‘Saya bertanya Tuhan tentang ikhlas apakkah itu ?, dan Tuhanpun menjawab, ‘Ikhlas adalah Rahsia dari beberapa rahasia-Ku yang Aku titipkan pada hati orang yang Aku cintai diantara hamba-hamba-Ku.”

Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “ikhlas adalah keterpeliharaan diri dari keikut campuran semua makhluk. Shidiq (kebenaran) adalah kebersihan diri dari penampakan-penampakan diri. Orang yang ikhlas tidak memiliki riya dan orang yang sidiq tidak akan kagum pada dirinya sendiri”.

Dzunun Al-Mishri berkata, “Ikhlas tidak akan sempurna kecuali dengan sabar dan kebenaran di dalam ikhlas. Shidiq tidak akan sempurna kecuali dengan ikhlas dan terus menerus di dalam ikhlas”. Abu Ya’qub As-Susi berkata, “Kapan saja seseorang masih memandang ikhlas dalam keikhlasannya, maka keikhlasannya membutuhkan keikhlasan”.

Dzunun Al-Mishri berkata, “Ada tiga alamat yang menunjukkan keikhlasan seseorang, yaitu keitadaan perbedaan antara pujian dan celaan, lupa memandang perbuatannya di dalam amal perbuatannya sendiri, dan lupa menuntut pahala atas amal perbuatannya di kampung akhirat”.

Abu Utsman Al-Maghribi mengatakan, “ikhlas adalah ketiadaan bagian atas suatu hal bagi dirinya. Ini adalah ikhlas orang kebanyakan. Adapun ikhlas orang khusus adalah apa yang terjatuh atau terlimpah pada mereka, bukan bersama mereka. Karena itu dari mereka muncul ketaatan dan diri mereka terpisah dari ketaatan itu sendiri. Mererka tidak memandang dan menghitung ketaatan yang terlimpahkan keada diri mereka. Demikian ini merupakan kelompok orang khusus”.

Abu Bakar Ad Daqaq berkata, “Kekurangan setiap orang yang ikhlas dalam keikhlasannya adalah kebiasaan melihat keikhlasannya. Jika Allah menghendaki memurnikan keikhlasan seseorang, maka Dia menggugurkan penglihatan keikhlasannya pada keikhlasannya, sehingga dia menjaid orang yang diikhlaskan atau dimurnikan, bukan orang yang ikhlas atau berusaha mensucikan diri.

Sahal bin AbduLlah mengatakan, “Tidak ada yang mengetahui orang yang riya’ selain orang yang ikhlas”. Abu Said mengatakan, “Riya’ orang-orang yang ahli ma’rifat lebih utama daripada ikhlas para murid”. Dzunun Al Mishri mengatakah, “Ikhlas adalah apa yang terpelihara daripada permusuhan yang merusak”. Abu Utsman Al-Hirri mengatakan, “Ikhlas adalah pelupaan penglihatan makhluk dengan keabadian memandang Sang Maha Pencipta”. Khudzaifah Al-Mar’isi berkata, “Ikhlas adalah penyamaan perbuatan-perbuatan hamba pada segi lahir maupun bathin”. Dikatakan juga bahwasanya ikhlas adalah apa yang dikehendaki Al-Haqq dan yang dimaksudkan tujuan shiddiq (kebenaran).

Terkadang juga ikhlas diartikan sebagai kepura-puraan tidak tahu daripada melihat berbagai amal perbuatan.

As-Sirry As-Saqaty mengatakan,”Barang siapa menghiasi dirinya untuk manusia dengan sesuatu yang tidak ada pada manusia, maka dia gugur dari pandangan Allah”. Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan,”Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’, dan berbuat amal kenbajikan karena manusia adalah syirik. Ikhlas adalah pembebasan Allah pada anda dan keduanya”. Al-Junaid mengatakan, “Ikhas adalah rahasia antara Allah dan hamba-Nya. Tidak ada malaikat yang mengetahui dan mencatatnya. Tidak ada syetan yang mengetahui dan merusaknya, dan tidak ada hawanafsu yang mengetahui lalu mencondongkannya”.

Ruwaim mengatakan, “Keikhlasan suatu perbuatan adalah ketiadaan kehendak bagi pemiliknya untuk mendapatkan ganti / pahala dari dua alam (dunia dan akhirat) dan ketiadaaan permintaan bagian dari dua malaikat (penjaga neraka dan surga).”

Ditanyakan kepada Sahal bin AbduLlah, “Hal apa yang paling berat bagi manusia ?”
“Ikhlas. Karena di dalamnya tidak ada tuntutan bagian bagi pelakunya”. Jawabnya. Sebagian ahli sufi juga ditanya tentang hal yang sama lalu dijawab, “”Hendaknya engkau tidak mempersaksikan amalmu selain kepada selain Allah SWT.”

Seorang sufi bercerita : Saya pernah masuk ke urmah Sahal bin AbduLlah pada hari jum’at sebelum salat dilaksanakan. Saya lihat di rumahnya ada seekor ular yang menmbuat saya mengedepankan seseorang dan mengakhirkan yang lain. Tiba-tiba Sahal berkata,”Masuklah, seseorang tidak takan mencapai hakikat iman sementara di permukaan bumi masih ada yang ditakutkan”.

“Apakah kamu hendak salat Jumn’at ?” Tanya dia kemudian.
Saya lantas berkata bahwa diantara kami dan masjid terdapat jarak sejauh perjalanan kaki sehari semalam. Saya menempuh jarak perjalanan itu dan tidak ada jarak lagi selain tinggal sedikit sehingga saya melihat masjid lalu saya masuk dan salat jum’at di dalamnya. Kemudian saya keluar dari masjid tiba-tiba Sahal berkata, “Orang-orang yang mengucapkan Laa Ilaaha IllaLlah sangat banyak, akan tetapi yang ikhlas sangat sedikit”.

Makhul berkata, “Tidaklah seorang hamba selama 40 hari mampu berbuat ikhlas melainkan sumber-sumber hikmah akan keluar dari hatinya melalui lidahnya”. Yusuf bin Husain berkata, “Paling mulia sesuatu di dunia adalah ikhlas. Betapa berat asaya berjuang menggugurkan riya dari hati saya tetapi seakan-akan riya masih tumbuh dengan warna yang lain”. Abu Sulaiman Ad-daraani berkata, “Jika seorang hamba ikhlas, maka rasa waswas dan riya akan terputus darnya”.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008