Selasa, 27 Oktober 2009

SHIDIQ





Alloh SWT berfirman, “


يَاأاَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْ ااتَّقُواْ اللّهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ


Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah 119)


RasuluLlah SAW bersabda :


لآ يَزَالُ الْعَبْدُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللّهِ تَعَالَى صِدِّيْقًا لآ يَزَالُ الْعَبْدُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللّهِ كَذَّابًا


Ustadz Abu Ali Ad Daqaq berkata, “Shidiq/benar adalah tiang semua perkara. Dengannya perkara menjadi sempurna, di dalamnya perkara menjadi tersusun rapi. Kebenaran / shidiq lah yang mengiringi kenabian. Alloh SWT berfirman :


فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ انَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِوَالصَّالِحِيْنَ


Mereka akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh yaitu para Nabi, para Shidiqiin, para syuhada dan shalihiin”. (An-Nisa 68)


Shadiq atau orang yang ahli kebenaran adalah suatu nama yang harus dikaitkan dengan kebenaran. Sedangkan shidiq untuk tingkatan yang lebih tinggi adalah orang yang banyak atau sangat dalam hal kebenaran. Orang seperti ini kehidupannya banyak didominasi oleh nilai-nilai kebenaran. Hal itu seperti as-sakiir yaitu orang yang ahli mabuk (karena Tuhan) dan al-khamir yaitu orang yang sangat kecanduan minuman khamer. Paling rendah tingkatan shidiq adalah kesamaan baginya antara yang rahasia dan yang tampak. Orang yang shidiq adalah orang yang benar dalam ucapannya, sementara as-shidiqqi adalah orang yang benar dalam segala ucapan, perbuatan dan keadaannya.


Ahmad bin Khadrawaih berkata, “Barang siapa yang menginginkan Alloh senantiasa bersamanya, maka hendaklah tetap dalam kebenaran. Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang benar”. Al-Junaid mengatakan, “Orang yang benar dalam keseharian akan mengalami pembolak-balikan sebanyak 40 kali, sedangkan orang yang riya dalam 40 tahun tetap dalam satu keadaan”.
Abu Sulaiman Ad-Daraani berkata, “Kalau orang yang benar hendak mensifati apa yang ada di dalam hatinya maka lidahnya tidak akan berkata sesuatupun”.


Dikatakan, “Kebenaran adalah ucapan yang benardi tempat-tempat yang rusak. Kebenaran adalah kesesuaian antara rahasia dan ucapan”.
An-Naqad mengatakan, “Kebenaran adalah pencegahan yang haram”.


Abdul Wahid bin Zaid mengatakan, “Kebenaran adalah pemenuhan hak Alloh dengan perbuatan”.
Sahal bin AbduLlah mengatakan, “hamba yang mencium bau dirinya (nafsunya) atau yang lain maka tidak akan mencium bau kebenaran”.
Abu Said Al-Quraisy mengatakan, “Orang yang benar adalah orang yang mempersiapkan kematiannya dan dia tidak malu jika rahasia pribadinya terungkap”.


Alloh SWT berfirman :


فَتَمَنَّوُاالْمَوْتَ اِنْكُنْتُمْ صَادِقِيْنَ
..”maka inginkanlah kematian jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (Al-Baqarah 94).


Dari Ustadz Abiu Ali Ad-Daqaq yang mengkisahkan bahwa suatu hari Abu Ali Ats-Tsaqafi berkata yang kemudian ditimpali oleh AbduLlah bin Manazil, “Hai Abu Ali, persiapkanlah kematianmuyang merupakan suatu kepastian.”
Peringatan itu disambut sama oleh Abu Ali, “Dan engkau AbduLlah, persiapkanlah kematianmu yang sudah pasti (datang)”.
AbduLlah pun lantas menggelantungkan tangannya dan meletakkan kepalanya sedemikian rupa seraya berkata, “Saya pasti mati”.
Maka Abu Ali terpaku karena dia tidak mungkin menerimanyadengan apa yang dikerjakan AbduLlah, juga karena Abu Ali mempunyai beberapa ketergantungan (pekerjaan) sementara AbduLlah tidak memiliki kesibukan sama sekali (tajrid).


Ahmad bin Muhammad Ad-Dinawari memberikan fatwa, tidak lama kemudian seorang wanita tua berteriak di majlis dengan teriakan yang nyaring. Abul Abas yang melihatnya nberkata, “Kematian pasti datang. Dia melangkah”.
Wanita tua itu menoleh kepadanya seraya berkata, “Saya pasti mati”. Dan sekejap kemudian maut pun menjemputnya


Muhammad Al Washiti berkata, “Kebenaran adalah kebenaran tauhid yang seiring dengan tujuan”. Diceritakan bahwa Abdul Wahid bin Zaid suatu hari memandang seorang bocah dari salah seorang anak temannya. Bocah itu badannya sangat kurus.


“Apa engkau selalu berpuasa wahai anakku ?”
“Saya tidak selamanya berbuka”. Jawab anak itu.
“Apakah kamu selalu shalat malam ?”
“Saya tidak selamanya tidur”.
“Apa yang membuat badanmu kurus ?”
“Keinginan yang selalu ada dan ketersimpanan yang selalu menetap dalam keinginan”.
“Engkau diamlah, maka tidak akan ada yang dapat mencelakakan dirimu”.


Anak itu berdiri kemudian melangkah dua langkah lalu bergumam,”Tuhan, jika Engkau benar, maka ambilah saya”. Seketika itu juga sang anak jatuh tersungkur dalam keadaan tidak bernyawa.


Abu Amar Az-Zujaji bercerita,” Ibu saya telah meninggal dan saya mewarisi darinya sebuah rumah lalu saya jual seharga 50 dinar kemudian saya berangkat pergi haji. Ketika sampai di kota Babil, seorang pegawai pengairan menemani saya dan bertanya ,’Apa yang engkau bawa ?’


Sebelum menjawab, saya berkata di dalam hati, ‘kebenaran adalah kebaikan’. Kemudian saya baru menjawab dengan jelas, “Yang aku bawa uang 50 dinar”.


“Serahkan kepadaku”.
Sayapun menyerahkan bungkusan uang itu. Dia menghitungnya dan memang ditemuakn sejumlah yang saya sebut, namun kemudian ia mengembalikannya kepadaku seraya berkata, “Ambil bungkusan ini, kebenaran (kejujuran) mu telah memberikan kepadaku”.


Dia lantas turun dari kuda dan emngatakan, “Naiklah binatang ini”.
“Tidak, saya tidak menginginkannya”.
“Harus !” Katanya lebih tegas.
Lelaki it uterus mendesakku sampai saya menaiki kendaraannya. “Dan saya akan mengikuti jejakmu”…katanya kemudian


Pada tahun berikutnya dia menjumpaiku dan tetap bersikap seperti semula kepadaku hingga ia mati.


Ibrahim Al-Khawash berkata, “Orang yang benar tidak bias kamu lihat kecuali dalam kewajiban yang ditunaikannya atau keutamaan yang dikerjakan untuk Tuhannya”.
Al-Junaid mengatakan, “Hakikat kebenaran adalah keberadaanmu yang berani membenarkan sesuatu di tempat-tempat yang tidak akan menyelamatkanmu kecuali kebohongan”.


Dikatakan bahwa ada tiga hal yang tidak bias disalahkan yaitu orang yang benar yang merasakan manisnya kehadiran Al-Haq, rasa segan karena penghormatan pada Alloh, dan cahaya ta’at yang membias di wajah. Dikatakan pula bahwa Alloh pernah mewahyukan pada Nabi Dawud AS, “Hai Dawud, Barang siapa membenarkan-Ku dlam kerahasiaannya, maka aku pasti membenarkannya dihadapan para makhluk di dalam suasana ramai”.


Diveritakan bawa Ibrahim bin Dauhah bersama Ibrahim bin Satanabah Al-Badiyah memasuki suatu ruangan. Tiba-tiba Ibnu Satanabah mengatakan, “Buanglah apa saja yang kamu bawa yang membuatmu ketergantungan”.


“Lalu saya membuang semua yang ada padaku selain dinar”. Kata Ibnu Daulah.


“Hai Ibrahim janganlah kamu menyiibukkan yang tersembunyi. Buanglah apa yang ada bersamamu dari hal-hal yang membuatmu ketergantungan”.


“sayapun lantas membuang dinar”.


“Hai Ibrahim, buang apa yang ada bersmamu dari hal-hal yang membuatmu ketergantungan”.


“Saya berusaha mengingat-ingat apa yang saya bawa. Saya baru sadar bahwa saya membawa seutas tali sandal. Saya lalu membuangnya. Saya sudah tidak butuh lagi tali sandal dalam perjalanan kecuali yang saya dapatkan di hadapan saya”.


Melihat itu Ibrahim bin Satanabah berkata, “Seperti inilah orang yang bekerja pada alloh dengan kebenaran”.


Dzun Nun Al-Mishri berkata, “Kebenaran adalah pedang Alloh. Tidak ada satupun yang ditempatinya malinkan akan diputusnya”.
Sahal bin AbduLlah mengatakan, “Awal penghianatan orang-orang yang benar adalah ucapan-ucapan mereka dengan diri mereka sendiri”.
Fatah Al-Maushuli pernah ditanya tentang kebenaran, dia lantas memasukkan tangannya ke dalam tungku panas tempat pembakaran besi dan mengeluarkan besi panas dan diletakkan di telapak tangannya, “Inilah kebenaran”. Ucapnya.


Yusuf bin Asbath mengatakan, “Karena di waktu malam saya bias bergadang dengan kebenaran bersama Alloh, maka hal itu lebih saya sukai daripada saya memukulkan pedangku di jalan Alloh”.


Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “Kebenaran adalah keberadaanmu sebagaimana yang kamu lihat pada dirimu atau kamu melihat dirimu sebagaimana keberadaanmu”.


Al-Harits Al-Muhasibi pernah ditanya tentang tanda-tanda kebenaran lalu dijawab, “Orang yang benar adalah orang yang tidak peduli seandainya segala hal yang berharga menjadi miliknya keluar masuk ke dalam hati para makhluk untuk perbaikan dirinya. Dia juga tidak senang menampakkan pada manusia kebaikan-kebaikan amalnya meski hanya seberat biji-bijian. Atau juga tidak membenci jika perbuatan buruknya ditampakkan pada manusia. Jika tidak denmikian ini maka belumlah termasuk akhlak orang-orang yang benar”.


Sebagian sufi mengatakan, “Orang yang belum menuneikan kewajiban abadi, maka kewajiban yang insidentil tidak akan diterima.” Lalu ditanyakan, “Apa yang dimaksud kewajiban abadi ?” Kemudian dijawab, “Kebenaran”.


Dikatakan, “Jika engkau menmcari Alloh dengan kebenaran, maka Alloh pasti akan memberimu cermin yang kamu dapat melihat segala hal keajaiban dunia dan akhirat di dalam cermin itu. Dikatakan pula, engkau wajib bersama kebenaran. Sekiranya kamun takut kebenaran akan membahayakanmu, sesungguhnya dia akan memberimu manfaat. Kalau sekiranya kamu melihat kebenaran dapat memberimu manfaat, sesungguhnya ia malah akan membahayakanmu.”


Dikabarkan, segala sesuatu adalah sesuatu, membenarkan kebohongan bukanlah sesuatu. Tanda orang bohong adalah kedermawanannya dengan sumpah meski tanpa diminta (untuk bersumpah).


Ibnu Sirin mengatakan, “Ucapan lebih luas dari kebohongan orang yang cerdik”. Dikatakan pula bahwa yang melunakkan pedang adalah kebenaran.
...

Senin, 26 Oktober 2009

Sesungguhnya aku ini adalah fitnah oleh karena itu janganlah engkau kufur

Manakala seorang salik berkeinginan untuk berhenti pada sesuatu yang telah dibukakan untuk dirinya (dari beberapa ma’rifat), niscaya akan ada seruan dari alam hakikat “Sesungguhnya yang engkau cari (bukan itu) tetapi masih berada di depanmu”. Dan manakala ditampakkan keindahan alam semesta (yang menarik hati untuk condong kepadanya, maka hakikatnya akan menyeru, “Sesungguhnya aku ini adalah fitnah oleh karena itu janganlah engkau kufur”.


Orang yang menempuh perjalanan menuju Alloh akan ditampakkan di tengah perjalanannya berbagai cayaha dan rahasia-rahasia. Apabila timbul keinginan untuk berhenti pada penampakan-penampakan itu, dimana ia berkeyakinan bahwa ia telah sampai pada tujuan dan ma’rifah, niscaya akan ada seruan yang lembut (hatif) dari alam hakikat, “sesungguhnya sesuatu yang engkau cari masih berada di depanmu, oleh karena itu bersungguh-sungguhlah dalam berjalan dan jangan berhenti”. Dan manakala diperlihatkan keelokan dunia dan alam semesta beserta kecantikannya sehingga membuat hati condong dan tertarik kepadanya, niscaya ia akan dipanggil dari alam hakikat, “sesungguhya aku adalah fitnah maka janganlah engkau kufur dan pejamkanlah matamu dari semua itu dan janganlah engkau berpaling kepadanya, dan abadikan suluk (perjalananmu)”.


Ketahuilah sesungguhnya apabila engkau masih memiliki hasrat dan keinginan selain Alloh berarti engkau masih dalam perjalanan yang jauh dan belum sampai tujuan. Jika engkau membersihkan segala keinginanmu, niscaya telah sampailah engkau. Alangkah sesuainya apa yang disampaikan oleh Abul Hasan At-Tustari mengenai hal di atas :


Dan janganlah engkau menoleh kepada yang lain dalam perjalananmu
Karena sesungguhnya segala sesuatu selain Alloh akan berubah
Maka jadikanlah dzikir kepada-Nya sebagai perisai




Pada kesempatan lain dikatakan,” Ingatlah jika engkau ingin mendapatkan bagian dari apa yang diperoleh para kekasih Alloh, wajib bagi kamu untuk meninggalkan manusia kecuali mereka yang dapat menunjukkanmu jalan kepada Alloh baik dengan isyarah yang benar dan amal yang kokoh yang tidak berlawanan dengan kitab dan sunah, dan berpalinglah dari dunia secara keseluruhan. Dan janganlah kamu termasuk golongan orang yang berpaling dari dunia akan tetapi mengharapkan sesuatu yang lain, akan tetapi jadikanlah keberpalingan itu menuju penghambaan kepada Alloh SWT yang memerintahkanmu untuk berpaling dari musuh-Nya. Apabila engkau telah mendapatkan dua perkara ini (berpaling dari manusia dan zuhud atas dunia) maka engkau akan teguh bersama Alloh dengan bermuraqabah kepada-Nya, senantiasa bertaubat, beristighfar dan senantiasa kembali kepada-Nya, tunduk dengan hukum-hukum-Nya, dan istiqamah


Adapun penafsiran masalah di atas yaitu, bahwa engkau berdiri sebagai hamba Alloh dan selalu mengawasi hatimu agar hatimu tidak melihat sesuatu di dunai ini selain Dia. Apabila datang di hatimu sesuatu selain Dia, maka akan ada seruan kebenaran (hatif yang haq) yang berkata, “Sesungguhnya engkau telah buta dari jalan kebenaran. Bagaimana engkau berdiri dihadapan Alloh dengan keadaan seperti itu sementara engkau telah pula mendengarkan firman-Nya ,” Dan sesungguhnya Alloh mengawasi segala sesuatu”.


Maka pada saat itu akan tumbuhlah rasa malu pada dirimu yang akan membawamu kepada taubat dan semestinya engkau abadikan taubatmu
...

Template by - Abdul Munir - 2008