Rabu, 17 Februari 2010

KEMERDEKAAN





اللّه SWT berfirman, “وَيُؤْثِرُوْنَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةْ

“dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) tas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam keadaan kesusahan’” (Al-Hasyr 9)

          Artinya, orang-orang Anshar mengutamakan orang-orang Muhajirin atas mereka sendiri untuk memurnikan dari apa yang mereka keluarkan.

          Ibnu Abas RA. Menuturkan sabda َسُوْلُ اللّه SAWW yang mengatakan :
اِنَّمَا يَكْفِى أَحَدُكُمْ مَاقَنَعَتْ بِهِ نَفْسُهُ  وَإِنَّمَا يَصِيْرُ إِلَى أَرْبَعَةِ أَذْرَعٍ وَشِبْرٍ  وَإِنَّمَايَرْجِعُ إِلَى آخِرِهِ

“Sesungguhnya seseorang dari kalian mencukupkan dengan apa yang menjadi kepuasan nafsunya, sampai menjadi empat hasta dan satu jengkal serta segala perkara kembali pada kesudahannya (akhirnya).”

          Syaikh Abu Ali Ad-Daqaaq mengatakan,”Sesungguhnya makna kemerdekaan/kebebasan dibatasi dalam ketiadaan seorang hamba dibawah pengaruh perbudakan makhluk ; tidak dikendalikan penguasa yang mengatur alam (para raja atau presiden) dan tanda sahnya kemerdekaan dibuktikan dengan keguguran sifat yang membedakan dari hatinya diantara hal-hal (yang menjadi pilihannya). Bagaimana semua posisi yang menghadangnya adalah sama”.

          Haritsah RA pernah mengatakan pada َسُوْلُ اللّه SAWW, “Jiwaku zuhud dari dunia. Bagiku tidak ada bedanya antara batu dan emas”. Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq mengatakan, “Barang siapa menghinakan dunia, maka dia bebas darinya, dan jika berpindah menuju kampung akhirat maka dia juga bebas darinya”. Beliau juga mengatakan bahwa orang yang bebas dari dunia maka akhirat kelak juga bebas darinya”.

          Syaikh Abu Ali Ad-Daqaaq mengatakan, “Ketahuilah bahwa hakikat kemerdekaan terletak dalam kesempurnaan penghambaan. Jika penghambaannya benar untuk اللّه, maka kemerdekaannya bersih dari perbudakan sesuatu yang berubah. Adapun orang yang berangan-angan bahwa dirinya dipasrahkan hanya kepada-Nya dengan melepaskan semua waktu untuk ibada dan menyatukannya dengan lrikan-Nya dari batasan amar makruf nahi munkar maka dia termasuk orang yang mengerti dalam membedakan beban-beban hukum. Demikian itu menjadikannya terlepas dari dua dunia”.
          اللّه SWT berfirman,
وَاعْبُدْ رََّكَ حَتَّى يَأتِيَكَ الْيَقِيْنُ
          “dan sembahlah Tuhanmu hingga dating keyakinan padamu” (Al-Hijr 99)

          Yakni kematian. Penafsiran ini lebih disepakati para ahli tafsir.
          Tanda kemerdekaan bagi seorang hamba diantaranya adalah ketiadaan hatinya di bawah penghambaan makhluk, kepentingan-kepentingan dunia dan tujuan-tujuan akhirat. Dirinya adalah dirinya. Tidak satupun keduniaan yang bersifat sementara mampu memperbudaknya, tidak juga keinginan, angan-angan, permintaan, tujuan, harapan, dan keuntungan. Dirinya bebas dari semua itu. Dalf As-Syibli pernah ditanya, “Tidakkah engkau tahu bahwa Dia adalah Dzat Yang Maha Pengasih ?” lalu dijawab,”Benar semenjak saya mengetahui sifat kasih saying-Nya, saya tidak lagi meminta dia untuk mengasihi saya. Maqam kemerdekaan amatlah mulia”.

          Abul Abbas As-Sayyari berkata, “Seandainya shalat tanpa bacaan Al-Qur’an sah, maka sah pula gubahan syair ini :

          Saya berangankan suatu kondisi
          Berada dalam suatu zaman
          Yang engkau akan melihat dua biji mata saya
          Sebagai kemerdekaan yang terbit

          Banyak pendapat para guru sufi tentang makna kemerdekaan diantaranya adalah pendapat Husain bin Manshur yang mengatakan, “Barang siapa menghendaki kemerdekaan, maka teruslah dalam penghambaan (kepada اللّه)”.
          Imam Al-Junaid ditanya tentang orang yang tidak terpengaruh oleh dunia melainkan seukuran isapan satu biji-bijian terkecil, lalu dijawab, “Seorang budak juga tidak terpengaruh oleh keberadaan dirham. Sesungguhnya kau tidak akan sampai pada makna kemerdekaan sementara hakikat penghambaan yang menjadi tanggunganmu masih tersisa (terpengaruh kepentingan).

          Bisyir Al-Hafi berkata, “Barang siapa menginginkan kelezatan makanan kebebasan dan terbebas dari perbudakan, maka sucikanlah rahasia yang berada diantara idrinya dengan اللّه”.
          Husain Al-Manshur juga pernah mengatakan, “Jika seorang hamba mengambil hak beberapa maqam  penghambaan secara keseluruhan yang menjadikannya bebas dari kepayahan penghambaan, maka kerjakan fungsi penghambaan dengan tanpa tekanan dan beban. Itu adalah maqam para Nabi SAWW dan orang-orang yyang ahli kebenaran. Artinya, menjadi orang yang terbebani namun merasa tidak terbebani dan hatinya tidak diliputi rasa berat (karena penghambaannya kepada اللّه), meski hokum syariat pada kenyataannya membemani yang demikian”.

          Manshur Al-Faqih membacakan syair :
Tidakkah ersisa pada diri manusia
Kebebasan, dan tidak juga pada jun
Telah berlalu kebebasan dua golongan
Maka mereka menghiasi hidup dengan kepahitan

          Ketahuilah bahwa sesungguhnya sebagian besar kebebasan terdapat dalam pemberian pelayanan pad orang-orang faqir. Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq mengatakan, “Alloh memberikan wahyu kepada Nabi Dawud AS, ‘Jika kamu melihat-Ku dengan pencarian, maka jadikanlah dirimu sebagai pelayan-Ku’”.

          RasluLlah SAWW bersabda :

سيّدُالْقوْمِ خادمهم

          “Tuan bagi suatu kaum adalah yang menjadi pelayan bagi mereka”.
          Yahya bin Mu’adz mengatakan, “Anak-anak dunia adalah orang yang dilayani para budak dan pelayan, sedang anak-anak akhirat adalah orang-orang yang dilayani kelompok orang merdeka lagi orang baik”.

          Ibrahim bin Adham mengatakan, “Sesungguhnya kebebasan yang mulia adalah keluar (terbebasnya diri) dari penghambaan dunia sebelum dunia meninggalkannya”. Dia juga mengatakan, “Jangan berkawan kecuali kepada orang yang bebas (merdeka) lagi mulia. Mendengarlah dan jangan berbicara”.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008