Imam AbduLlah Ba’alawy
(WaliyuLlah rujukan para ulama)
Beliau ulama besar yang tawadhu’ dan dermawan. Para muridnya menjadi ulama pula. Doanya makbul dan penuh keberkahan. Beliau juga ahli mujahadah.
Suatu saat beberapa tahun silam, mota Makkah dilanda kemarau panjang. Siang hari panas terik membakar, sedang malam hari dingin menggigit kulit. Kemarau panjang menyebabkan gagal panen dan penduduk dilanda paceklik. Jangankan untuk makan, untuk minum saja mereka harus berebut air zamzam, yang pada musim apapun tidak pernah kering. Penduduk yang tinggal di pegunungan terpaksa mengambil air dengan harga yang sangat mahal.
Melihat keadaan itu, ulama besar Imam AbduLlah Ba’alawy
sangat prihatin. Beliaupun segera turun tangan memimpin shalat istisqa’ (untuk memohon hujan) dua reka’at di lapangan terbuka kemudian memanjatkan do’a yang cukup panjang. Dan tak lama kemudian, hujanpun turun dengan derasnya.
Allah Ta’ala menganugerahkan rahmatnya berkat doa mustajab seorang waliyuLlah. Sang wali memang sangat tekun bermujahadah sehingga mendapat hidayah.
Nama lengkap ulama zuhud itu adalah Imam AbduLlah Ba’alawy
bin Alwi Al-Ghuyur bin Imam Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbath, terus bersambung kepada Imam Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal ‘Abidiin bin Husain sampai kepada RasuluLlah SAW. Beliau lahir pada tahun 640 H/1220 M (Sebagian menyebutkan 638 H/1218 M. Selama delapan tahun bermukim di Makkah, menimba ilmu kepada para alim ulama termasuk kepada Imam Faqih Al-Muqaddam.
Gelar Ba’alawy di belakang nama beliau adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada keturunan Alawy bin UbaiduLlah bin Ahmad bin Isa Al-Muhaajir, artinya –keturunan Alawy- orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Ba’alawy juga terkenal dengan panggilan Sayid.
Memang layak jika banyak para ulama berkiblat kepada imam AbduLlah Ba’alawy karena sebagaimana kakeknya, beliau juga seorang imam. Orang mengenal beliau sebagai ulama yang pribadi, sifat dan akhlaknya wara’ dan zuhud sehingga beliau pantas menjadi seorang Faqih yang termasyhur.
Menurut Imam AbduRrahman Assegaf bin Muhammad Mawla Dawiilah, para ulama di zamannya telah sepakat bahwa Imam AbduLlah Ba’alawy adalah seorang Mujtahid – Ulama besar yang mampu melakukan ijtihad. Pendapat serupa juga datang dari Al-Faqih ali bin Salim, “Aku pernah berada di Makkah bersama Imam AbduLlah Ba’alawy di bulan Ramadhan. Setiap kali usai mengerjakan shalat tarawih, kami melakukan shalat dua reka’at., dalam dua raka’at tersebut kami membaca Al-Qur’an sampai habis. Kami tidak makan malam kecuali setelah dua ibadah tersebut, sementara kami hanya berbuka puasa dengan seteguk air dan kurma”. Katanya.
Imam Imam AbduLlah Ba’alawy adalah guru yang sangat bersungguh-sungguh dalam mendidik murid-muridnya terutama dalam pelajaran Al-Qur’an. “Aku pernah belajar Al-Qur’an bersama beliau. Pelajaran kami tidak akan pernah selesai setelah habis setengah dari Al-Qur’an”. Kata Al-Faqih Ali bin Salim.
Sosok Imam AbduLlah Ba’alawy merupakan suatu panutan dan suri tauladan terutama kedermawanannya. Beliau dikenal banyak berinfak kepada semua keluarga Ba’alawy dan pembantu-pembantu mereka. Beliau menginfakan hartanya hingga tersisa hanya sedikit termasuk memakmurkan masjid dan ketika menunaikan ibadah haji. Beliau juga berinfak dalam jumlah besar untuk majlisnya. Dari majlis itulah kemudian lahir para ulama besar seperti Al-Faqih Ali bin Salim, Syaikh Muhammad Basyu’ab, Syaikh Umar Bawazir, Syaikh Saleh Fadhi bin AbduLlah bin Fadhi Asy-Syihri, Syaikh Bahamran, Syaikh Kholil bin Syaikh Bamaimun, Sayid Syaikh Muhammad Maula Dawiilah.
Imam AbduLlah Ba’alawy wafat pada hari Rabu, pertengahan Jumadil Ula 731 H/1311 meninggal tiga putera.
Sumber Majalah al-Kisah
0 komentar:
Posting Komentar