Jumat, 25 Desember 2009

Saya tidak tahu apakah dia sudah meninggal ataukah masih hidup”.



Muhammad Atsaqafi :

Namanya Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab Ats-Tsaqafi wafat pada tahun 328 H / 940 M, sebagai seorang imam di masanya bersahabat dengan Abu Hafs dan Hamdun Al Qashar. Diantara mutiara hikmahnya adalah :

1. Andaikata seseorang telah menguasai semua ilmu dan bersahabat dengan bermacam-macam kelompok manusia, maka ia tidak akan sampai kepada tingkatan tokoh kecuali dengan riyadhah dari seorang syaikh, imam atau guru pendidik yang alim. Barang siapa yang tidak meneladani adab gurunya maka akan diperlihatkan kepadanya kesalahan-kesalahan amalnya serta kebodohan dirinya. Ia tidak boleh diikuit perbuatannya untuk meluruskan kehidupan sehari-hari.

2. Akan datang suatu masa di tengah- tengah umat islam, dimana seorang mukmin tidak senang dengan kehidupannya, kecuali dengan bersandar dengan orang-orang munafik.

3. Jauhilah kesibukan-kesibukan dunia jika datang kepadamu. Jauhilah duka cita karena masalah dunia jika kamu kembali. Seorang yang berakal sehat tidak akan cenderung kepada suatu apapun dari dunia, sebab jika datang ia akan merepotkan, dan jika pergi ia akan membuat susah.

Ahmad Al Jariri.

Namanya Abu Muhammad Ahmad bin Muhammad bin Al Husain Al Jariri (dinisbatkan kepada Imam Jarir bin Ubad dari bani Bakar bin Wail). Termasuk salah seorang tokoh sahabat Al-Junaid. Dia yang menempati kedudukan al-Junaid sesudahnya. Dia juga bersahabat dengan Sahal bin AbduLlah dan termasuk salah seorang yang alim tentang ilmu-ilmu kelompok ini.

Ahmad bin Atha Ar-Rudzabari berkata, “Al Jariri wafat pada tahun masuknya angin kencang. Setahun kemudian saya bertemu dengannya dalam keadaan duduk bersandarkan lutut di dadanya, dan jarinya mengisyaratkan kepada الله.

Diantara mutiara hikmahnya adalah :

1. Barang siapa yang dikuasai oleh hawa nafsunya, maka ia menjadi tawanannya, terbelenggu dalam penjaranya, dan الله akan menutupi hatinya untuk memperoleh kemanfaatan sehingga ia tidak dapat menikmati kelezatan firman الله dan tidak dapat mengambil buahnya, meski berulang kali membacanya. الله berfirman :

سأصرف عن أّيتى الذين يتكبرون فى الارض بغيرالحق

Akan Aku palingkan dari ayat-ayat-Ku, orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar (Al-A’raf 146)

2. Untuk mengetahui asal pokok dari sesuatu dengan cara menggunkaan furu’ (cabangnya), meluruskan furu’ dengan mendasarkannya pada ushul , dan tidak akan sampai pada tingkatan penyaksian ushul kecuali dengan mengagungkan perantara dan furu’ yang telah diperintahkan oleh الله.

Ahmad bin Al-Jalla

Namanya adalah AbduLlah Ahmad bin Yahya Al-Jalla. Dia berasal dari Baghdad, tinggal di Ramalah dan Damaskus dan termasuk salah seorang tokoh sufi para guru di Syiria (Syam). Ahmad banyak bersahabat dengan Abu Turab, Dzunun Al-Mishri, Abu Ubaid Al Bishri, dan ayahnya Yahya Al-Jalla.

Ada kisah menarik berkaitan dengan beliau , suatu hari ia menghadap ayah dan ibunya dan berkata, “Saya suka jika ayah dan ibu menghibahkan diri saya kepada الله Azza wa Jalla”.

“Memang kami telah menghibahkanmu kepada الله Azza wa Jalla”. Jawab ayah dan ibunya.

Beberapa saat kemudian Ahmad meninggalkan sejenak kedua orang tuanya. Ketika kembali pada suatu malam dan bersamaan dengan turunnya hujan, dia mengetuk pintu rumahnya.

“Siapa yang mengetuk pintu ?” tanya ayahnya.

“Puteramu Ahmad”. Jawabnya.

“kami memang pernah memiliki anak laki-laki, tetapi dia telah kami hibahkan kepada الله. Kami adalah bangsa arab yang itdak pernah mencabut kembali apa yang telah kami hibahkan”. Setelah berkata demikian, ayahnya tidak membukakan pintu untuknya.

Diantara mutiara hikmahnya adalah, “Barang siapa yang telah bersikap sama antara pujian dan celaan terhadap dirinya, maka dia adalah zahid. Barang siapa yang menjaga salat fardhunya di awal waktunya, maka dia adalah seorang ‘abid (ahli ibadah). Barang siapa yang dapat melihat perbuatannya bahwa semua itu adalah dari الله Azza wa Jalla, maka dia adalah seorang muwahid (orang yang mengesakan الله )”.

Ketika wafat, ahmad bin Al-Jalla terlihat tampak tersenyum sehingga dokter/tabib mengiranya masih hidup. “dia masih hidup”. Katanya. Kemudian dokter memeriksa denyut urat nadinya . “Dia telah meninggal dunia”, katanya heran. Kemudian dokter itu membuka wajahnya lagi dan berkata, “Saya tidak tahu apakah dia sudah meninggal ataukah masih hidup”.

Bunan Al-Jamal.

Namanya Abu Hasan Bunan Al-Jamal, wafat pada tahun 316 H/928 M. Berasal dari Wasith kemudian tinggal di Mesir. Dia adalah orang yang mulia dan memiliki banyak keramat.

Dia pernah ditanya tentang perihal ajaran sufi yang paling penting, maka dia menjawab, “Meyakini jaminan الله, melaksanakan perintah-Nya, menjaga hati, dan meninggalkan tujuan duniawi.

Abu Ali Ar-Rudzabari berkata, “Saya pernah bertemu Bunan Al-Jamal ketika sedang berada di depan binatang buas, binatang itu tidak melukainya akan tetapi malah menciuminya.

“Apa yang ada di dalam hatimu sehingga binatang buas itu menciumimu ?” Tanya seseorang.

“Saya memikirkan bahaya perbedaan pendapat para ulama yang tingkatannya seperti binatang buas”. Jawabnya.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008