Kamis, 28 Januari 2010

BUKTI TAWASUL NABI NUH KEPADA RASULULLAH SAWW

imagesPada bulan Juli 1951 sebuah tim yang terdiri
dari ahli-ahli Rusia melakukan penelitian terhadap
Lembah Kaat. Sepertinya mereka tertarik untuk menemukan
sebuah tambang baru di daerah tersebut.
Dalam penelitiannya mereka menemukan beberapa
potong kayu di daerah tersebut berserakan.
Mereka kemudian mulai menggali tempat tersebut
dengan tujuan untuk menemukan sesuatu yang berharga.
Tetapi alangkah terkejutnya mereka ketika menemukan
kumpulan potongan-potongan kayu tertimbun di situ.
Salah seorang ahli yang ikut serta memperkirakan,
setelah meneliti beberapa lapisanya, bahwa kayu-kayu
tersebut bukanlah kayu yang biasa, dan menyimpan rahasia
yang sangat besar di dalamnya.

Mereka mengekskavasi tempat tersebut dengan penuh keingintahuan.
Mereka menemukan cukup banyak potongan-potongan
kayu di daerah penggalian tersebut, dan
di samping itu mereka juga menemukan hal-hal
lain yang sangat menarik. Mereka juga menemukan
sepotong kayu panjang yang berbentuk persegi.
Mereka sangatlah terkejut setelah mendapati
bahwa potongan kayu yang berukuran 14 X 10 inchi
tersebut ternyata kondisinya jauh lebih baik
dibandingkan potongan-potongan kayu yang lain.
Setelah waktu penelitian yang memakan waktu yang
cukup lama, hingga akhir tahun 1952, mereka
mengambil kesimpulan bahwa potongan kayu tersebut
merupakan potongan dari bahtera Nabi Nuh a.s.
yang terdampar di puncak Gunung Calff (Judy).
Dan potongan (pelat) kayu tersebut,
di mana terdapat beberapa ukiran dari
huruf kuno, merupakan bagian dari bahtera tersebut.
Setelah terbukti bahwa potongan kayu
tersebut merupakan potongan kayu dari
bahtera Nabi Nuh a.s., timbullah pertanyaan
tentang kalimat apakah yang tertera di
potongan kayu tersebut. Sebuah dewan yang
terdiri dari kalangan pakar dibentuk oleh
Pemerintah Rusia di bawah Departemen Riset
mereka untuk mencaritahu makna dari tulisan
tersebut. Dewan tersebut memulai kerjanya pada
tanggal 27 Februari 1953.
Berikut adalah nama-nama dari anggota dewan tersebut:
1. Prof. Solomon, Universitas Moskow
2. Prof. Ifa Han Kheeno, Lu Lu Han College , China
3. Mr. Mishaou Lu Farug, Pakar fosil
4. Mr. Taumol Goru, Pengajar Cafezud College
5. Prof. De Pakan, Institut Lenin
6. Mr. M. Ahmad Colad, Asosiasi Riset Zitcomen
7. Mayor Cottor, Stalin College
Kemudian ketujuh orang pakar ini setelah
menghabiskan waktu selama delapan bulan
akhirnya dapat mengambil kesimpulan bahwa
bahan kayu tersebut sama dengan bahan kayu
yang digunakan untuk membangun bahtera Nabi
Nuh a.s., dan bahwa Nabi Nuh a.s. telah meletakkan
pelat kayu tersebut di kapalnya demi keselamatan dari
bahtera tersebut dan untuk mendapatkan ridho Illahi.
Terletak di tengah-tengah dari pelat tersebut adalah
sebuah gambar yang berbentuk telapak tangan dimana juga terukir
beberapa kata dari bahasa Saamaani.
Mr. N.F. Max, Pakar Bahasa Kuno, dari Mancester, Inggris telah
menerjemahkan kalimat yang tertera di pelat tersebut menjadi:
"Ya Allah, penolongku! Jagalah tanganku dengan kebaikan dan bimbingan
dari dzatMu Yang Suci, yaitu Muhammad, Ali, Fatima, Shabbar dan Shabbir.
Karena mereka adalah yang teragung dan termulia.
Dunia ini diciptakan untuk mereka maka tolonglah aku demi nama mereka."
Semuanya sangatlah terkejut setelah mengetahui arti
tulisan tersebut. Terutama yang membikin mereka
sangatlah bingung adalah kenapa pelat kayu tersebut
setelah lewat beberapa abad tetap dalam keadaan utuh dan tidak rusak sedikitpun.
Pelat kayu tersebut saat ini masih disimpan dengan
rapih di Pusat Penelitian Fosil Moskow di Rusia.
Jika anda sekalian mempunyai waktu untuk mengunjungi
Moskow, maka mampirlah di tempat tersebut, karena pelat
kayu tersebut akan menguatkan keyakinan anda terhadap kedudukan Ahlul Bayt a.s.
Terjemahan kalimat tersebut telah dipublikasikan antara lain di:
1. Weekly - Mirror, Inggris 28Desember 1953
2. Star of Britain , London , Manchester 23 Januari 1954
3. Manchester Sunlight, 23Januari 1954
4. London Weekly Mirror, 1Februari 1954
5. Bathraf Najaf , Iraq 2 Februari 1954
6. Al-Huda, Kairo 31 Maret 1954
7. Ellia - Light, Knowledge & Truth, Lahore 10 Juli 1969
...

Selasa, 12 Januari 2010

Mengandalkan amal ibadah

من علمة الاعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الزلل
( Termasuk tanda-tanda seseorang berpegangan / mengandalkan amal ibadahnya adalah kurangnya rasa harap akan rahmat الله ketika ia tergelincirز
Berpegangan atau mengandalkan pertolongan الله merupakan sifat arifuun yang ahli mengesakan Tuhan. Dan berpegangan / mengandalkan kepada selain الله adalah sifat orang yang lalai dan bodoh, dan apa saja yang termasuk selain الله hingga berpegangan kepada ilmunya, dan amalnya, dan ahwalnya. Adapun ahli ma’rifat yang selalu mengesakan Tuhan, sesungguhnya mereka berada dalam kondisi kelapangan dalam kedekatannya dengan الله dan musyahadahnya. Mereka selalu menatap / bertawajuh kepada Tuhannya dan mereka fana dari diri mereka sendiri. Oleh karena itu apabila mereka tergelincir dalam dosa atau mereka lalai, maka mereka selalu melihat akan peran dan campur tangan Tuhan terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, dan mereka melihat mengalirnya qadha الله kepada mereka.
Demikian juga apabila mereka dapat melakukan keta’atan kepada الله maka mereka tidak melihat segalanya merupakan hasil dari usahanya sendiri, demikian juga mereka tidak melihat adanya kekuatan dirinya dalam melakukan keta’atan, kerana yang terlebih dahulu masuk ke dalam hati mereka adalah dzikir atau ingat kepadaTuhannya, oleh karena itu dirinya tenang di dalam aliran taqdir-Nya dan hatinya juga tenang terhadap apa saja yang terlintas kepadanya dari pancaran cahaya-Nya. Oleh karena itu tiada beda dari dua keadaan yang dialaminya –yaitu ketika ta’at dan ketika tergelincir dalam dosa-, karena sesungguhnya mereka telah tenggelam di dalam lautan tauhid . Maka dari itu sama saja bagi mereka antara rasa takut / khauf dan harap / raja’ . oleh karena itu tidaklah mengurangi rasa takut mereka meskipun mereka telah berhasil menjauhi kemaksiyatan. Juga tidak menambahi dari harap mereka dengan amal kebaikan yang telah mereka lakukan.

Dikatakan, “Orang ‘arif tegak berdiri kokoh dengan pertolongan الله. Sungguh الله telah menjaga urusan mereka. Apabila tampak keta’atan dari mereka, maka mereka tidak mengharapkan pahala karena mereka tidak melihat dirinya yang melakukan amal keta’atan. Demikian pula apabila terjadi perbuatan dosa, maka mereka tiada melihat selain kepada الله yang mengalirkan taqdirNya. Maka hatinya menjadi tenang dengan الله dan penglihatannya kepadaNya dan takut akan kebesaranNya serta harapannya kepadaNya.

Adapun selain mereka, maka mereka menisbatkan kepada dirinya sendiri akan amal, perbuatan, dan mereka mengambil bagian dari segala amal mereka. Oleh karena itu mereka berpegangan kepada amal mereka dan hatinya merasa tenang akan hal keadaan mereka. Kemudian apabila mereka tergelincir pada perbuatan dosa, maka akan berkuranglah harap/raja’ mereka akan rahmat ampunan dan pertolongan الله sebagaimana mereka ketika melakukan ta’at maka mereka menjadikannya sebagai andalan dan pegangan yang mereka anggap dapat menyelamatkan. Akhirnya mereka tidak sadar telah bergantung kepada asbab dan terhijab dari Tuhaninya. Oleh karena itu barang siapa yang mendapati tanda dari keadaan yang demikian ini, naka sudah seharusnyalah ia mengetahui posisi dan kedudukannya sehingga tidak mendakwakan diri sebagai bagian dari golongan khos / orang-orang pilihan yang ahli dekat dengan الله. Dan posisi mereka sesungguhnya masih pada golongan Ashabil Yamiin.
Telah berkata Sayikh Abu Abdurrahman As-Sulamy dan AL-Hafidz Abu Na’im Al-ishfahaany dari Yusuf bin AL-Husain Ar-Razy RA, “sebagian orang datang kepadaku dan berkata kepadaku,’Janganlah sekali-kali engkau melihat keinginanmu dalam semua amalmu kecuali engkau bertaubat karenanya’. Maka aku jawab, “Jika taubat dapat menyelamatkan diriku, maka tidak aku ijinkan ia membuatku merasa aman dari Tuhanku. Jika kejujuran dan keikhlasan keduanya menjadi hambaku, niscaya aku jual keduanya sebagai kezuhudanku dari keduanya. Karena sesunguhnya jika diriku di sisi الله ditentukan olehNya sebagai orqang yang beruntung dan diterima amalnya, maka tidaklah mengkhawatirkan diriku segala bentuk dosa dan kesalahan. Dan jika diriku disisiNya dikehendaki sebagai orang yang celaka, maka tidaklah akan menyelamatkanku semua amal, kesungguhan dan keikhlasanku. Dan sesungguhnya الله telah menjadikanku sebagai manusia yang tanpa amal apapun demikian pula penolong yang menyelamatkanku dariNya. Kemudian Ia menunjukkanku kepada agamaNya yang diridhoiNya dengan firmanNya Barang siapa yang mengambil agama selain agama Islam maka tidak akan diterima dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi oleh karena itu peganganku kepada kemurahanNya dan belas kasihNya lebih utama bagiku daripada peganganku kepada amalku dan sifatku yang tidak sempurna. Karena sesungguhnya membandingkan kemurahan الله dan kasih sayangNya dengan amal dan perbuatan kita adalah disebabkan kekurang tahuan kuta akan kemurahan الله dan kebaikanNya.

Sumber : Kitab Syarah al-Hikam ...

SAHWAT YANG HALUS

اجتهادك فيمن ضمن لك وتقصيرك فيما طلب منك دلليل على انطماس البصيرة منك


(KESUNGGUHAN KAMU UNTUK MEMPEROLEH APA YANG TELAH DIJAMIN الله UNTUKMU) Yaitu segala sesuatu yang telah الله tanggung seperti rizki sebagai kemurahan الله dan kebaikan-Nya, sebagaimana firman اللهDan berapa banyak segala yang melata di atas bumi tidak membawa rizkinya. الله lah yang memberi rizki kepada mereka, demikian pula rizkimu…” SEDANGKAN KAMU LALAI TERHADAP KEWAJIPAN YANG DIAMANATKAN KEPADAMU) yaitu beberapa amalan ibadah yang menyebabkan kamu sampai kepada-Nya seperti beberapa bacaan dzikir dan shalawat dan lain-lain dari bermacam-macam keta’atan sebagai mana firman الله “Dan tidaklah Aku jadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku. ( yang demikian ini MENUNJUKKAN KEBUTAAN MATA HATIMU).
Sesuatu yang telah ditanggung الله bagi hambanya adalah rizki yang dengan rizki tersebut hamba الله dapat mempertahankan eksistensinya untuk hidup di dunia. Dan arti pertanggungan الله dalam hal rizki hamba-Nya adalah bahwa الله menjamin rizki untuk kelangsungan hidup hamba-Nya dan الله menghendaki hamba tersebut hatinya menjadi lapang serta tidak menanggung beban berat dalam mencarinya, atau hati menjadi susah karenanya. Adapun yang dituntut oleh الله atas hambanya adalah amal ibadah agar hamba tersebut dapat sampai kepada kebahagiaan di akhirat dan dekat dengan الله Ta’ala. Dan yang dimaksudkan ibadah sebagai tuntutan dari الله adalah bahwasanya serangkaian keta’atan tersebut menjadi beban yang harus dilakukan oleh hamba secara bersungguh-sungguh sebagaimana telah diatur dalam syari’at mengenai sebab dan waktunya dan lain sebagainya. Pada sebagian atsar diterangkan firman الله Ta’ala “Wahai hambaKu ta’atlah kepadaKu dan janganlah engkau mengaturKu untuk hal kebaikanmu”.
Telah berkata Ibrahim Al-Khawash, “Ilmu itu kesemuanya terdapat dalam dua kalimat yaitu ‘Jangan engkau bebani diri dengan sesuatu yang telah dijamin, dan jangan sia-siakan sesuatu yang diwajibkan. Oleh karena itu barang siapa yang telah mampu menempati keadaan ini (yaitu bersungguh-sungguh dalam menjalankan kewajiban dan melapangkan hati terhadap sesuatu yang telah ditanggung الله Ta’ala) maka sungguh telah terbukalah mata hatinya dan telah bersinarlah nuurul Haq / cahaya kebenaran di dalam hatinya dan telah berhasilah ia mencapai puncak tujuan. Akan tetapi bagi yang sebaliknya, maka sengguh telah kabur dan butalah mata hatinya.
Adapun pengarang kitab ini rahimahuLlah memberikan istilah Ijtihad (bersungguh-sungguh), hal ini memberikan isyarah bahwa mencari rizki secara wajar dan tidak memforsir diri hanya untuk tujuan duniawi semata adalah tidak terecela dan mubah hukumnya, dan bukan termasuk perkara yang dapat mengeruhkan mata hati. Telah disebutkan dalam kitab Tanwirul Qulub, perihal firman الله Ta’ala, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk melakukan shalat, dan bersungguhlah dalam mengerjakannya. Sesungguhnya Aku tidak meminta rizki darimu akan tetapi Aku lah yang memberimu rizki” Maksud ayat ini adalah “Laksanakanlah pelayanan kepadaKu maka Aku akan melaksanakan pembagian rizki dariKu –Qum bikhidzmatiNa, wa Nahnu Naquumu laka biqismatiNaa.” Di sini terdapat dua perkara, yaitu perkara yang telah dijamin/ditanggung الله maka janganlah engkau sedih karenanya, dan perkara tuntutan الله kepadamu maka jangan di sia-siakan. Oleh karena itu barang siapa yang bersungguh-sungguh atas sesuatu yang telah dijamin sementara ia melalaikan sesuatu yang diwajibkan, maka tampak jelaslah kebodohannya, dan telah meluaslah kelalaiannya.
Bukankah kita telah melihat bahwa الله telah memberi rizki kepada orang yang durhaka kepada-Nya, maka bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang ta’at. Jikalau الله telah mengalirkan rizki-Nya kepada orang yang ingkar / kufur kepada-Nya, bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang beriman. Bukankah kita sebagai orang mukmin telah mengetahui dengan jelas bahwa dunia telah dijamin bagi kita, dan amal untuk akhirat adalah tuntutan bagi kita. Sebagaimana firman الله,”Watazawwaduu fa inna khaira zaad at-taqwa dan persiapkanlah bekal dan sebaik-baik bekal adalah taqwa”. Sebagian dari mereka (orang-orang shalih) berkata, “Sesungguhnya الله telah menjamin kemaslahatan duniaku dan الله menuntut amal untuk akhiratku. Dan Tidaklah الله menuntut kemaslahatan duniaku dan menjamin akhiratku.”
Sumber : Kitab Syarah al-Hikam ...

Senin, 11 Januari 2010

Tragedi Karbala

...

Dzuljanah Menjadi Tempat Ratapan

Dalam riwayat disebutkan bahwa ketika Dzuljanah sudah bebas dari gangguan, secara ajaib kuda tunggangan manusia-manusia mulia itu berucap, “œBetapa zalimnya umat yang telah membunuh putera nabinya sendiri.”

Dzuljanah kemudian kembali ke perkemahan sambil meringkik-ringkik nyaring sehingga kaum wanita Imam Husain as yang mengenal suara itu keluar dari dalam tenda dengan penuh rasa cemas dan tercekam ketakutan. Di tengah mereka Hazrat Zainab AlKubra as berteriak histeris

“Oh saudaraku! Oh junjunganku! Oh Ahlul Bait! Semoga langit ini runtuh menimpa bumi! Semoga gunung-gunung ini dihamburkan dan menimpa pedang sahara”.

Diantara mereka juga terdapat Ummu Kaltsum. Saat menyaksikan di atas punggung Dzuljanah sudah tidak ada ayahnya lagi, Ummu Kaltsum juga mendadak histeris.

Demi Allah, AlHusain telah terbunuh! Jerit Ummu Kaltsum sambil menepuk-nepuk kepala dan merobek kain cadarnya. Sakinah yang tak kalah histerisnya.

Oh kakekku! Oh Muhammad! Betapa terasingnya AlHusain!” Ratap Sakinah.

Sambil beratap dan tersedu-sedu, satu diantara mereka ada yang berucap kepada dzuljanah: “Mengapa engkau lepaskan AlHusain ke tengah-tengah kerumunan musuh?

Sakinah juga meratap: “Apa yang terjadi dengan ayahku? Dimana sang pemberi syafaat di hari kiamat itu?”

“Ayahku tadi pergi dalam keadaan tercekik dahaga.”

“Apakah mereka telah memberi ayahku air, ataukah dia telah gugur dengan bibir yang kering kehausan?”

Namun demikian, Dzuljanah tetaplah seekor kuda yang tak mampu berbuat apa-apa di depan ratapan puteri-puteri Rasul ini. Disebutkan dalam riwayat bahwa hewan yang ikut membela para keturunan suci Rasul di depan manusia-manusia srigala itu ikut tertimpa stres hingga akhirnya roboh dan mati. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Dzuljanah telah menceburkan diri ke sungai ElFrat lalu hilang entah kemana

...

Kesakralan Syahadah Imam Husain as.

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa tragedi pembantaian keluarga Rasul pimpinan Imam Husain ini segera disusul dengan berbagai tanda alam dan lain yang menunjukkan kesakaralan syahadah beliau. Diantaranya disebutkan bahwa kematian suci cucu Rasul di tangan manusia-manusia sadis itu segera disusul dengan bertiupnya angin kencang, angkasa tiba-tiba gelap gulita, sehingga orang-orang tak dapat melihat apa yang ada di depannya. [Maqtal Khawarizmi hal.201]

Selain itu Zari’ Al-Asadi, seorang petani yang bercocok tanam di tepian sungai â€کAlqamah dalam kisahnya tentang Imam Husain mengatakan: Pukulan tongkat Nabi Musa as ke batu dapat memancarkan mata air tetapi musibah Imam Husain telah memancarkan darah dari bebatuan, sebagaimana darah pernah mengucur dari runtuhan batu-batu di Baitul Maqdis. [Muntakhab AT-Tharihi juz 2 hal.61 – Biharul Anwar juz 45 hal.204-205]

Dikisahkan pula bahwa dari awal malam ke 11 Muharram hingga terbitnya fajar semua bebatuan dan bongkahan-bongkahan tanah mengucurkan darah dibawahnya. [Biharul Anwar juz 2 hal. 209]

Periwayat menceritakan: “Hazrat Musa adalah pemilik Yad AlBaidha’ dan sering memancarkan cahaya ketika dia memperlihatkan suatu mukjizat. Namun, dari Imam Husain yang memancarkan cahaya cemerlang adalah dahi dan leher beliau.[1]

Untuk Nabi Musa as Allah telah membelahkan laut agar Bani Israel dapat menyeberanginya. Namun, untuk Imam Husain as seluruh samudera bergemuruh hebat dan penghunipun meratap, sementara para bidadari juga turun dari alam Firdaus dan mendatangi samudera sambil berucap: “Hai para penghuni lautan, berdukalah atas terbunuhnya putera Rasulullah.â€‌ [2]

Nabi Musa as telah menggali liang lahadnya dengan tangannya sendiri. Namun liang lahad Imam Husain as digali oleh Rasulullah. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada hari 10 Muharram (Asyura), Ummu Salamah bermimpi menyaksikan Rasulullah bermandi debu dan berucap: “Orang-orang telah membantai dan mengugurkan puteraku. Aku melihatnya jasadnya dan aku sedang sibuk menggalikan lubang kubur untuk Husain dan para sahabatnya.â€‌[3]

Diriwayatkan pula bahwa tujuh hari sepeninggal Imam Husain as langit berwarna merah dari ujung ke ujung. Bahkan kendati tragedi Karbala sudah berlalu 14 abad, hingga kini masih terdapat keajaibaban-keajaiban yang berkaitan dengannya, khususnya pada hari Asyura. Satu diantara keajaiban itu ialah mengalirnya cairan seperti darah dari sebuah pohon di Zarabad, sebuah daerah di Qazwin. Pohon yang tumbuh di dekat benteng Alamut itu setiap tahun pada hari Asyura dikunjungi oleh ribuan orang untuk menyaksikan mengalirnya cairan seperti darah tersebut dari batang pohon yang disebut dengan pohon canar (plane tree) tersebut.[4]

Dalam doa ziarah Imam AlMahdi as untuk Imam Husain as disebutkan:

“Bagaimana aku dapat membayangkan adegan nyata dimana kudamu kembali ke tendamu sambil merundukkan kepala seperti menangis, dan kaum wanitamu mendapatinya dalam keadaan mengenaskan dan pelananya terbalik sehingga mereka keluar tenda, rambut mereka terurai, wajah mereka dibanjiri air mata, dan tampak jelas, dan ratap tangis mereka terdengar keras, setelah mereka kehilangan orang yang sangat mereka cintai. Mereka lantas bergegas menuju tempat pembantaianmu di saat Syimir menduduki dadamu sambil menghunus pedangnya di atas lehermu.â€‌[5]

“(Wahai kakekku), maka aku akan sungguh-sungguh meratapi dirimu setiap dan sore. Bukannya dengan air mata, tetapi dengan darahlah aku menangisinya dan meratapi bencana besar yang telah menimpamu hingga aku meninggal dunia nanti dalam keadaan menanggung beban duka cita.â€‌[6]

Imam AlMahdi as juga bertutur kata untuk Imam Husain as:

“Syimir telah duduk diatas dadamu sambil menghunus pedang pedang diatas lehermu dan menarik jenggotmu, lalu menyembelihmu dengan pedangnya. Sejak itu, panca inderamu redup, nafasmu reda, dan kepalamu ditancapkan di atas tombak.â€‌[7]

Dalam ziarahnya untuk kakeknya, Imam Husain as, Imam Al-Mahdi as juga berkata: “Seandainyapun masa ini diakhirkan dan takdirkan telah menghalangiku untuk menolongmu, maka aku akan tetap sunguh-sungguh meratapimu dan menangisimu dengan darah, bukan bukan dengan air mata.

Adapun salam beliau untuk Imam Husain as ialah sebagai berikut:

“Salam atas putera Nabi Putera Terakhir, salam atas putera pemuka para washi, salam atas putera Fatimah Azzahra, salam atas putera Khadijah Al-Kubra, salam atas putera Sidaratul Muntaha, salam atas putera surga Al-Ma’wa, salam atas putera Zamzam dan Safa, salam atas dia yang telah berlumuran darah bercampur debu, salam atas dia yang kemahnya telah dihujani anak panah, salam atas orang kelima penghuni Al-Kisa’, salam atas dia, orang yang paling terasing, salam atas pemuka para syuhada, salam atas manusia yang ditangisi oleh para malaikat di langit, salam atas manusia yang selalu didatangi oleh orang-orang yang menderita. Salam atas bibir-bibir yang kekeringan, salam atas jasad-jasad yang terlucuti, salam atas kepala-kepala yang terpenggal, salam atas wanita-wanita yang tertawan, salam atas hujjah Allah.“

“Salam atas jasad yang bermandikan darah luka-luka.“

“Salam atas jasad yang urat-urat jantungnya diputuskan oleh anak panah.“

“Salam atas jasad yang tersalib.“

“Salam atas deretan gigi yang ditumbuk oleh tongkat.“

“Salam atas bibir yang kering kehausan.“

“Salam atas kepala-kepala yang tertancap di ujung tombak dan pertontonkan di semua tempat.“

Diriwayatkan bahwa setelah Imam Husain as terbunuh, Umar Bin Sa’ad di tengah pasukannya berseru: “Siapa yang siap melumat jasad Husain dengan injakan kaki kuda?!â€‌[8]

Dari sekian ribu pasukan yang ikut serta dalam pembantaian Imam Husain itu tak ada yang bersedia berbuat sesuatu sebiadab itu terhadap cucu rasul tersebut kecuali sepuluh orang. Mereka yang konon anak zina itu bergantian menghentak-hentakkan kudanya diatas tubuh Imam hingga tulang belulang jasad beliau yang suci dan mulia remuk. [9]

Mereka melakukannya sambil terkekeh-kekeh dan penuh kebanggaan seakan dengan perbuatan seperti itu mereka dapat menjatuhkan keagungan Imam Husain. Padahal, perlawanan pantang mundur beliau dan para pengikutnya di depan kezaliman dan pendurjana telah menjadi teladan bagi umat manusia dan karena itu jutaan manusia di muka bumi telah menjadi pengikut dan atau setidaknya pengagum beliau. Sebaliknya, Muawiah dan Yazid tidak menyisakan bekas apapun kecuali ketercelaan, keterkutukan, dan laknat yang abadi.

Dengan demikian, selamat untuk Imam Husain as atas perjuangan dan jihadnya di Karbala yang beliau mulai dengan seruan “Adakah sang penolong yang akan menolongku?!â€‌ Kini, hamba-hamba beriman sedang menantikan kedatangan Imam AlMahdi as untuk kita penuhi seruan firman allah: “Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong Allah niscaya Allah akan menolong kalian, dan Dia akan mengokohkan langkah-langkah kalian.â€‌[10]

Sayidah Fatimah Azzahra as pernah berkata: “Jika kalian hendak membantu puteraku, AlMahdi, maka jadikanlah jiwa kalian seperti jiwa seorang ibu yang telah melepaskan anak salihnya pergi jauh dan tidak apakah hari ini, besok, atau tahun depan akan pulang.â€‌

Imam AlMahdi as sendiri berkata:

“Aku pasti akan kembali kepada orang yang paling lemah diantara kalian, agar rahmat Allah yang abadi tercurah kepada kalian.â€‌

“Aku akan datang agar hati yang luka dapat terobati.â€‌

“Aku pasti datang untuk membebaskan orang-orang yang terbelenggu.â€‌

“Aku pasti akan datang untuk menegakkan agama Muhammad di dunia.â€‌

Pada masa Imam Al-Mahdi as nanti, sedemikian damainya muka bumi ini sehingga kambingpun dapat hidup tentram berdampingan dengan srigala. Anak-anak kecil dapat bermain dengan ular dan kalajengking. Dunia saat itu tidak lagi menyisakan keburukan. Yang tinggal hanyalah kebaikan. Bumi mempersembahkan segala kekayaannya, dan langitpun mencurahkan segala berkahnya. Harta dari perut bumi melimpah, permusuhan reda di hati setiap orang, pintu-pintu kebahagiaan dan keamanan terbuka lebar, seorang wanita dapat bepergian ke mana saja di malam hari seorang diri tanpa ada rasa takut. Wajah bumi serba hijau dan rindang, dan siapaun tidak akan takut lagi kepada binatang-binatang liar.

Pada hari itu, Sang Penyelamat manusia-manusia yang teraniaya itu akan menyeret â€کdua berhala Bani Quraish; ke tiang gantungan, dan lalu beliau akan membawakan kisah lagi tentang syahadah kakeknya, Imam Husain as, tentang penyembelihan anak-anak kecil keturunan Rasul saww, dan tentang semua penderitaan dan keteraniayaan Ahlul Bait suci Rasul dan para pengikutnya.[11]

Imam AlMahdi as akan tampil dan membalas darah datuknya setelah berada di alam kegaiban selama sekian lama. Saat itu dia akan tampil di Mekah diantara Rukn dan Maqam lalu mengumandangkan suara:

“Wahai para penghuni dunia, akulah Imam AlQaim, akulah pedang yang akan melakukan pembalasan.â€‌

“Wahai para penghuni dunia, sesungguhnya kakekku Husain telah dibunuh dalam keadaan tercekik kehausan.â€‌

“Wahai para penghuni dunia, sesungguhnya (jasad) kakekku Husain telah mereka gerus dengan injakan kaki-kaki kuda.â€‌

Baginda Nabi Besar Muhammad saww tentang Imam AlMahdi as bersabda: “AlMahdi adalah satu-satunya penyelamat umat manusia kelak dimana kedatangannya akan membawa kedamaian universal.â€‌

Rasulullah saww juga bersabda: “Selamat atas kalian dengan kedatangan puteraku, AlMahdi, kelak, karena janji Allah pasti akan terpenuhi. Ketahuilah bahwa AlMahdi dari keluarga Muhammad masih dalam perjalanan.â€‌

Diriwayatkan bahwa ketika Imam Husain as menggapai puncak derajat syahadah, kuda beliau, Dzuljanah, melepoti kepala dan lehernya lalu menghentak-hentakkan kakinya ke tanah sambil meringkik keras hingga memantul ke segenap penjuru Karbala. Saat kuda perkasa itu dilihat oleh Umar bin Sa’ad, manusia ambisius berseru kepada komplotannya: “Kuda milik AlMustafa itu serahkan kepadaku.â€‌ Sesuai perintah ini, beberapa pasukan penunggang kuda segera memacu kudanya untuk mendekati Dzul janah. Namun, kuda yang sebelumnya ditunggangi oleh Abu Fadhl Abbas itu tinggal diam oleh manusia-manusia kejam yang telah membantai habis tuannya. Dzuljanah tiba-tiba mengamuk dan menerjang siapapun yang mencoba mendekatinya. Beberapa orang tewas diamuk oleh kuda perkasa itu, sampai akhirnya Umar bin Sa’ad meminta anak buahnya membiarkan kuda itu.

...

Perjuangan Ksatria Karbala Seorang Diri

Sebagaimana yang sudah disepakati, terjadilah duel satu lawan satu. Singkat cerita, Imam Husain as adalah pendekar yang tak tertandingi oleh musuh-musuhnya dalam pertarungan secara jantan satu lawan satu. Akibatnya, satu persatu lawan-lawan beliau dalam duel bergelimpangan menjadi korban hantaman pedang beliau. Umar bin Sa’ad pun was-was dan cemas saat melihat sudah banyak pasukannya yang tak bernyawa setelah berani menjawab tantangan duel Imam Husain as.

Dengan kesalnya, Umar bin Sa’ad menggerutu: “Keparat, tak ada seorangpun yang mampu bertanding dengan Husain. Jika begini terus, tak akan ada satupun diantara pasukanku yang tersisa nanti.â€‌

Dia lantas berteriak kepada pasukannya: “Tahukah kalian dengan siapakah kalian hendak bertarung?!â€‌

Umar bin Sa’ad rupanya baru menyadari bahwa dia sedang berhadapan dengan bukan sembarang orang, termasuk untuk urusan. Dia adalah putera pendekar Islam legendaris, Imam Ali bin Abi Thalib as. Dia adalah putera ksatria yang dijuluki dengan Haidar Al-Karrar, Singa Yang Pantang Mundur. Dia adalah putera si pemilik pedang Dzulfikar yang telah banyak menghabisi benggolan-benggolan pendekar kaum kafir dan musyrik. Dia adalah putera yang mewarisi semua kehebatan ayahnya. Karenanya, tak mengherankan jika Imam Husain as tak tertandingi oleh siapapun dalam pertarungan secara ksatria. Oleh sebab itu, begitu beliau tidak bisa dirobohkan dengan cara-cara jantan, pasukan musuh akhirnya mengepung beliau yang sendirian dari segenap penjuru. Mereka sudah siap merenggut nyawa beliau dengan cara mengeroyok habis-habisan.

Di saat yang lebih menegangkan itu, beliau tiba-tiba didatangi oleh sehelai surat bertinta emas yang melayang jatuh dari angkasa dan hinggap di atas pelana kuda beliau, Dzul Janah. Surat diraihnya dan tertera sebuah pernyataan:

“Salam atasmu wahai hamba-Ku yang salih, Husain. Rahmat dan berkat Allah atasmu, wahai Husain. (Ketahuilah bahwa) Kami tidak mewajibkan keterbunuhanmu.â€‌[1]

“Jika engkau menghendaki kehidupan di dunia, maka kembalilah ke sarangmu, dan urusilah dunia hingga kaum itu binasa.â€‌[2]

Surat itu dicium oleh Imam Husain as, dan melayangkan kembali ke angkasa bak burung merpati. Beliau kemudian berucap kepada Allah: “Ya Allah, aku sudah berjanji kepada-Mu untuk memberi syafaat umat kakekku. Lantas bagaimana mungkin aku akan mencabut kembali janji itu, dan Engkaupun juga sudah memberitahuku bahwa sesungguhnya untuk memberikan syafaat itu terdapat suatu derajat mulia yang tak dapat dicapai kecuali dengan syahadah…â€‌[3]

Perjanjian untuk menggelar pertarungan secara ksatria akhirnya benar-benar diabaikan oleh musuh. Umar bin Sa’ad memerintahkan seluruh pasukannya untuk ramai-ramai mengepung dan membantai Imam Husain as sedapat mungkin. Maka, sang Imam pun mulai menjadi bulan-bulan menghadapi sekian banyak manusia-manusia buas itu. Tubuh Imam semakin lemas dalam melakukan perlawanan sehingga saat demi saat tubuh beliau mulai menuai luka dan kucuran darah. Jasad beliau mulai terkoyak-koyak oleh berbagai jenis senjata pedang, tombak, dan panah yang sudah tak sabar untuk menghabisi riwayat Imam Husain as.

Di saat-saat Imam dalam posisi yang nyaris tak berdaya itu, beliau melihat seseorang bernama Syimir bin Dzil Jausyan bersama anak buahnya mengendap-mengendap diantara tempat Imam Husain bertahan dan lokasi perkemahan beliau. Di situ beliau berteriak lantang:

“Celakalah kalian, hai pengikut keluarga Abu Sufyan! Jika kalian memang sudah tak beragama, tidak takut kepada hari kebangkitan, maka berpesta poralah kalian dengan urusan duniawi kalian!â€‌

“Kamu bicara apa, hai putera Fatimah!â€‌ Sergah Syimir.

Imam menjawab: “Yang berperang adalah aku dan kalian. Jangan kalian ganggu kaum wanita. Janganlah kalian berbuat sesuatu yang sangat melanggar kehormatanku!â€‌

Syimir menjawab: “Kami tidak akan melanggar kehormatan.â€‌

Manusia kejam ini lalu berteriak kepada pasukannya: “Celakalah kalian! Apa yang kalian pelototi?! Cepat habisi dia!â€‌ Teriakan ini segera disusul dengan keroyokan yang lebih sengit terhadap Imam Husain yang nampak sudah kewalahan itu. Dari sekian pedang yang berebut untuk menghabisi nyawa cucu Rasul dan putera Fatimah itu, satu pedang yang digenggam Soleh bin Wahab berhasil menghunjam keras paha beliau. Hantaman ini menjatuhkan beliau dari atas kuda. Pelipis kanan beliau menghempas pasir Karbala yang panas itu.

Beliau tetap bangkit berdiri dan melanjutkan perlawanan sekuat tenaga. Dalam keadaan seperti itu beliau masih sempat menjatuhkan beberapa pasukan. Saat spirit beliau bertambah beliau selalu mengucap kalimat:

Beliau juga sempat bersumbar kepada musuh bahwa mati terbunuh lebih baik daripada harus hidup terpedaya oleh kehinaan dan ketercelaan. Terbunuhnya para pengikut beliau seiring dengan jerit tangis anak-anak kecil yang meratap kehausan sama sekali tak menciutkan nyali beliau untuk terus melawan dan pantang mundur. Ketabahan dan tawakkal di depan Allah adalah prinsip yang tak tergoyahkan. Saat itu kepada Tuhannya beliau berucap:

“Aku sabar atas garis yang telah Engkau tentukan, tiada Tuhan Yang Patut Disembah kecuali Engkau, wahai Pelindung orang-orang yang memohon perlindungan.”[4]

Dalam doa ziarah untuk beliau disebutkan: “Dan para malaikatpun terkesima menyaksikan kesabaranmu.”[5]

Hati musuh sama sekali sudah buta dan mengenal belas kasih. Dalam perlawanan sekuat tenaga itu, tubuh Imam Husain as terpaksa semakin bermandi darah saat tombak-tombak dan panah musuh ikut menggerogoti daya pertahanan beliau.

Dari arah sana Hazrat Zainab tak kuasa menahan diri menyaksikan kakaknya menjadi sasaran pembantaian seganas itu. Wanita agung menjerit-jerit mengadukan penderitaan kepada kakek, ayah, dan pamannya yang sudah bersemayam di alam keabadian.

“Oh Muhammad! Oh Ayah! Oh Ali! Oh Ja’far!” Ratap Zainab tersedu-sedu. “Alangkah baiknya seandainya langit ini runtuh menimpa bumi! Alangkah baiknya seandainya gunung-gunung ini berhamburan menimpa sahara.”[6]

Puteri Fatimah Azzahra as mencoba mendekati ajang pembantaian kakaknya. Di saat yang sama, manusia biadab Umar bin Sa’ad dan gerombolannya bergerak menuju perkemahan keluarga dan rombongan Imam Husain as. Di saat tubuh Imam roboh dan nafasnya sudah tersengal-sengal menanti ajal, gerombolan manusia liar itu mengobrak-abrik perkemahan anak keturunan Rasul tersebut. Mereka melakukan aksi pembakaran, merampasi harta benda, dan menangkapi dan menggiring kaum wanita dan anak-anak kecil sebagai tawanan.

Hazrat Zainab yang masih terbayang nasib kakak sekaligus pemimpin sucinya itu berteriak kepada Umar bin Sa’ad: “Hai Umar, apakah Abu Abdillah terbunuh dan kamu menyaksikannya sendiri?!” Entah mengapa, kata-kata wanita pemberani ini tiba-tiba menggedor perasaan putera Sa’ad itu sehingga tak berani menjawabnya dengan bentakan. Bagai binatang pandir, dia tak berani menjawab atau menatap wajah Zainab. Dia memaling muka.[7]

Zainab berteriak lagi: “Adakah seorang Muslim diantara kalian?!” Tak seorangpun menjawabnya. Saat gerombolan itu dibungkamkan oleh kata-kata Hazrat Zainab, tubuh Imam Husain as yang masih bernafas tiba-tiba bangkit lalu menerjang beberapa pasukan yang ada di dekatnya sehingga mereka mundur.

Dengan tubuh yang sudah tercabik-cabik dan sengalan nafas yang masih tersisa itu, beliau berteriak: “Hai umat yang paling bejat, kalian telah memberikan perlakuan yang terburuk kepada Muhammad dengan menganiaya anak keturanannya. Ketahuilah bahwa setelahku nanti kalian tidak akan mungkin takut (berdosa) lagi dalam membunuh seseorang. Sesudah membunuhku kalian pasti akan gampang sekali berbuat itu. Demi Allah, aku sangat mendambakan kemuliaan dari Allah dengan syahadah, lalu Dia akan menuntut balas darahku dari kalian tanpa kalian sadari.”[8]

Setelah berusaha melakukan perlawanan sekian lama di depan pesta pembantaian itu, Imam Husain as mencoba menjauh dari pasukan lawan untuk mengatur nafas. Namun, tiba-tiba sebuah batu melayang dari arah musuh dan mengena kepala beliau. Darahpun mengucur deras lagi. Belum selesai beliau mengusap darahnya yang suci itu, dada beliau diterjang sebuah anak panah bermata tiga. Tertembus panah beracun itu, beliau berucap: “Bismillahi wa billahi wa â€کala millati rasulillah.â€‌ Beliau menatap langit dan berdesah lagi:â€‌ Ilahi, sesungguhnya Engkau mengetahui mereka telah membunuh seseorang di muka bumi yang tak lain adalah putera Nabi.â€‌[9]

Di saat beliau semakin kehabisan tenaga itu, beliau mencabut anak panah itu dari dadanya. Darah kembali menggenang. Sebagian beliau hamburkan ke atas dan sebagian yang lain beliau usapkan ke wajahnya sambil berucap: “Beginilah aku jadinya hingga aku bertemu dengan kakekku Rasulllah dalam keadaan berlumuran darah lalu aku adukan kepada beliau: fulan, fulan telah membunuhku.â€‌[10]

Puas menatap pemandangan seperti ini, bala tentara musuh sejenak menghentikan kebrutalannya. Mereka terkekeh-kekeh menyaksikan Imam Husain as berdoa: “Ya Rabbi, aku bersabar atas ketetapan-Mu, tiada Tuhan selain-Mu, wahai Penolong orang-orang yang memohon pertolongan. Tiada Tuhan Pemelihara kami selain-Mu, tiada Tuhan Yang Patut disembah kecuali Engkau. Aku bersabar atas ketentuan (humum)-Mu, wahai Pelindung orang-orang yang tak memiliki perlindungan, wahai Zat Yang Maha Kekal dan Tak Berpenghabisan, wahai Yang Menghidupkan orang yang sudah mati, wahai Zat Yang Menghakimi setiap jiwa sesuai perbuatannya, hakimilah antara aku dan mereka, sesungguhnya Engkau adalah yang terbaik diantara para hakim.â€‌[11]

Setelah itu sempat terjadi keheningan beberapa saat. Untuk sementara waktu masih belum ada seorangpun yang berani tampil sebagai pembunuh utama cucu Rasul itu di depan Allah SWT kelak.

Diriwayatkan bahwa saat itu pula tiba-tiba Imam Husain as didatangi bayangan wajah kakek dan ayahnya. Wajah-wajah suci itu bertutur kepada beliau: “Cepatlah kemari, sesungguhnya kami sangat merindukanmu di surga.â€‌[12]

Keheningan itu ternyata tak berlangsung lama. Umar bin Sa’ad kembali buas dan memerintahkan anak buahnya untuk segera menghabisi Imam Husain. Maka tampillah Shabats sebagai orang pertama yang berani mendaratkan mata pedangnya ke kepala Imam Husain as. Namun, saat mata Imam menatap tajam wajah Shabats, tubuh pria kurang ajar ini tiba-tiba gemetaran lalu menggigil keras sehingga pedang yang ditangannya terhempas ke tanah. Dengan wajah pucat pria itu berkata kepada Umar bin Sa’ad: “Hai Putera Sa’ad, kamu tidak mau membunuh sendiri Husain agar nanti akulah yang akan dibalas. Tidak. Aku tidak mau bertanggujawab atas darah Husain.â€‌

Syabats segera ditegur oleh seseorang bernama Sannan bin Anas. “Kenapa kamu tidak jadi membunuhnya?!â€‌ Tanya Samnan ketus.

Syabats menjawab: “Dia menatap wajahku, Sannan! Kedua matanya menyerupai mata Rasulullah. Sungguh, aku segan membunuh seseorang yang mirip dengan Rasul.â€‌

Sannan dengan congkaknya berkata: “Berikan kepadaku pedangmu itu, karena akulah yang lebih patut untuk membunuhnya.â€‌ Begitu pedang itu pindah ke tangannya, Sannan segera menenggerkannya di atas kepala beliau. Imam yang sudah tak berdaya itu kembali menatap wajah orang yang berniat menghabisinya itu. Seperti yang dialami, Syabats, tubuh Sannan yang kotor itu tiba-tiba juga menggigil ketakutan setelah ditatap Imam dengan tajam. Sannan mengambil langkah mundur sambil berucap: “Aku berlindung kepada Tuhannya Husain dari pertemuan dengan-Nya dalam keadaan berlumuran darah Husain.â€‌

Kini tibalah giliran Syimir bin Dziljausan. Pria yang menutupi wajah dan hanya menyisakan celah untuk matanya ini menghampiri Sannan sambil mengumpat. “Semoga ibumu meratapi kematianmu, kenapa urung membunuhnya!?â€‌ Maki Syimir.

Sannan menjawab: “Tatapan matanya mengingatkanku pada keberanian ayahnya. Aku takut. Aku tak berani membunuhnya.â€‌

Sambil menyeringai Syimir berseru: “Berikan pedang itu kepadaku. Demi Allah, tak ada seorangpun yang lebih layak dariku untuk membunuh Husain. Akulah yang akan menghabisinya, walaupun dia mirip Al-Mustafa ataupun Al-Murtadha.â€‌

Syimir berpaling ke arah pasukannya lalu membentak: “Hai, tunggu apa lagi?! Cepat bunuh dia!!â€‌ Tanpa basa-basi lagi, satu anak panah melesat ke arah Imam Husain dari Hissin bin Numair. Sejurus kemudian yang lain ikut ramai-ramai menghajar Imam Husain sehingga tak ada anggota tubuh suci cucu Rasul itu yang luput dari hantaman benda tajam, dan benda tumpul. Batu-batupun bahkan ikut meremukkan tubuh beliau.

Syimir bersumbar lagi: “Ha, ha, ha, tak ada orang yang lebih patut dariku untuk membunuh Husainâ€‌ Dia bergerak mendekati Imam Husain yang terbaring di tanah lalu menduduki dada Imam Husain as yang masih bergerak turun turun naik. Imam mencoba membuka kedua kelopak matanya dan menatap wajah Syimir yang menyeringai di depan wajah beliau, namun tatapan beliau kali ini tak meluluhkan hati Syimir yang sudah sangat membatu.

Bukannya ketakutan, dari mulut Syimir yang tertutup kain itu malah keluar kata-kata: “Aku bukanlah seperti mereka yang mengurungkan niat untuk membunuhmu itu. Demi Allah, akulah yang akan menceraikan kepalamu dari jasadmu, walaupun aku tahu kamu adalah orang yang paling mulia karena kakek, ayah, dan ibumu itu.â€‌

“Hai siapa kamu sehingga berani menduduki tubuh yang sering diciumi oleh Rasul ini?â€‌

“Aku Syimir bin Dzil Jausyan!â€‌

“Apakah kamu tahu siapa aku?â€‌

“Aku tahu persis. Ayahmu adalah Ali Al-Murtadha, ibumu Fatimah Azzahra, kakekmu Muhammad al-Mustafa, dan nenekmu Khadijah Al-Kubra.â€‌

“Alangkah celakanya kamu. Kamu tahu siapa aku, tetapi mengapa akan membunuhku dengan cara seperti ini?â€‌

“Supaya aku bisa mendapat imbalan besar dari Yazid bin Muawiah.â€‌

“Kamu lebih menyukai imbalan dari Yazid daripada syafaat kakekku?â€‌

“Yah, aku lebih menyukai imbalan Yazid.â€‌

“Karena tidak ada pilihan lain bagimu kecuali membunuhku, maka berilah aku seteguk air.â€‌

“Oh tidak! Itu tidak mungkin, kamu tidak mungkin bisa meneguknya sebelum kamu meneguk kematian.â€‌

Syimir kemudian menyingkap dan melepas kain penutup muka yang hanya menyisakan celah untuk kedua matanya yang juling itu. Maka, nampaklah seluruh wajah Syimir yang buruk, kasar, belang, dan ditumbuhi bulu-bulu keras itu. Mulutnya ditutup oleh penutup seperti penutup mulut anjing supaya tak menggigit.

Melihat wajah Syimir, Imam Husain as segera berucap: “Benar apa yang dikatakan oleh Rasulullah.â€‌

“Apa yang dikatakan kakekmu itu?!â€‌ Tanya Syimir angkuh.

“Kakekku pernah berkata kepada ayahku, Ali: â€کSesungguhnya puteramu ini akan dibunuh oleh seseorang yang berkulit belang, bermata juling, bertutup mulut seperti anjing, dan berambut keras seperti bulu babi.â€‌

“Kakekmu telah menyamakanku dengan anjing?! Demi Allah, aku memisahkan kepalamu dari lehermu.â€‌

Syimir mencabut pedang dari sarungnya dan tanpa membuang-buang waktu lagi, lelaki bengis mengayunkan pedangnya kuat-kuat ke leher cucu Rasul dan putera Fatimah Azzahra itu. Sekali tebas, kepala manusia mulia terlepas dari badannya. Terpisahnya kepala manusia suci itu disusul dengan suara takbir tiga kali dari liang mulut bala tentara Umar bin Sa’ad yang busuk itu. Kepala yang dulu sering diciumi oleh Rasulullah SAWW itu ditancapkan ke ujung tombak.

Dia antara mereka terdengar teriakan keras: “Bergembiralah hai Amir! Inilah Syimir yang telah membunuh Husain!â€‌

Langitpun kelabu. Bumi meratap pilu.

...

Template by - Abdul Munir - 2008