Senin, 23 November 2009

كل شيء هالك الا وجه



Segala sesuatu akan binasa kecuali Allah


Telah sepakat pendapat para ‘arifiin dan ahli hakikat demikian pula isyarah mereka atas apa yang tersebut di atas bahwa segala sesuatu selain الله pada hakikatnya adalah عدم (tidak ada) jika disandingkan dan disifatkan dengan wujud الله SubhanaHu wa Ta’ala, Karena apabila disifatkan sama dengan sifat-Nya maka sama saja sebagai penyekutuan ( الشرك ). Dan yang demikian ini berlawanan dengan kemurnian tauhid. الله SWT telah berfirman :Rata Tengah

كل شيء هالك الا وجهه
Segala sesuatu akan binasa kecuali الله.

Dan telah bersabda رسول الله SAW, “Sebenar-benar kalimat yang diucapkan di dalam sya’ir adalah,

ألا كل شيء ما خلا الله باطل : وكل نعيم لامحالة زائل
Ingatlah bahwa segala sesuatu selain الله adalah bathil
Dan segala kenikmatan sudah pasti akan sirna

الكون كله ظلمة وانما اناره ظهور الحق فيه.. فمن رأى الكون ولم يشهده فيه او عنده او قبله او بعده فقد اعوزه وجود الاانواروحجبت عنه شموس المعارف بسحب الاثار
Mohon dibaca pelan-pelan jangan tergesa-gesa dengan harapan dapat memahami isinya.



Alam secara keseluruhan adalah gelap, adapun yang menyinari (membuat tampak / wujud) adalah adanya penampakan الله SWT di dalamnya. Oleh karena itu barang siapa yang melihat alam semesta akan tetapi tidak melihat الله padanya, atau di dalamnya, atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka sesungguhnya ia kekurangan sinar Ilahi dan terhalang dari matahari ma’rifat oleh tebalnya awan semesta alam.

العد م (sesuatu yang tidak ada) adalah gelap, kosong atau nihil. الوجود (sesuatu yang wujud) adalah terang, nyata, ada. Alam semesta apabila disandingkan dengan Dzat-Nnya adalah gelap/kosong/عد م

Kemudia keadaan manusia bermacam-macam. Sebagian diantara mereka tidak melihat sesuatupun kecuali hanya alam semesta yang tampak di depan mata dan terhalang untuk dapat melihat Dzat Yang Menciptakan Alam. Maka yang demikian ini sesungguhnya mereka terhalangi oleh tebalnya awan (alam semesta) sehingga ia tidak dapat melihat Cahaya Yang Menampakkan alam.
Dan diantara mereka ada yang tidak terhalang dari Yang Menampakkan alam. Kemudian orang yang tidak terhalang dari melihat melihat Yang Menampakkan alam semesta itu bermacam-macam. Diantara mereka ada yang melihat Yang Menampakkan alam sebelum melihat alam. Golongan ini adalah mereka yang mendapatkan dallil penjelasan terhadap hakikat alam dari melihat adanya Dzat Yang Menampakkan alam terlebih dahulu kemudian menjadikan dalil bahwa alam itu ada yang mewujudkan yaitu الله SWT. Dan diantara mereka ada yang melihat Dzat Yang Menampakkan alam setelah melihat alam. Dan golongan inilah yang menjadikan alam sebagai dalil adanya Dzat Yang Menampakkan alam yaitu الله SWT.


مما يدلك على وجود قهره سبحانه أن حجبك عنه بما ليس بموجود معه

Salah satu hal yang menunjukkan sifat Maha Kuasa الله adalah dengan menghalangi engkau untuk dapat melihat-Nya dengan sesuatu yang sebenarnya tidak wujud / عدم(tidak ada).


Telah sepakat pendapat para ‘arifiin dan ahli hakikat demikian pula isyarah mereka atas apa yang tersebut di atas bahwa segala sesuatu selain الله pada hakikatnya adalah عدم (tidak ada) jika disandingkan dan disifatkan dengan wujud الله SubhanaHu wa Ta’ala, Karena apabila disifatkan sama dengan sifat-Nya maka sama saja sebagai penyekutuan ( الشرك ). Dan yang demikian ini berlawanan dengan kemurnian tauhid. الله SWT telah berfirman :


كل شيء هالك الا وجهه

Segala sesuatu akan binasa kecuali الله.
Dan telah bersabda رسول الله SAW, “Sebenar-benar kalimat yang diucapkan di dalam sya’ir adalah, "
ألا كل شيء ما خلا الله باطل : وكل نعيم لامحالة زائل
Ingatlah bahwa segala sesuatu selain الله adalah bathil
Dan segala kenikmatan sudah pasti akan sirna

Sayyid Abu al-Hasan Asy-Syadzili berkata, “sesungguhnya kami melihat kepada الله dengan pandangan iman dan yakin sehingga kami tidak memerlukan lagi dalil dan penjelasan. Dan dengan itu kami mendapat dalil tentang makhluk, yaitu adakah sesuatu yang wujud selain الله Yang Maha Esa dan Maha Kuasa ?, maka kami tidak mendapatinya. Jika ada tidaklah lebih mereka itu daripada seperti partikel debu di udara, jika diteliti sebenarnya mereka tidak pula berwujud sesuatupun”. Ibnu ‘Atha di dalam kitab At-Tanwir berkata, “Sesungguhnya segala sesuatu selain الله bagi para ahli ma’rifat tidak disifati sebagai sesuatu yang wujud / ada, karena tidak ditemukan sesuatu bersama-Nya disebabkan ketetapan sifat Ke-Maha Esaan-Nya.

Sebagian dari mereka berkata, “Jika aku diperintah untuk melihat selain-Nya niscaya aku tidak mampu karena sesungguhnya tidak ada sesuatu yang lain bersama-Nya”.

Dikatakan dalam sebuah sya’ir :

- Ketika aku tahu Dzat Yang Disembah, aku tidak melihat yang lain ><>
- Ketika berkumpul, aku tidak takut menjadi lemah ><>

- Katakan, dan abaikanlah yang wujud dan seisinya, Jika tidak maka akan tergolong yang ingkar secara sempurna.
- Karena sesungguhnya selain الله pada hakikatnya tidak ada baik secara terperinci maupun global.

- Adapun orang ‘Aarif, mereka lebur/luruh (fana) dengan tiada melihat sesuatu apanun selain المتكبر المتعالى Dzat Yang Maha Besar dab Maha Tinggi.
- Dan melihat yang lain secara hakikat adalah binasa pada masa seketika, atau masa lampau atau masa yang akan datang.


Dan telah banyak gubahan yang menerangkan hal tersebut di atas, dan apa yang disampaikan menurut kadar pencerapan mereka dan dzauq (rasa) mereka. Semoga الله melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka
Dan sesungguhnya didapati kebanyakan manusia terhijab (terhalang) dari الله SWT oleh sebab nafsu syahwat dinuawiyah mereka. Demikian pula derajat di akhirat dan kedudukan yang tinggi di sana, semua itu termasuk (الاغيار) / sesuatu selain الله. Dan telah pula dikemukakan di atas suatu pernyataan وجود قهره karena salah satu asma الله SWT adalah القهار . Dan apabila disingkapkan tabir dari mereka niscaya mereka lebur / luruh / fana dari diri mereka sendiri dan dari iradahnya, dan baqa (abadi) bersama Tuhannya, dan jadilah ia sebenar-benar hamba.

Sesungguhnya Abu Sa’id Ibnu Arabi telah ditanya tentang fana, maka ia menjawab,”Fana adalah jika tampak keagungan dan kebesaran
الله kepada seorang hamba, sehingga yang demikian itu membuat mereka lupa terhadap dunia dan terhadap akhirat dan terhadap ahwal (beberapa keadaan), dan derajat, dan maqamaat, dan adzkaar (dzikir), meluruhkan dirinya dari segala sesuatu dan dari akalnya dan dirinya, dan luruhnya ia dari segala sesuatu dan luruhnya ia pula dari keluruhan ( وعن فنائه عن الفناء ) karena ia tenggelam dalam keta’dziman akalnya.


Mereka berkata, sesungguhnya
فناء (luruh) itu ada tiga macam, pertama فناء (luruh) di dalam af’al (perbuatan), dan ini sesuai apa yang mereka katakan لافاعل الاالله (tidak ada yang berbuat kecuali الله. Kedua فناء (luruh) di dalam sifat, artinya

لاحي, ولاعالم, ولاقادر, ولامريد, ولاسميع, ولابصير, ولامتكلم في الحقيقة الاالله
Tidak ada Yang Hidup, dan Mengetahui, dan Kuasa, dan Berkehendak, dan Mendengar, dan Melihat, dan Berbicara kecuali الله.


Ketiga فناء (luruh) في الذات artinya tidak ada yang wujud secara mutlak kecuali الله.
Syair : Maka terjadilah fana, kemudian fana, kemudian fana. Maka kefanaannya itu menjadikannya baqa’ abadi.

Telah berkata Sayyidy Muhyidin, “barang siapa yang melihat kalau makhluk itu tidak dapat berbuat apa-apa (kecuali
الله yang menggerakkan), maka ia selamat. Barang siapa melihat makhluk bahwa tidaklah ada kehidupan atas mereka (karena Yang Maha Menghidupkan adalah الله maka dia telah mendapatkan hakikat. Dan barang siapa yang melihat makhluk sesungguhnya mereka itu bersifat ‘adam (tidak ada, karena Yang ada hanyalah الله) maka ia telah wushul / sampai



Sumber : Kitab Syarah al-Hikam
...

’Apa bila hawa nafsu dibelenggu dengan meninggalkan perbuatan dosa maka hati akan dapat menjelajah alam malakut


بسم الله الرحمن الرحيم
كيف يشرق القلب صور الاكوان منطبعة في مرأته ام كيف يرحل الى الله وهو مكبل بشهواته ام كيف يطمع ان يدخل حضرة الله وهو لم يطهر من جنابة غفلاته ام كيف يرجو ان يفهم دقا ئق الاسرار وهو لم يتب من هفواته

BAGAIMAAN HATI DAPAT BERSINAR SEDANGKAN GAMBAR RUPA-RUPA ALAM TERPAHAT DI DALAM CERMINNYA. ATAU BAGAIMANA HATI DAPAT SEGERA BERANGKAT KEPADA ALLAH SWT PADAHAL IA TERBELENGGU DENGAN SYAHWAT-SYAHWATNYA. BAGAIMANA KITA SANGAT MENGINGINKAN DAPAT MASUK KE HADIRAT ALLAH SWT SEDANGKAN HATI BELUM SUCI DARI KOTORNYA KELALAIAN. BAGAIMANA KITA MENGHARAPKAN DAPAT MEMAHAMI HALUSNYA RAHASIA-RAHASIA SESUATU PERKARA SEDANGKAN HATI BELUM BERTAUBAT DARI KESALAHAN-KESALAHANNYA.
Bersatunya dua perkara yang berlawanan adalah mustahil (sesuatu yang tidak mungkin terjadi) seperti bersatunya gerak dan diam, bersatunya cahaya dan kegelapan. Dan beberapa permasalahan yang disampaikan di atas adalah sesuatu yang berlawanan yang tidak akan mungkin dapat bertemu.
Sesungguhnya bersinarnya hati itu disebabkan oleh cahaya iman dan yakin berlawanan dengan الظلمة (kegelapan) yang menguasainya sehingga menyebabkan berdamainya dia dengan الاغيار (Segala sesuatu selain Allah SWT) dan berdamainya pula ia dengan hal duniawi serta berpegangan erat ia dengannya.
Adapun berangkat menuju pendekatan diri kepada Allah SWT adalah dengan memotong jeratan hawa nafsu dan pengekangan syahwat, tidak dengan pelepasannya yang mengakibatkan diri menjadi terbelenggu tak berdaya untuk bergerak berangkat menuju Allah SWT.
Adapun mesuk ke hadirat Allah SWT mewajibkan kesucian dari orang yang memasukinya serta kelurusan hati. Tidak dengan kekeruhan hati dan kelalaiannya yang akan menyebabkan kejauhan hati dari Allah SWT.
Untuk dapat memahami rahasia perkara yang halus dapat diperoleh dengan taqwa tidak dengan berlarut-larutnya berbuat maksiyat. Yang demikian ini telah diisyaratkan oleh firman Allah SWT

واتقو الله ويعلمكم الله
Dan takutlah kamu kepada Allah maka Allah akan memberikan kepadamu ilmu pengetahuan.

Dan sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits

من عمل بما يعلم ورثه الله العلم ما لم يعلم
Barang siapa yang mengamalkan ilmu yang ia ketahui maka Allah SWT akan memberikan ilmu (baru) yang belum ia ketahu.

Imam Ahmad bin Hambal berkata kepada Ahmad Ibn Aby al-Hawary RA, “Wahai Ahmad ceritakan kepadaku sebuah kisah yang pernah engkau dengar dari ustadz engkau Abu Sulaiman”. Kemudian Abi Al Hawary menjawab, “Aku pernah mendengar Abu Sulaiman berkata,’Apa bila hawa nafsu dibelenggu dengan meninggalkan perbuatan dosa maka hati akan dapat menjelajah alam malakut dan hati akan menjadi tempat datangnya hikmah walaupun ia tidak di bimbing oleh orang yang yang alim’”.
Mendengar itu maka Ahmad bin Hambal berdiri dari tempat duduknya tiga kali dan duduk kembali tida kali sambil berkata, “Belum pernah aku mendengar di dalam hikayat islam sesuatu yang lebih mentakjubkan daripada ini”. Kemudian Ibnu Hambal membacakan hadits di atas dan berkata kepada Ahmad Abi al-Hawary, “Engkau benar wahai Ahmad, dan benar pula ustadz engkau, “. Dan karena inilah Al-Muallif merasa heran terhadap orang yang beri’tiqad adanya persekutuan dari dua hal yang berlawanan tadi dan itu adalah sesuatu yang mustahil. Demikian pula mengherankan bagi orang yang menginginkan derajat Rijal sedang diri masih memiliki karakter yang tidak baik........dinukil dari syarah al-Hikam ابن عطاء الله
...

Minggu, 22 November 2009

Engkau mengharapkan dapat merasakan manisnya tha’at sedangkan hatimu bersama selain Allah

بسم الله الرحمن الرحيم
ما نفع القلب مثل العزلة يدخل بها ميدان فكر


TIDAK ADA SESUATU YANG LEBIH BERMANFAAT PADA HATI SEORANG MURID SEPERTI UZLAH, KARENA DENGAN UZLAH (IA) AKAN DAPAT MEMASUKI ALAM BERFIKIR YANG LUAS

Terus menerus mengobati penyakit hati adalah wajib bagi seorang murid yang hendak menempuh perjalanan ke akhirat/mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun kebanyakan penyakit adalah dominannya pengaruh tabi’at hawa nafsu yang umum berlaku sehari-hari pada manusia seperti apa yang selalu berlawanan dengan hukum agama dan kebenaran, dan berpegang teguh pada adat kebiasaan, dan selalu patuh tunduk kepada hawa nafsu, ramah - bermurah hati dengan hukum panca indera.
Dan obat dari penyakit ini banyak sekali macamnya, diantara yang paling manjur dan kuat pengaruhnya adalah uzlah (mengasingkan diri ‘untuk sementara’) dari manusia dengan maksud untuk bertafakur.
Maka dengan uzlah anggota zahir akan terbatasi dari bercampur dengan orang lain yang tidak baik budi pekerti dan tidak baik untuk dipergauli, demikian pula dengan uzlah maka murid akan terhindar dari bergaul dengan orang yang membahayakan dirinya akibat pergaulan tersebut. Oleh karena itu orang yang melakukan uzlah akan selamat dan terlepas dari maksiyat yang merusak dirinya dari sebab pergaulan, seperti ghaibah, bermanis muka, riya’, berpura-pura. Dan pula dirinya akan selamat dari tertular dengan sifat yang buruk dan akhlak yang rendah. Kemudian akan dapat diambil faedah (melalui uzlah) akan keselamatan agamanya dan dirinya dari tunduk kepada sifat permusuhan dan bermacam-macam keburukan sifat, karena hawa nafsu menurut tabi’atnya adalah selalu condong kepada berlebih-lebihan pada hal tersebut di atas.
Maka wajib bagi orang yang uzlah untuk menahan lisannya dari mempertanyakan tentang berita/kabar dari manusia dan apa yang sedang disibukkan oleh mereka dan yang mengasyikkan mereka, dan yang sedang membebani mereka.
Demikian pula orang yang sedang melakukan uzlah haruslah menjaga telinganya dari mendengar rumor yang ada, demikian pula hendaklah menjaga dirinya dari menceritakan keadaan dirinya kepada orang lain. Demikian pula hendaklah ia menjauhi orang yang tidak wara’ (menjaga kehormatan) dalam ucapannya, juga hendakla ia tidak membiasakan diri mengumbar lisannya untuk menggunjing orang lain, dan menentang fitnah yang terjadi di kalangan manusia, bahkan menyebaraknnya, maka yang demikian ini akan mengeruhkan hati dan membawanya kepada perilaku yang menyebabkan kemarahan Tuhan.
Maka hendaknya orang yang beruzlah menjauhi dan meninggalkan dan lari dari binatang buas dan jangan sampai berkumpul dengan dia. Dan hendaklah ia mengingkari kepada setiap orang yang berperilaku seperti di atas. Diterangkan di dalam sebuah hadits :
مثل الجليس سوء كمثل الكير ان لم يحرقك بشرره علق بك من ريحه
Perumpamaan berkumpul dengan orang yang buruk akhlak adalah seperti berkumpul dengan tukang tempa besi (pande besi). Jika tidak terkena percikan apinya maka akan tersengat bahunya (yang tidak sedap).

Dikisahkan pada khabar yang telah lalu bahwa Allah SWT memberikan wahyu kepada Musa AS “Wahahi Musa, waspadalah sesungguhnya setiap saudara atau kawan yang tidak membawamu dekat kepada-Ku maka sesungguhnya ia adalah musuh bagimu”.
Allah SWT berfirman kepada nabi Dawud AS, “Wahai Dawud, Aku tidak melihat dirimu memiliki sahabat karib.” Maka Nabi Dawud AS menjawab, “Wahai Tuhanku, aku mengasingkan diri dari makhluk karena Engkau.” Maka Allah SWT berfirman, “Wahai Dawud waspadalah, dan ambilah sahabat karib untuk dirimu. Dan setiap sahabat karib yang tidak membawamu kepada keridhaan-Ku maka sesungguhnya ia adalah musuh bagimu dan akan mengeraskan hatimu dan akan menjauhkanmu dari-Ku.
Dan sekali lagi bagi orang yang uzlah maka keadaanitu akan dapat menguatkan himmahnya dan cita-citanya kepada Allah SWT akan bertambah kuat, tidak seperti المخلطة (bercampur baur dengan orang banyak), maka itu akan mencerai beraikan himmahnya, dan melemahkan cita-cita.
Diriwayatkan dari Nabi Isa AS, beliau bersabda :

لا تجالسوا الموتى فتموت قلوبكم – قيل ومن الموتى – قال المحبون للدني و الراغبون فيها
“Janganlah kamu berkumpul dengan mayat maka hatimu akan mati.”
Ditanyakan, “Dan siapakah mayat itu “
Beliau menjawab, “Mereka yang mencintai dunia dan rela kepadanya”.

Dan diriwayatkan dari RasuluLlah SAW, “Sesungguhnya yang paling aku takuti dari hal yang menakutkanku dari umatku adalah lemahnya keyakinan. Dan lemahnya keyakinan disebabkan mereka melihat kepada orang-orang yang lalai dan berkumpul dengan orang-orang bathil yang keras hatinya.

Abu Thalib Al-Maky RA berkata, “Cobaan yang paling membahayakan seorang hamba dan menyebabkan amalnya menjadi rusak adalah lemah keyakinan (ضعف اليقين) atas apa yang dijanjikan Allah SWT dari hal yang ghaib darinya. “ Dan kuatnya keyakinan adalah sumber (akar) dari semua amal salih.

Seseorang bertanya kepada salah satu wali abdal, “Bagaimanakah jalan menuju hakikat dan jalan untuk wushul / sampai kepada Allah SWT ?“. maka dia menjawab :

لا تنظر الى المخلوقلت فان نظر اليهم ظلمة
Jangan memandang kepada makhluk karena memandangnya menyebabkan hati menjadi gelap.

Kemudian aku bertanya lagi, “Tidaklah mungkin bagiku untuk hal yang demikian”. Maka dia menjawab :

قلا تسمع كلامهم فان كلامهم قسوة القلب
“Jangan mendengar perkataan mereka karena perkataan mereka dapat mengeraskan hati”.

Aku berkata lagi, “Tidak mungkin aku tidak mendengar mereka “. Maka dia menjawab :

قلا تعاملهم فان معاملتهم خسران
“Jangan bermuamalah dengan mereka karena bermuamalah dengan mereka adalah kerugian”

Aku berkata lagi, “sesungguhnya aku hidup diantara mereka maka tidak mungkin aku tidak bermuamalah dengan mereka”. Dia manjawab

لا تسكن اليهم فان السكون اليهم هلكة
“jangan engkau tinggal (berjinak hati) dengan mereka karena itu dapat merusak”.



Kemudian aku berkata, “Inikah alasan ?”

Diapun berkata, “Wahai orang ini, engkau melihat isi alam dunia, dan mendengarkan ucapa orang-orang bodoh, dan bergaul dengan orang-orang bathil, dan tiggal dengan orang-orang yang binasa, kemudian engkau mengharapkan dapat merasakan manisnya tha’at sedangkan hatimu bersama selain Allah. Tidaklah mungkin semua itu dapat terjadi - selamanya”.

Dan juga dengan uzlah maka bashirah / mata hatinya akan terlindungi dari melihat perhiasan duniawi, dan kegelisahannya (terhadap dunia) akan menjadi hilang dari dirinya dalam menganggap indah terhadap sesuatu yang dihinakan oleh Allah SWT.
Dan tidak sepantasnya seseorang meremehkan amalan ini (uzlah) karena yang demikian akan semakin mendatangkan penyakit yang bertambah berat di hati. Dan orang yang melakukan uzlah akan selamatlah dia atas izin Allah SWT. Imam Abul Qasim Al-Qusyairi berkata, “ Para pembimbing hati yang rajin bermujahadah apabila hendak melindungi hatinya dari kegelisahan dan kekeruhan yang mengotori hati maka ia tidak melihat hal-hal yang indah dari dunia”. Beliau juga berkata, “dan semua ini (melihat keindahan duniawi) adalah pangkal dari dosa besar.”Muhamad bin Sirin RA berkata, “Takutlah kamu dari berlebih-lebihan memandang dunia karena yang demikian akan menyebabkan berlebihannya syahwat”.
Diantara faidah yang lain yang dapat diambil dari uzlah adalah dapat memutuskan sifat tamak di hati dan memutuskan ketergantungan pada orang lain, dan yang demikian ini termasuk faidah yang sangat besar bagi orang-orang berakal.
Dan tidak akan sempurna manfaat uzlah bagi seseorang kecuali ia menyibukkan diri dengan bertafakur, dan bertafakur inilah maksud utama dari pelaksanaan uzlah. Dan adanya uzlah itu merupakan persiapan / pendahuluan untuk tafakur dan untuk membantu kejernihan bertafakur. Dan semua ini harus didahului dengan pemahaman yang baik terhadap ilmu syari’at lahiriyah dan menetapi sifat muru’ah dan adab pada bathiniyahnya. Dan untuk lebih jelas dapat menelaah uraian yang lengkap yang disampaikan oleh Hujatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali RA di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin BAB Uzlah.
Telah diceritakan di dalam Hadits : تفكر ساعة خير من عبادة سبعين سنة yang artinya Bertafakur satu jam (الساعة) lebih baik dari pada beribadah tujuh puluh tahun.
Dan adalah nabi Isa AS berkata
طوبى لمن نان قوله دْكرا وصمته فكرا ونظره عبرة ان اكيس الناس
من دان نفسه وعمل لما بعد الموة
Beruntunglah orang-orang yang ucapannya adalah dzikir (kepada Allah SWT) dan diamnya adalah tafakur dan penglihatannya adalah mengambil ibarat (pelajaran). Sesungguhnya orang yang paling cerdas adalah orang yang menjadikan dirinya beragama dan melakukan amal untuk bekal sesudah mati.

Ka’b berkata, “Barang siapa yang menginginkan kemuliaan akhirat hendaklah memperbanyak bertafakur. Ditanyakan kepada Umi Darda’, “Amalan apakah yang paling utama yang dilakukan oleh Abu Darda’ “. Dia menjawab “Tafakur”.
Yang demikian itu karena untuk sampai kepada ma’rifah dan diketahuinya hakikat segala sesuatu, dan terlihatnya perkara yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan yang berbahaya, dan dapat tampak bahaya nafsu dan tipu muslihat musuh (syaitan), dan terperdayanya dunia adalah dengan tafakur. Dengan tafakur akan dapat diketahui jalan keselamatan dari semua itu serta bagai mana cara menjaga diri agar selamat dari tipudayanya.
Al-Hasan Al-Bashri RA berkata, :

الفكرة مرأة تر بك حسنك وقبيحك
Yang artinya, “Tafakur adalah cermin, darinya engkau dapat melihat baik dan buruk pada dirimu”.


Dan juga dengan tafakur akan tampak kebesaran dan keagungan Tuhan apabila kita mau bertafakur atas ayat-ayat-Nya dan keagungan-Nya serta bermacam – macam ciptaannya. Dan dengan bertafakur pula akan tampak baginya kekuasaan Allah SWT baik yang terang maupun yang tersembunyi dengan itu akan diperoleh faidah berupa ahwal / keadaan dan perilaku yang baik yang dapat menghilangkan penyakit di dalam hatinya dan memperkokoh ketaatannya kepada Allah SWT .
Uzlah yang dimaksudkan dari penjelasan yang singkat di atas terdiri atas khalwah (menyendiri) dimana khalwah ini merupakan salah satu dari empat rukun yang harus dibangun oleh para murid yaitu diam (الصمت), lapar (الجوع), berjaga (السهر) dan uzlah (العزلة).

Syaikh Sahal bin AbuLlah berkata,

اجتمع الخير كله في هدْه الاربع خصال~وبها صار ابدال ابدالا اخمص البطون والصمط والخلوة والسهرو
Kebaikan terkumpul dalam empat hal, dan dengan empat hal itu maka seorang abdal akan benar-benar menjadi abdal. Mengkosongkan perut, diam, khalwat, dan berjaga.

Warning : Uzlah wajib dilakukan bagi mereka yang memperdalam ilmu tasawuf atas bimbingan dan petunjuk seorang syaikh Mursyid. Adapun bagi orang awam seperti kita, pada hemat kami uzlah hukumnya sunah. Apabila kita melakukannya dengan niyat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bertafakur maka akan mendapat pahala apabila tidak melakukannya tidak berdosa. Akan tetapi ada baiknya apabila kita memiliki waktu lapang sesekali melakukan uzlah untuk menenangkan fikiran dan memiki

...

barang siapa yang mau memukul kepalaku ini maka akan aku beri kembang gula

ادفن وجودك فى الارض الخمل فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتائجه
TANAMLAH DIRIMU DI DALAM BUMI YANG TERSEMBUNYI KARENA SESUATU YANG TIDAK TERTANAM DENGAN BAIK, MAKA TIDAK SEMPURNA HASILNYA.
Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi murid (yang berjalan mendekat ke hadirat Ilahi) kecuali keinginan untuk menjadi orang yang terkenal/masyhur dan tersiarnya berita tentang keistimewaan yang dimiliknya karena yang demikian ini adalah suatu hal yang paling besar yang disukai oleh hawa nafsu dimana perkara ini adalah sesuatu yang diperintahkan untuk ditinggalkan dan diperangi. Dan terkadang seorang murid yang terkontaminasi dengan keinginan-keinginan ini, yaitu keinginan untuk mendapatkan kedudukan di mata masyarakat, terkenal, dimana semua itu adalah bertentangan dengan sifat penghambaan kepada Dzat Yang Maha Agung yaitu Allah SWT. Padahal menanamkan diri dengan penghambaan yang tulus itu adalah hal yang paling penting bagi seorang murid yang berjalan mendaki maqam-maqam kedekatan dengan Allah SWT.
Ibrahim bin Adham berkata, “Tidak akan benar ibadah dan keyakinan seseorang kepada Allah SWT selama ia suka dengan kemasyhuran”.

Telah berkata Syaikh Ayyub As-Sukhtiyaany RA, demi Allah, belum benar seorang dalam penghambaannya kepada Allah SWT kecuali jika ia lebih suka bila kedudukannya tidak diketahui. Seorang laki-laki bertanya kepada Basyar bin Harits RA, “Berilah wasiyat kepadaku”. Maka Basyar menjawab, sembunyikan dzikirmu dan baguskan makananmu”.
Sebagian mereka berkata, “Tidaklah aku melihat seseorang yang suka jika ia menjadi terkenal dikalangan manusia melainkan akan hilanglah agamanya”. Dan dikatakan pula, “Tidak akan merasakan lezatnya akhirat orang yang menginginkan dirinya terkenal di antara manusia”.
Telah berkata Fudhail RA, “Telah datang kisah kepadaku bahwasanya Allah SWT telah berfirman kepada sebagian hambanya yang telah diberi ni’mat, “Bukankah Aku telah memberi ni’mat kepadamu, bukankah telah Aku tutupi aibmu, dan bukankah telah Aku sembunyikan dzikirmu”.
Dan sesungguhnya apa yang terdapat dalam kecintaan kepada terkenalnya diri dan keinginan mendapatkan kedudukan yang diistimewa diantara manusia adalah sesuatu yang dapat mengeruhkan ikhlas dalam ‘ubudiyah kepada-Nya. Karena terkadang dalam beribadah pandangannya jatuh kepada orang-orang yang melihatnya atau dalam beribadah terkadang pandangannya jatuh kepada keinginan nafsu yang mengajaknya kepada kesenangan dipuji dan dipandang mulia dihadapan manusia. Dan sudah pasti yag demikian ini akan mengeruhkan ikhlash dalam beribadah.
Oleh karena itu bagi seorang murid akan sulit terlepas dari semua hal yang tersebut di ataas kecuali apabila ia menempatkan dirinya pada tempat yang sunyi (amal ibadahnya tidak sampai diketahui orang lain) dan ia menganggap dirinya pada posisi yang rendah baik dihadapan dirinya maupun dihadapan manusia. Karena jika tidak demikian keadaannya maka hawa nafsunya akan meminta bagian untuk kesenangan. Selanjutnya ia merasa dirinya memiliki kelebihan yang akhirnya hawa nafsu akan mengaku-aku atau mendakwakan diri tentang keutamaannya dari orang lain, sehingga lupa pada tujuan awal dalam beribadah yaitu semata-mata menghambakan diri kepada Allah SWT.
Dan kalau seperti ini keadaannya, maka yang terjadi adalah bercampurnya amal ibadah dengan riya’ . Dan menurut kadar seberapa baik kita dapat menempatkan diri dalam tempat yang tersembunyi di dalam amal ibadah kita, maka sebesar itu pula nilai keikhlasan ibadah kita kepada Allah SWT, bahkan selamat pula dari penglihatannya kepada keikhlasan dalam ibadahnya. Dan dengan penjelasan ini akan menjadi tampak bagi kita kerugian seluruh manusia kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah SWT, dan menjadi terang bahwa ikhlas adalah hal yang sangat penting dalam beribadah kepada-Nya.
Ditanyakan kepada Sahal bin AbdiLlah, “Hal apa yang paling berat bagi hawa nafsu /” Maka beliu menjawab “Ikhlash, karena tidak ada bagian untuknya (hawa nafsu)”. Yusuf bin Al-Husain berkata, “Seberat-berat perkara di dunia ini adalah ikhlas. Dan berapa banyak orang yang bersungguh-sungguh agar terlepas dari riya’, akan tetapi seakan-akan riya’ itu masih saja tetap ada di dalam hati dalam bentuknya yang lain”.
Telah berkata Syaikh Abu Thalib Al-Makky RA, “Ikhlas bagi orang-orang mukhlishiin adalah mengeluarkan makhluk dari dalam hati ketika bermu’amalah kepada Al-Khaaliq. Dan ikhlash bagi para pecinta (muhibbiin ) adalah tidak melakukan amal karena tuntutan nafsu. Dan ikhlash bagi muhidiin (orang yang bertauhid) adalah mengeluarkan makhluk daripada melihat kepada perbuatan mereka, baik dalam gerak maupun diamnya.
Apabila seorang hamba dapat menempatkan dirinya pada tempat yang tersembunyi, selalu mengabadikan sifat tawadhu dan merasa hina diantara manusia, dan yang demikian ini dipelihara terus menerus sehingga menjadi akhlaknya, niscaya akan bersihlah hatinya dan bersinar dengan cahaya ikhlas dan akan memperoleh derajat yang tinggi di sisi Tuhannya dan layak mendapatkan bagian daripada orang-orang yang dicintai Allah SWT.
Dan sebagian ahli tashawuf melakukan beberapa metode untuk mengobati penyakit gila pangkat dan kedudukan yang melekat di dalam hati bahkan terkadang metode yang dilakukan tampak bertentangan dengan syari’at zahir, akan tetapi mereka memperbolehkan untuk dilakukan bahkan memerintahkannya. Diantaranya adalah seperti kisah seorang-laki-laki yang mengenakan pakaian mewah. Pakaian itu kemudian ditutupinya dengan pakaian luar yang jelek dan murah. Kemudian ia memasuki sebuah tempat pemandian umum dan berusaha memperlihatkan pakaian dalamnya yang mewah. Yang demikian ini ia lakukan dengan maksud agar orang-orang melihat pakaian mewah yang ada di bagian dalam sehingga mereka mengira bahwa dia adalah seorang pencuri pakaian. Dan ketika ada orang yang melihat, maka mereka semua menangkapnya memukuli dan menuduhnya kalau ia adalah seorang pencuri. Dan mulai saat itu terkenalah ia sebagai seorang pencuri pakaian kamar mandi. Akan tetapi saat itu pula ia dapat menemukan ikhlash dalam hatinya.
Dan yang seperti terdapat dalam kisah yang diriwayatkan tentang Abu Yazid al-Busthami RA yang memerintahkan seseorang yang diketahui ada kesombongan di dalam hatinya, maka beliau memerintahkan untuk mencukur rambut dan jenggotnya kemudian menggantungkan sesuatu di lehernya yang dipenuhi dengan kembang gula, kemudian memerintahkannya untuk berjalan berkeliling negeri dan berkata kepada setiap anak kecil yang ditemuinya, “barang siapa yang mau memukul kepalaku ini maka akan aku beri kembang gula”. Dau kisah di atas adalah kisah yang masyhur yang diceritakan oleh al-Imam Al-Ghazali RA dan yang lainnya.
Apabila seorang hamba terus menerus berakhlak dengan akhlak dan riyadhah seperti ini niscaya akan matilah hawa nafsunya, hatinya akan menajdi hidup dekat kepada hadirat Ilahi dan memetik buah hasil tanamannya dengan sempurna. Adapun buahnya adalah iman dan hikmah yang tumbuhkan oleh Allah SWT ke dalam hati orang-orang yang tawadhu’ . barang siapa yang diberi hikmah sesungguhnya ia telah diberi kebaikan yang sangat banyak.
Nabi Isa AS bertanya kepada para sahabatnya, “Dimanakah tanaman bisa tumbuh ?”. para sahabat menjawab, “Di atas tanah”. Nabi Isa AS berkata, “Demikian pula hikman tidak akan tumbuh kecuali di dalam hati yang seperti tanah”.
Dan Abu Hurairah meirwayatkan dalam sebuah hadits dari RasuluLlah SAW yaitu kisah tentang seorang yang bernama Uwais Al-Qarny, “Pada suatu ketika saya berada di sisi RasuluLlah SAW dalam sebuah halaqah bersama para sahabat. Tiba-tiba RasuluLlah SAW bersabda, ‘besok pagi ada seorang ahli surga akan melakukan shalat bersama kamu sekalian’. Abu HUrairah RA melanjutkan ceritanya, “Maka aku menginginkan kiranya akulah lelaki yang dimaksud. Oleh karena itu aku datang pagi-pagi dan shalat di belakang RasuluLlah SAW. aku tetap tinggal di dalam masjid sampai semua orang pergi dan hanya tinggalah aku bersama RasuluLlah SAW. tak lama kemudian datanglah seorang laki-laki hitam dengan mengenakan sarung dari kain yang lusuh tak lama kemudian ia mendekat dan meletakkan tangannya di atas tangan RasuluLlah SAW dan berkata, ‘Yaa NabiyaLlah, do’akan saya dengan syahadah. Maka Babi SAW pun mendoakanya. Aku mencium bau harum minyak misik darinya, kemudian bertanyalah aku kepada RasuluLlah SAW, ‘Yaa RasuluLlah SAW apakah dia yang dimaksud ?’. maka RasuluLlah SAW menjawab ‘benar. Sesungguhnya ia adalah seorang budak dari bani Fulan.., jika Allah SWT menghendaki niscaya dijadikan-Nya ia sebagai seorang raja di surga. Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya Allah SWT mencintai orang yang bersih hatinya, yang tersembunyi, kepalanya berdebu, perutnya terisi dengan hasil pekerjaan halal, jika ia meminta izin kepada umara’ niscaya tidak akan diizinkan, jika melamar tidak ada yang mau menikah dengannya, jika ia pergi tidak ada yang merasa kehilangan, jika ia hadir tidak ada yang mengundangnya, jika ia kelihatan maka tidak ada yang senang dengan adanya dia, jika ia sakit tidak ada yang menjenguknya, jika ia mati tidak ada yang mengetahuinya...... ’.
Banyak kisah dan atsar yang menerangkan tentang terpujinya tersembunyi dan buruknya kemasyhuran.
...

Amal lahiriyah adalah seperti kerangka, sedangkan ruuhnya adalah adanya ikhlas di dalamnya.

Amal lahiriyah adalah seperti kerangka, sedangkan ruuhnya adalah adanya ikhlas di dalamnya.Amal lahiriah diumpamakan seperti kerangka yang tidak memiliki ruh, maka tidaklah ada manfaatnya. Adapun ruh dari amal sehingga amal tersebut menjadi hidup adalah adanya sirri /tersembunyinya ikhlas di dalam amal.Maka ikhlas itu berbeda-beda menurut berbeda-bedanya maqam dan tingkatan yang dimiliki seseorang. Apabila termasuk golongan abrar, maka keikhlasannya adalah selamatnya amal mereka dari riya’ yang tersembunyi maupun yang terang-terangan dimana semua itu adalah bagian dari tuntutan hawa nafsu. Maka hamba yang ikhlas adalah tidak beramal melainkan hanya karena Allah Ta’ala, mencari apa yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala bagi orang – orang yang ikhlas yaitu pahala yang baik dan tempat yang baik di akhirat nanti, dan lari dari apa yang diancamkan oleh Allah Ta’ala bagi orang-orang yang tidak ikhlas dalam beramal yaitu azab yang pedih dan buruknya perhitungan/hisab. Yang demikian ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala “Iyya-Ka na’budu” -“Kepada-Mu lah kami menyembah”. Maksudnya tidaklah sekali-kali kami menyembah selain hanya kepada-Mu, dan sekali-kali tidaklah kami menyekutukan-Mu dengan selain-Mu dalam ibadah kami. Kemudian ikhlasnya muhibbiin, muqarrabiin dan ‘arifiin, yaitu beramal karena Allah Ta’ala, karena mengagungkan dan memuliakan-Nya karena sesungguhnya Allah Ta’ala yang berhak dari yang demikian ini. Bukan karena mengharapkan pahala ataupun karena takut siksa-Nya. Oleh karena itu telah berkata Rabi’ah al’Adawiyah, “Tidaklah aku menyembah-Mu karena takut kepada neraka-Mu dan tidak pula karena menginginkan surga-Mu.”Ikhlas yang demikian ini telah melampaui daripada memandang kepada diri sendiri dalam hal kekuatan dan kemampuan beramal. Pandangannya hanya tertuju pada Al-Haq baik dalam gerak maupun diam mereka tanpa melihat pada adanya kemampuan dan kekuatan dari diri mereka sendiri. Maka tidaklah mereka beramal melainkan biLlah (dengan pertolongan Allah Ta’ala) tidak dengan kemampuan dan kekuatan mereka. Dan yang ini lebih tinggi tingkatannya dari yang sebelumnya.Orang yang memiliki jalan ini sesungguhnya telah berjalan pada jalan tauhid dan yakin, dan selaras dengan firman Allah Ta’ala, “Iyya-Ka nasta’iin”. “Hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan”. Artinya tiada pertolongan kepada amal melainkan hanya dengan pertolongan Allah Ta’ala, tidakdengan kekuatan dan kemampuan diri sendiri.Oleh karena itu amal yang pertama disebut dengan amal liLlah dan yang kedua amal biLlah. Amal liLlah menyebabkan pahala, sedangkan amal biLlah menyebabkan kedekatan dengan Allah Ta’ala. Amal liLlah menyebabkan benarnya ibadah, sedang amal biLlah menyebabkan bersihnya iradah . Amal liLlah merupakan sikap ahli ibadah, sedang amal biLlah adalah sikap para pendamba. Amal liLlah menegakkan dzahiriyah sedangkan amal biLlah menegakkan bathin. Inilah ibarat yang disampaikan imam Abil Qasim Al-Qusyairi RA.Maka keikhlasan seorang hamba adalah ruh dari amalnya. Dengan adanya ruuh itu akan menjadi hiduplah amal. Dan dengan ikhlas menjadi tanda diterimanya amal serta sebaliknya dengan hilangnya ikhlas maka itu tanda kematian dan gugurnya amal sehingga jadilah amal itu seperti bangkai tak bernyawa. Telah berkata sebagian ulama, “Betulkan amalmu dengan ikhlas, dan berulkan ikhlasmu dengan melepaskan diri dari perasaan mampu dan kuat dalam beramal. ...

Amal dhahir selamanya mengikuti keadaan bathin



Bermacam-macam amal (yang dilakukan hamba Allah) disebabkan berbeda-bedanya warid (kondisi/suasana hati yang diberikan Allah kepada hambanya).
Yang dimaksud warid adalah keadaan atau suasana hati yang mendorong kepada melakukan amal perbuatan. Dan terkadang disebut pula hal demikian ini dengan istilah al-haal. Terkadang kita melihat ada seorang murid rajin mengerjakan shalat, dan sebagian lainnya sibuk dengan mengerjakan puasa, yang demikian ini karena warid dari Allah menarik orang untuk condong mengerjakan sesuatu amal tertentu. Oleh karena itu diutamakan bagi setiap orang untuk beramal sesuai dengan warid atau feeling yang datang ke dalam hati mereka, pabila ia tidak mendapatkan bimbingan dari Syaikh atau guru spiritual yang membimbingnya. Akan tetapi apabila ia dibawah bimbingan syaikh, maka janganlah ia menyibukkan diri terhadap sesuatu amalan apapun tanpa izin dan restu syaikhnya.
Dan kesimpulan dari semua ini adalah bahwa berbeda-beda amal yang dilakukan oleh para murid yang shidiq semua itu tumbuh dari adanya perbedaan warid yang datang di dalam hati mereka. Maka sudah seharusnya mereka melakukan amal yang sesuai dengan warid yang datang kepada mereka dengan syarat sebagaimana yang disebutkan di atas, dan tidak melakukan amal yang tidak sesuai dengan warid yang datang kepada mereka.
Selanjutnya dapat dikatakan pula bahwa yang dimaksud warid adalah keadaan yang datang di dalam hati dari beberapa macam ma’arif Rabbaniyah (pengetahuan hal ketuhanan) dan asrar ruhaniyah (rahasia ruhani) yang menyebabkan hati merasakan beberapa keadaan yang mendorong melakukan amal yang baik. Diantara warid ada yang menyebabkan haibah dan ada pula warid yang menyebabkan hati merasa selalu mengalir bersama taqdir Allah, dan sebagian lagi warid yang menyebabkan al-qabdu (hati tergenggam oleh taqdir Allah) sehingga hati menjadi sempit dan tidak berdaya di bawah genggaman kekuasaan Ilahi, sebagian lagi ada pulan warid yang menyebabkan al-basthu (kelapangan dan keluasan hati, sehingga hati merasakan kepuasan, kebebasan dan kemerdekaan yang hakiki) dan lain sebagainya dari bermacam-macam ahwal / keadaan. Dan karena warid yang bermacam-macam, maka amal yang bersesuaian dengan warid tersebut juga berbeda-beda pula. Dan amal dhahiriyah selamanya selalu mengikuti kondisi keadaan bathiniyah hati.
...

Jumat, 20 November 2009

Jangan sedih karena sedikit amal





ادْافتح لك وجهة من التعرف فلاتبال معهاان قل عملك. فانه مافتحهالك الاوهويريدان يتعرف اليك.
الم تعلم ان التعرف هو مورده عليك والاعمال انت مهديهااليه. واين ما تهديه اليه مما هومورده عليك
APABILA الله TELAH MEMBUKAKAN KEPADAMU JALAN MA’RIFAH MAKA JANGANLAH ENGKAU PEDULIKAN MESKIPUN AMALMU TERASA MASIH SEDIKIT KARENA SESUNGGUHNYA TIDAKLAH الله MEMBUKAKAN JALAN MA’RIFAH KEPADAMU MELAINKAN DIA PULALAH YANG MENGHENDAKI ENGKAU UNTUK MENGENALNYA. TIDAKKAH ENGKAU KETAHUI SESUNGGUHNYA PENGENALANMU TERHADAP-NYA ITULAH YANG الله KEHENDAKI. ADAPUN AMAL IBADAH ADALAH APA YANG ENGKAU PERSEMBAHKAN UNTUK-NYA. DAN TIADALAH BANDINGAN ANTARA APA YANG ENGKAU PERSEMBAHKAN UNTUK-NYA DENGAN APA YANG الله BERIKAN KEPADAMU.

Bagi seorang salik tidak boleh tidak, di dalam perjalanannya mendekat / taqarub ke hadirat Ilahi haruslah melakukan serangkaian amal ibadah yang banyak agar dapat memutuskan ikatan dengan jeratan hawa nafsu sehingga dapat sampai / wushul ke hadirat Ilahi. Apabila ibadah dilakukan dengan keras dan pada waktu yang lama terkadang timbul rasa malas dan jenuh untuk melakukan berbagai ibadah dan wirid yang telah disusun untuk diamalkannya. Maka dengan kondisi yang seperti ini dapat menyebabkan perasaan sedih dan susah yang bersangatan. Dan terkadang pula terlintas dalam dirinya untuk meninggalkan amalan tersebut secara keseluruhan akan tetapi terkadang dalam kondisi seperti ini malah dia berhasil mendapatkan beberapa macam ma’rifah dari الله Ta’ala. Oleh karena itu syaikh Ibnu Atha’iLlah memberikan petunjuk, bahwa apabila telah dibukakan berbagai macam ma’rifah bagi seseorang (seperti dibukakan baginya jalan dzauq sehingga الله Ta’ala terasa selalu hadir bersamanya atau dibukakan hatinya sehingga ia bisa melihat hakikat dirinya atau ia merasa bahwa sesungguhnya tidak ada yang melakukan segala perbuatan kecuali الله dengan berhasil baginya tajallyul af’al yaitu terlihat baginya bahwa segala perbuatan atau yang mewujudkan semua kejadian adalah الله). oleh karena itu sedikitnya amal tersebut janganlah sampai merisaukan hati, karena tujuan amal ibadah apapun adalah untuk dapat dekat qurb dengan الله. dan terbukanya hal yang tersebut di atas merupakan petunjuk adanya kedekatan dengan HadratiLlah. Maka jadilah ia termasuk seorang yang ahli mencintai الله. dan terkadang sedikitnya amal dikarenakan sakit dapat menyebabkan hati menjadi gelisah. Akan tetapi apabila terbuka baginya beberapa ma’rifah maka akan tahulah ia bahwa yang menurunkan penyakit kepadanya adalah الله, dan terkadang terbuka hatinya dalam memahami bahwa keadaan sakit yang ia alami tersebut lebih baik baginya daripada keadaan ketika sehat. Dan sesungguhnya الله berbuat sesuai kehendak-Nya, maka tiadalah dipedulikan sedikit amal pada keadaan yang demikian.
Ma’rifatuLlah Ta’ala adalah puncak pencarian para árifiin, dan akhir segala cita-cita. Apabila الله menunjukkan jalan kepada seorang hamba tentang sebab-sebabnya dan membukakan baginya pintu ma’rifah sehingga hamba tersebut mendapatkan ketenangan dan ketentraman di dalamnya, maka yang demikian ini adalah sebagian dari ni’mat yang sangat besar baginya. Oleh karena itu hendaklah jangan terlalu larut dalam kesedihan yang disebabkan tertinggalnya beberapa amal kebajikan (bukan berarti meninggalkan amal itu lebih baik dari pada mengerjakannya) dan hendaknya ia mengerti bahwa ia sesungguhnya telah mulai berjalan pada jalan orang-orang khawas, jalan orang yang dekat dengan الله yang diseru oleh الله pada hakikat tauhid dan yaqin tanpa campur tangan upaya dari hamba الله.
Adapun amal seorang hamba dimana memang seharusnya dilakukan, maka sesungguhnya amal itu sendiri tidak dapat lepas dari beberapa bahaya dengan adanya tuntutan ikhlash di dalamnya. Dan terkadang tidak dapat menghasilkan pahala-apapun di hadapan Dzat Yang Maha Menghitung.
Demikian pula perumpamaan keadaan ini adalah sebagaimana orang tertimpa bala dan ujian yang berat dari الله sehingga menghilangkan rasa kelezatan duniawi dimana hal ini dapat menghalanginya dari berbuat banyak amal kebajikan. Karena sesungguhnya yang ia kehendaki sebenarnya adalah abadi di dunia dengan kehidupan yang baik dan serba ni’mat. Sedangkan keadaannya yang serba kesulitan sehingga dalam menggapai pahala akhirat tidaklah mampu menandingi orang yang serba kecukupan karena mereka serba mudah dalam melakukan amal kebajikan. Oleh karena itu janganlah merasa rendah diri karena amal yang sedikit dalam kondisi yang serba minim.
Telah diriwayatkan sesungguhnya الله Ta’ala telah memberikan wahyu kepada sebagian Nabi-Nya, “Sesungguhnya Aku telah menurunkan bala’ (cobaan) kepada hamba-Ku namun mereka berdoa agar terlepas darinya. Maka tidak Aku kabulkan do’a mereka sehingga mereka mengadukan-Ku, maka Aku katakan kepada mereka,’Hamba-Ku…, bagaimana Aku bisa mengasihimu, tidak dengan sesuatu yang dengannya Aku mengasihimu’.
Demikian pula pada hadits Abi Hurairah RA bahwa RasuluLlah SAW bersabda, bahwa الله Ta’ala berfirman, “Apabila Aku memberi cobaan kepada hambaku yang mukmin kemudian ia tidak mengadukan-Ku kepada orang lain maka akan Aku ganti dagingnya dengan daging yang lebih baik daripada dagingnya, dan akan Aku ganti darahnya dengan yang lebih baik dari pada darahnya yang sekarang.”
Telah berkata Abu Muhammad bin ‘Aly At-Tirmidzy RA, “sesungguhnya dahulu aku pernah mengalami sakit yang cukup parah beberapa hari. Dak ketika الله telah menyembuhkanku, maka aku membuat perbandingan dengan ibadah jin dan manusia dengan ibadah yang aku lewati ketika aku menderita sakit, maka aku berkata dalam diriku, ‘jika aku disuruh memilih diantara pahala ketika aku menderita sakit dengan ibadah jin dan manusia, maka condonglah pilihanku dan pastilah keyakinanku dan mantaplah keyakinanku bahwa pilihan الله (dengan memberi sakit) lebih baik dan lebih mulia dan lebih besar manfaatnya pada kesudahannya, yaitu pemberian sakit.
Maka inilah yang dimaksud الله memberikan pemahaman kepada hamba-Nya. Oleh karena itu apabila الله memberikan ujian kepada hamba-Nya hendaklah hamba tersebut menyadari bahwa semua itu adalah pilihan الله untuk kebaikan bagi hamba-Nya baik di dunia maupun di akhirat.
Sebuah hikayat yang diceritakan oleh Abu Al-Abbas bin Al-‘Ariif rahumahumuLlah di dalam kitabnya minhaajus suluuki thariiqil iraadah, dikisahkan bahwa sesungguhnya الله pernah mema’murkan Islam di daerah Maghribi (daerah barat) melalui seseorang yang terkenal dengan nama Abil Khiyaar RahimahuLlah. Semoga الله memebri manfaat yang banyak kepada kita karena berkah beliau. Beliau berasal dari Suqlaih dan negerinya adalah Baghdad. Beliau hidup sampai melewati usia 90 tahun, selama itu beliau dalam keadaan berstatus sebagai budak yang tidak dibebaskan oleh tuannya. Jasad/tubuhnya dipenuhi oleh penyakit judzam akan tetapi dari kejauhan tercium bau minyak wangi misik dari tubuh beliau. Shaibul hikayat menceritakan “aku pernah melihat beliau melakukan shalat di atas air. Kemudian setelah itu saya bertemu dengan Muhammad Al-Asfanajiy dan aku dapati beliau dipenuhi penyakit baras (belang) pada seluruh tubuhnya. Maka aku berkata kepada beliau, ‘Wahai tuanku, sepertinya الله tidak memperoleh tempat untuk menurunkan bala’-Nya kepada musuh-musuh-Nya sehingga menurunkannya kepada kalian semua sedangkan kalian semua adalah para kekasih-Nya’”. Maka beliau berkata kepadaku, “diamlah dan jangan berkata seperti itu. Sesungguhnya apabila الله memuliakan kita dengan perbendaharaan pemberian-Nya maka kami tidak mendapati sesuatu yang lebih mulia dan lebih mendekatkan diri di sisi الله selain bala’ , maka kami meminta kepada-Nya. Maka bagaimanakah pendapatmu jika engkau melihat السيد الزهاد (pemimpin para zahid) dan quthbul Ibad dan Imamul Aulia – Imamnya para wali dan para autad yang tinggal di dalam sebuah gua di pegunungan Thurtus, dagingnya seakan bercerai berai, dan kulitnya mengalirkan nanah sehingga dikerumuni lalat dan semut. Apabila datang waktu malam hatinya tidak puas-puasnya ia berdzikir kepada الله dan mensyukuri atas rahmat yang telah diberikan kepadanya dan ia menganggap semua itu adalah keselamatan yang diberikan الله untuknya hingga ia mengikat dirinya pada sebatang besi menghadap qiblat pada seluruh malam yang dilaluinya sampai terbit fajar……



Sumber : Kitab Syarah al-Hikam
Jika berkenan silahkan mengcopy untuk di upload dengan mencantumkan/membuat link ke www.manakib.wordpress.com
...

Template by - Abdul Munir - 2008